Sore hari, saat Lorie dan Ana baru selesai menyusun kembali barang-barang dan perabot Lorie ke tempat semula, suara ponsel Lorie berdering nyaring. Ia mengambil benda itu dari atas meja ruang tamu dan memeriksa ID pemanggil.
“Dari Daniel,” ucapnya dengan suara keras, sengaja agar Ana yang sedang membuat teh di *pantry* bisa mendengarnya.
“Bukan urusanku!” teriak Ana tak kalah keras. Ia sungguh tidak peduli dengan hidup dan matinya Daniel Hill. Ia merasa sangat beruntung karena tidak bertemu dengan bajingan itu selama beberapa hari ini.
Lorie hanya terkekeh dan menjawab telepon dari Daniel.
“Ada apa?” tanyanya.
“*Kamu di mana? Aku ke Spring Mountains, tapi kata pelayan, kamu sudah pulang. Pulang ke mana*?” cecar pria itu.
“Maaf, aku lupa memberitahukannya kepadamu. Aku sudah kembali ke apartemenku.”
“*Oh. Di mana? Kirimkan alamatnya*.”
“Oke. Nanti aku kirim. Ngomong-ngomong, ada apa mencariku?”
“*Aku ingin membicarakan tentang proyek kerja sama kita. Anak buahku berhasil mengundang beberapa profesor di acara amal yang akan diadakan oleh EON’s Company bulan depan*.”
“Secepat itu? Kamu membuatku sedikit kagum,” ujar Lorie sambil menahan senyum ketika melihat Ana meleletkan lidah ke arahnya.
“Aku yakin sebentar lagi akan ada seseorang yang akan terpikat kepadamu,” imbuhnya lagi seraya melemparkan tatapan menggoda kepada Ana, membuat sahabatnya itu mengacungkan tinju ke arahnya.
Terdengar helaan napas panjang dari ujung telepon.
“Aku juga berharap begitu,” ujar Daniel dengan lemah. Seandainya semudah itu untuk membuat Ana tertarik kepadanya.
Lorie menertawakan kesialan Daniel. Siapa suruh menjadi seorang playboy? Sekarang rasakan sendiri akibatnya.
“Baiklah, kalau begitu kamu kirimkan lokasimu. Aku akan segera datang.”
“Oke.”
Lorie memutuskan panggilan telepon, kemudian segera mengirimkan lokasinya kepada Daniel.
“Untuk apa mengundangnya ke sini? Aku akan pulang sekarang!” Ana mendesis kesal. “
“Ana ....” Lorie menghalangi langkah sahabatnya dan mengacungkan jarinya ke udara. “Katakan, kenapa kamu sangat membencinya?”
“Apa? Kenapa masih menanyakan alasannya? Jelas-jelas dia itu brengsek!”
“Aku tahu dia adalah berandalan yang sangat narsis, tapi kenapa kamu sangat tidak ingin bertemu dengannya? Apakah dia mengatakan sesuatu yang mesum atau kurang ajar?”
“Dia pernah memaksa menciumku. Oke? Apa alasan itu sudah cukup?”
“Apa?”
“Dia menarikku ke lorong rumah sakit dan menciumku dengan paksa! Sialan! Itu ciuman pertamaku!”
Lorie mematung sejenak. Ia menatap Ana dengan hati-hati, kemudian bertanya, “Apa kamu memprovokasinya?”
Ia tahu Daniel itu *playboy*, tapi pria itu tidak pernah bertindak sampai di luar batas kalau tidak diprovokasi lebih dulu.
“Aku hanya mengejeknya saja, mengatakan bahwa kamu tidak akan pernah mencintainya. Itu ‘kan kenyataan, kenapa dia harus marah dan melampiaskannya kepadaku? Dasar brengsek!”
Lorie menghela napas dan memijit pelipisnya. Yang satu *playboy* dan emosian, satunya lagi keras kepala dan suka menindas orang. Benar-benar pasangan yang sangat cocok.
Tadinya ia pikir Dokter Ana sangat bijaksana dan dewasa. Siapa yang tahu setelah mengenalnya luar-dalam, ternyata wanita itu sangat kekanakan. Persis seperti Amber. Keras kepala dan tidak mau mengalah.
“Kepribadianmu itu sangat mengerikan, kamu tahu?” tegur Lorie sambil menggelengkan kepalanya. “Kalau terus begitu, tidak akan ada pria yang mau mendekatimu.”
Dokter Ana mendengkus. Siapa pula yang mau didekati oleh makhluk dikotil itu? Hanya membuang-buang waktu dan tenaganya saja.
Untnglah suara bel mengakhiri perselisihan itu. Wajah Ana seketika memucat. Tidak mungkin Daniel tiba secepat itu, ‘kan?
“Aku saja yang buka,” ujar Lorie. Ia bergegas ke depan dan membukakan pintu.
“Halo, Sayang. Aku rindu.” Raymond merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, memberi isyarat agar Lorie masuk ke dalam pelukannya.
“Uhuk!”
Suara batuk dari dalam membuat ekspresi wajah Raymond langsung berubah.
“Ada orang?” bisiknya seraya mengintip ke dalam.
Lorie mengangguk dengan canggung dan menjawab, “Ana sedang membantuku beres-beres.”
“Oh.” Raymong menyeringai kikuk dan melangkah ke dalam. “Maaf, aku tidak tahu ....”
Lorie mengiringi Raymond masuk sambil berkata, “Tidak apa-apa. Kamu beruntung bukan Billy yang ada di sini.”
Raymond terpaksa menyetujuinya. Itu sangat benar. Pria menjengkelkan itu selalu merepotkan setiap kali ia ingin menemui Lorie di Spring Mountains.
“Halo, Dokter,” sapanya saat melihat Ana di ruang tamu.
“Halo juga, Dokter,” balas Ana dengan mimik jenaka. “Sekarang aku tahu apa alasan Lorie bersikeras untuk pindah kembali ke apartemennya.”
Wanita itu bangun dan berjalan menuju pintu.
“Karena kamu sudah datang, aku pulang dulu. Tidak akan mengganggu waktu kalian.”
Lorie tidak menahan sahabatnya lagi. Ia tahu, selain karena kedatangan Raymond, wanita itu juga ingin menghindari Daniel.
“Hati-hati menyetir,” ucap Lorie sambil mengantar sahabatnya ke pintu.
“Hm. Aku akan menghubungimu lagi nanti. Sampai jumpa.”
“Oke.” Lorie melambai dan menunggu Ana menghilang di ujung lorong. Ia lalu masuk dan mengambilkan air putih untuk Raymond.
“Terima kasih,” ucap Raymond seraya menerima gelas dari tangan Lorie.
Cahaya matahari senja menerobos jendela kaca, membias di permukaan air dan memantulkan cahaya warna-warni sekilas. Lorie termenung menatapi Raymond yang sedang minum, jakunnya bergulir naik-turun setiap kali meneguk air. Tiba-tiba ia merasa telah menjadi seorang istri teladan yang baru saja menyambut suaminya pulang kerja.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Hope
andaikan kinara lee masih hidup pst bakalan lebih bagus dan seru jln cerita ya kdg sampai skrg pun msh berharap bahwa kinara lee pura2 meninggal...
2022-05-11
3
VS
cie.. cie... yang lagi merasa jadi 'istri teladan' .. cusss bikin jadi kenyataan
2022-05-01
2
Pooh
raymomd cepet dinikahin lorie nya daripada lepas lagi
2022-03-03
1