Setelah puas mencicipi semua jenis makanan yang ada di kedai pinggir jalan, Raymond mengajak Lorie kembali ke mobil. Rasanya sangat puas melihat kekasihnya itu kekenyangan, wajahnya pun terlihat sangat bahagia. Ia menyalakan mobil dan berkendara menjauhi pusat kota. Ada suatu tempat yang ingin ia datangi bersama Lorie. Ia sengaja mencari referensi dari internet dan akhirnya menemukan lokasi yang sesuai dengan keinginannya: jauh dari kota besar, tapi tidak terlalu jauh dari The Spring Mountains agar tidak terlalu larut saat mengantar Lorie pulang nanti.
“Kita akan ke mana lagi? Perutku sudah tidak kuat menampung makanan apa pun,” ucap Lorie saat menyadari jalanan yang mereka tempuh bukan merupakan jalan untuk pulang ke kediaman keluarga Smith.
“Jangan cemas, aku tidak akan menculikmu,” goda Raymond. “Nafsu makanmu begitu besar, aku pasti bangkrut sebelum menyelundupkanmu ke luar kota.”
Lorie mendelik dan meninju lengan pria yang sedang mengemudi itu dengan kekuatan yang tidak terlalu besar, tapi tetap membuat pria itu mengaduh.
“Salah siapa kamu membeli semua makanan yang enak itu, bagaimana mungkin aku rela untuk menyisakannya,” gerutu Lorie dengan bibir mengerucut.
Raymond terkekeh. “Aku hanya bercanda, aku senang melihat nafsu makanmu yang begitu bagus,” ucapnya kemudian.
“Benarkah?”
“Hm. Lebih montok lebih bagus.”
“Oh. Seperti Alice?”
Raymond menaikkan alisnya dan melirik Lorie dengan ekspresi tak berdaya. Wanita itu benar-benar memiliki perspektif yang berbeda.
Ia hanya bisa mendesah dan menjawab, “Kamu tahu bukan itu maksudku.”
“Memang bukan, tapi tubuh Alice sangat montok dan berisi. Aku yang perempuan saja hampir meneteskan air liur. Kamu pasti sangat senang, bukan?”
Lorie tidak tahu mengapa ia terdengar seperti ingin mencari gara-gara, tapi mengingat bahwa Raymond pernah berkencan dengan wanita iblis itu sungguh membuatnya merasa sangat kesal.
“Kamu sedang cemburu, ya?” tanya Raymond sambil mengulum senyum, sama sekali tidak terganggu dengan emosi Lorie yang tidak stabil.
Sebentar bahagia, sebentar marah-marah dengan alasan yang tidak jelas. Dasar wanita!
“Cih! Siapa juga yang cemburu dengan wanita ja*lang itu!” balas Lorie seraya mencibir.
“Tapi kamu terlihat seperti sedang cemburu.”
“Tidak! Aku hanya ... aku ... itu cuma ....” Lorie memelototi Raymond dengan kejam sebelum berseru, “Kenapa aku harus menjelaskannya kepadamu? Katakan saja, kamu suka karena dada dan bokongnya yang besar, ‘kan?”
Raymond tidak bisa menahan tawa. Ia terbahak hingga terbatuk dengan keras. Tampang Lorie yang sedang cemburu benar-benar sangat imut.
Saat akhirnya tawanya berhasil mereda, pria itu menepikan mobilnya. Ia menggenggam tangan Lorie sambil berkata, “Aku tidak pernah memikirkannya lagi, Lorie. Aku terlalu sibuk merindukanmu ....”
“Ayo, turun. Kita sudah sampai,” sambungnya lagi sebelum Lorie berpikir macam-macam dan kembali berulah.
Lorie tertagun dan mengamati sekitar. Karena terlalu sibuk mencari gara-gara dengan Raymond, ia sampai tidak memperhatikan jalanan yang mereka lewati tadi.
“Di mana ini? Apa yang akan kita lakukan di sini?” tanya Lorie sedikit bingung.
Raymond membuka bagasi dan mengeluarkan sebuah karpet dari sana. Ia menggotong benda itu dan membawanya ke bawah sebuah pohon yang paling besar yang ada di sana. Setelah menggelar benda itu, ia meminta Lorie mendekat dan duduk di atas hamparan karpet.
“Tunggu sebentar,” ucapnya sambil berlari kembali ke mobil.
Pria itu mematikan mesin sehingga nyala lampu yang terang tiba-tiba padam. Pada saat yang bersamaan, cahaya redup yang dipantulkan oleh bulan dan bintang terlihat lebih jelas.
Lorie yang sudah membuka mulutnya untuk protes tiba-tiba bungkam. Ia mengedarkan pandangannya dan terpana untuk waktu yang sangat lama, menikmati kerlip cahaya bintang di langit, juga pantulan cahaya lampu dari bangunan yang berjajar rapi di bawah bukit ....
Wanita itu menoleh ke arah Raymond dan berkata, “Ini sangat indah ....”
“Kamu suka?”
Lorie mengangguk cepat sambil menjawab, “Sangat suka. Cantik sekali.”
“Sangat suka?”
“Um.”
“Kita bisa sering ke sini kalau kamu mau ....”
“Sepertinya akan menyenangkan kalau sambil memanggang daging dan ditambah ... eng ... beberapa botol bir?”
Raymond tertawa.
“Dasar preman!” tegurnya seraya menyelipkan anak rambut Lorie yang meriap ke balik daun telinga. “Kamu harus memperhatikan kesehatan tubuhmu. Kurangi minum minuman beralkohol.”
“Aku tahu ... aku tahu ... tidak minum bir, bagaimana kalau wine?”
Raymond menyentil kening Lorie, membuat wanita itu mengaduh. Bibirnya cemberut.
“Patuh sedikit ... kalau kondisi tubuhmu tidak baik, bagaimana kita punya anak lagi kelak ....”
Lorie tergamam. Mata bulatnya menatap Raymond dengan lonjakan emosi yang kompleks. Pria ini ... apa maksudnya berkata seperti itu?
Wajah Lorie memerah. Ia memalingkan wajah dan tidak berani membalas tatapan intens dari Raymond Dawson. Jantungnya melompat-lompat seperti bola bekel dan hampir tersangkut di tenggorokan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
VS
waktunya ngadon ya kak Ray ? asek..asek..
2022-04-30
2
ten teng
persis mantan pacar(suami)
bersilat lidah mengatakan "akan sangat menyenangkan jika memiliki anak"kode mau buka kunci tapi belon sah.ane cuma bisa nyengar nyengir pe'a😂😂😂😂
2022-03-18
3
Ramlah Rato
👍👍👍❤️❤️
2022-03-05
1