...Happy Reading.... ...
...***...
Mini cooper yang dianggap sebagai ikon dari Inggris pada tahun 1960-an terparkir sempurna di pelataran parkir kafe HAMBER. Mini cooper adalah sebuah mobil kecil yang diproduksi oleh British Motor Corporation (BMC) dan penerusnya dari tahun 1959 sampai 2000. Mobil seharga 805 juta itu baru mulai dikemudikan oleh Nathan semenjak satu tahun yang lalu. Dari waktu SMA hingga kuliah di semester tiga, Nathan lebih nyaman menggunakan motor sport kesayangannya. Oleh karenanya, dia hanya menggunakan mobil milik papanya itu untuk acara tertentu saja.
Menit berikutnya, empat penumpang keluar dari dua sisi badan mobil yang berbeda. Tiga cewek cantik dan satu cowok yang seumuran, dengan gaya mereka masing-masing. Nathan, dengan gaya kasualnya memakai t-shirt warna hitam favoritnya dengan celana jeans abu tua, serta snackers putih berlabel brand ternama. Tiga cewek yang ikut serta dalam mobilnya yaitu Widya, Kartika dan Karin. Mereka kompak mengenakan celana jeans dan kemeja santai, hanya saja Widya masih mengenakan outer berbahan rajut, agar hawa dingin yang menerpa pori-pori kulitnya dapat berkurang .
Begitu masuk area kafe, mereka berempat langsung memindai keberadaan ketiga temannya yang telah menunggu sejak lima menit tadi. Sesuai informasi yang dibaca dari grup WhatsApp 'Sahabat selamanya'.
“Itu mereka.” Karin memimpin langkah kaki ketiga teman-temannya menuju meja Edo, Harsa dan Zakir yang lebih dulu mereservasi meja kepada pemilik cafe. Sebuah meja bundar dengan tujuh kursi sudah tersedia di sana.
"Hai, hai, udah lama nunggunya?" Karin mengepalkan telapak tangannya tanda menyapa ala anak muda zaman sekarang, yang disambut oleh kepalan tangan Harsa membuatnya berbenturan, lalu beralih ke Zakir dan Edo secara bergantian. Begitu juga dengan Nathan, Kartika, dan Widya, mereka melakukan hal yang sama. Usai saling menyapa mereka lantas memilih tempat duduk masing-masing.
Nathan menarik kursi yang sengaja ia pilihkan untuk Widya tempati. Tak ayal membuat mereka yang ada di sana jadi bersorak, "Huuuuuuu ... bucinnya gak ilang ilang," celetuk Zakir yang mendominasi.
Namun, itu semua hanya ditanggapi Nathan dengan santai. Ia mengedikkan bahu lalu duduk di kursi kosong sebelah Widya. Tidak jauh beda dengan Nathan, Widya pun tidak ingin ambil pusing dengan celotehan sahabat-sahabatnya. Ia hanya memutar kedua bola matanya, malas. Baginya, percuma bicara berkali-kali kepada Nathan untuk tidak berbuat yang membuat orang salah paham. Lelaki itu tidak akan mau mendengar.
Namun, tidak untuk Harsa, meskipun ia ikut bersorak, tetapi sebuah senyuman getir yang ia tarik dari sudut bibirnya, sudah cukup membuktikan jika dia tengah merasakan rasa nyeri di sudut hatinya karena telah memendam cinta.
“Oke, kali ini kita pesan seperti biasa aja, ya!” Edo meminta persetujuan kepada teman-temannya.
“Oke.”
“Siip.” Suara Harsa dan Zakir terdengar bersamaan.
“Kita bertiga ikut, deh.” Kartika menunjuk dirinya sendiri, Widya dan Karin.
“Apa ajalah.” Nathan terakhir berkomentar.
Setelah itu, Edo melambai pada waitress yang berada tidak jauh dari tempatnya. Memesan apa yang menjadi menu kebiasaan mereka. Tidak sedikit dari waitress di sana yang sudah mengenal mereka sejak SMA dan sudah hafal menu favorit mereka.
"Hei! Kenapa kalian bertiga kelihatan makin kurusan? Kalian kebanyakan tugas?” Dua bola mata Zakir memindai ketiga cewek di hadapannya sepeninggal waitress dari meja mereka setelah selesai mencatat pesanan.
"Iyakah?" Karin yang pertama menyahut lantas terkekeh, "ini karena diet gue berhasil, Zak!" jawab Karin antusias memperhatikan penampilannya saat itu juga. Dia orang yang sangat perfect dalam penampilan. Sehingga sangat menjaga pola makan serta seringnya perawatan.
"Iya, suerr, deh!” seloroh Zakir, lalu matanya mengarah kepada Widya dan Kartika. ”Lo berdua, kalian juga sedang diet kayak dia?” Zakir menunjuk Widya dan Kartika dengan jari telunjuknya, serta mengarahkan dagunya ke arah Karin yang sedang berkaca di fitur kamera pada ponselnya.
"Gak usah diet, pikiran kita udah terforsir sama tugas dan praktik, Zak. Itu aja udah cukup bikin badan kita kurus," jawab Widya, "ya, kan, Tik!" Widya menyenggol lengan Kartika yang malah melamun. Bukan melamun sebenarnya, dia sedang memindai penampilan Zakir yang terlihat semakin keren, menurutnya.
"Eh, apa? Iya, keren banget," jawab Kartika. Tentu saja jawaban itu malah mengundang gelak tawa yang menyimaknya. Jawaban Kartika yang ngawur dan tidak nyambung menurut mereka sangat lucu.
“Nanya apa, dijawab apa. Jaka Tingkir naik ojek, deh, nggak nyambung geblek,” ejek Nathan.
Sontak Widya langsung menyentuh kening Kartika, “Lo waras, ‘kan, Tik? Nggak demam, kok?” Aksi Widya semakin membuat semuanya tergelak.
“Lo mikirin apa, Tik? Apanya yang keren?” sambung Karin dengan tertawa puas mengejek sahabatnya.
Kartika salah tingkah, tidak tahu harus menjawab apa. Jangan tanyakan dengan rona wajah Kartika, wajahnya memanas dan mungkin semerah tomat. Di saat yang lain masih tergelak hingga mata mereka berair. Matanya sesekali mencuri pandang ke arah Zakir, lelaki itu hanya mengulum senyum tertahan, tidak berani menertawakan.
Semua tidak menyadari jika di antara Kartika dan Zakir sedang kompak mengendalikan debaran jantungnya. Namun, keduanya masih belum paham dengan apa yang sedang mereka rasakan.
"Udah, dong, kalian! Malu, 'kan, sama pengunjung yang lain. Emang cafe ini milik nenek moyang kalian?" Widya bersungut sambil menepuk pelan bahu Kartika yang menjadi pusat gelak tawa mereka. "Sorry, ya!" sesal Widya karena sudah ikut memperolok sahabatnya. Kartika hanya tersenyum tipis menanggapinya.
Mereka masih mencoba menahan tawa, sebelum tawa itu benar-benar mereda dan menciptakan keheningan di meja mereka. Setelah sekian detik, Edo mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mengingat masa ospek. "Eh, lihat Tika kayak gini, gue jadi inget masa ospek dulu," celetuk Edo.
Mendengar itu, Harsa pun teringat sesuatu, "Ah, iya. Gue jadi inget sama derita lo, Kir. Waktu lo dihukum saat ospek, terus disuruh loncat kodok sama kating (kakak tingkat) cantik, gara-gara lo jawab pertanyaan mereka telat satu detik."
Mereka yang mendengar sontak tertawa lebih kencang, memori mereka terbang ke dimensi di awal masa ospek. Waktu itu, Zakir menjadi incaran kating cantik yang terang-terangan naksir kepada Zakir. Kating cantik itu sengaja mengada-ada agar Zakir semakin mudah ia dekati.
Zakir berdecak malas, "Bener, sialan tuh si Ratu caper, bikin gue malu tahu, nggak! Gara-gara itu doang gue dihukum!"
Masih dengan gelak tidak tertahan, mereka mencoba mengingat tentang kejelekan atau kesialan satu sama lain.
"Ada lagi, lho. Inget, nggak, saat outbond di Bandung? Lo bahkan dikejar angsa nyasar saat lo coba ambil anaknya,” sahut Harsa dengan masih tergelak keras. Kedua netranya tidak sengaja menangkap sosok Widya yang tertawa lepas, membuat rambutnya tergerai menutupi wajah saking hebohnya tertawa. Entah kenapa tangan Harsa langsung terulur untuk menyelipkan rambut Widya ke belakang telinganya. Harsa tidak ingin rambut indah itu menutupi bagian indah yang lain yang ada pada diri Widya.
Widya sempat tercekat, tetapi kemudian tersenyum simpul dengan perhatian Harsa. “Thanks,” ujarnya pelan.
Harsa hanya mengangguk sembari tersenyum kikuk, ia juga tidak menyangka akan seberani itu melakukannya. Lalu beralih lagi ke Zakir untuk melanjutkan ejekannya, “Dan satu lagi, saran dari Widya yang nyuruh lo masuk lumpur, langsung lo jabanin aja.” Harsa semakin tergelak disusul yang lainnya, ingatan mereka seolah bertemu pada waktu Zakir masuk ke dalam lumpur untuk menghindari kejaran angsa yang tengah meledak amarahnya. Hal itu terjadi karena Zakir dengan gemasnya memainkan anak dari angsa tersebut.
Moment itu terlihat penuh kebahagiaan, tetapi tidak bagi Nathan. Walaupun ia ikut terkekeh, tetapi lelaki itu merasakan ada rasa yang berbeda saat melihat Widya tertawa lepas karena ocehan Harsa. Sedari tadi mata elangnya menelisik sinis, apalagi saat tangan Harsa yang tidak tahu malu menyelipkan rambut Widya. Nathan terlihat tidak suka. Mungkin ia merasa tidak terima jika ada orang lain yang dapat membuat Widya tertawa lepas seperti itu, karena selama ini hanya Nathan yang mampu membuat Widya selalu bahagia. Terlebih yang membuat Widya tertawa hingga terpingkal adalah Harsa. Orang yang pernah membuat Widya terluka.
“Udah, woy, stop! Tiap kita ketemu selalu gue aja nih, yang jadi pusat perhatian! Yang lain gitu, napa?” geram Zakir. Ia merasa aibnya dibongkar habis-habisan. Kekonyolannya kini menjadi bahan bully-an bagi teman-temannya.
Namun, sayangnya protes Zakir tidak didengar sama sekali. Mereka masih saja membuka aib lama Zakir yang entah mengapa hanya ia yang sering kali tertimpa kesialan. Jika saja dua orang waitress tidak datang membawa pesanan mereka, mungkin perut mereka akan kram karena terus tertawa.
Setelah pesanan terhidang rapi, mereka kembali membicarakan obrolan ringan juga segudang tugas dari dosen yang sering kali membuat mereka tidak dapat tidur nyenyak. Mereka akan antusias jika Edo yang bersuara karena ilmu bisnis yang dia terima sedikit memberi pengalaman yang berbeda dari mereka bertujuh.
Sesekali Harsa menyodorkan stik kentang ke mulut Widya, dengan sedikit canggung Widya menerima. Nathan melirik Harsa sinis, walaupun hanya direspon dengan mengangkat bahu oleh Harsa, seolah ingin membuat Nathan kesal.
Harsa kembali berniat menyuapkan stik kentang kedua untuk Widya. Namun, tidak akan ada kali kedua dan ketiga. Sesegera mungkin hal itu diserobot oleh Nathan. Tak ayal kejahilan Harsa tertangkap mulut lemes Zakir, “Kalian, ya! Heran gue!” Zakir melempar snack di depannya ke arah Nathan dan Harsa. “Enaknya, gue kawinin kalian berdua!” lanjutnya sambil menggelengkan kepala.
Dalam hatinya Zakir masih menggerutu kesal, "Dua curut ini nggak ada capeknya rebutan Widya!"
Ya, setiap Nathan dan Harsa bertemu mereka akan bersifat kekanakan, berlomba untuk mendapatkan perhatian Widya. Sedangkan Edo, Karin, dan Kartika, hanya akan jadi penonton setia melihat pertengkaran konyol Nathan dan Harsa. Bagi mereka itu sudah biasa dan wajar terjadi sejak dahulu kala.
Ribut kecil dengan bumbu kejahilan adalah salah satu yang membuat pertemanan mereka semakin berwarna. Mereka bersyukur bisa menjadi teman yang saling mendukung satu sama lain meski kadang pertengkaran kecil tidak lepas dari keseharian mereka.
“By the way, udah malem, nih. Cabut, yuk!” Karin mengecek jam tangan kesayangannya, lalu mengarahkan kepada Widya.
Kartika juga mengecek arah jarum jam di pergelangan tangannya. “Iya, yuk! Besok gue ada kelas pagi,” jawabnya seraya menggeser kursi dan berdiri.
“Ya udah, gue bayar dulu, abis itu kita cabut bareng.” Edo segera memanggil waitress untuk mendapatkan bill, lalu membayarnya. Setelah selesai, ketujuh mahasiswa berbeda jurusan itu menuju kedua mobil yang terparkir bersebelahan.
“Lo mau bareng gue, Wid?” tawar Harsa.
“Gue yang jemput, gue yang antar pulang,” sergah Nathan sebelum Widya menjawab.
“Nih ... buat belah Widya jadi dua, biar adil!” Edo memberi pisau buah kepada Harsa setelah mengambilnya di dashboard mobil Harsa. Benda keramat itu tertinggal di dalam mobil Harsa, bekas pakai sang mama yang mengupas buah mangga di dalam mobilnya.
Spontan Nathan dan Harsa saling menatap ke arah Edo.
“Kalian ribut mulu. Pusing gue! Cepet cabut!” Edo menarik lengan Harsa dan Zakir bersamaan dengan kedua tangannya. Seperti anak kecil, Harsa pasrah mengikuti Edo, walaupun hatinya agak kesal.
“Ck, sial! Lo yang bawa, deh!” Harsa melempar kunci mobilnya ke arah Edo. Sementara Zakir hanya menggelengkan kepala.
Akhirnya mereka kembali pada formasi awal saat berangkat. Edo yang menyetir mobil SUV kesayangan Harsa tengah diarahkan oleh petugas parkir untuk mencari celah jalan ke luar. Kafe Hamber semakin hari berkembang pesat, hingga menambah beberapa bangunan cafe di sisi kiri dan kanannya. Pelataran parkir pun juga semakin lebar mengikuti kapasitas pengunjung, terlebih jika sedang weekend.
“See you, kalian.” Edo melambai ke arah mobil Nathan.
“Dadah,” balas Karin
“Sampai jumpa.” Widya turut menimpali.
Kedua mobil berlawanan arah pun kembali membelah jalanan ibu kota yang semakin malam semakin ramai. Wajah mereka berbinar cerah, seusai melepas rindu dan rasa penat yang mengganggu.
...***...
...To be continued.... ...
Tebak-tebakan, yuk. Siapa kira-kira yang dipilih Widya?
Sama siapa yang kira-kira memperebutkan othornya? 🤣🤣🤣
Tulis di kolom komentar, ya 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
istri nya suga
tdk ada yg abadi kecuali rasa ku pada mu
begitulah kira² ungkapan hati nya nathan untuk widya
2022-06-08
0
💗 Yuli Defika 💓
salken kenal ka otor 🥰🥰
andai jd widya ya 🤔😁
2022-05-04
2
Miss Ayyyu_ptr
knp gak dari kemarin sih ka erna ttg ni nopel😅
2022-03-26
0