Setelah hampir empat minggu beristirahat di kediaman Keluarga Smith, Lorie akhirnya benar-benar pulih. Bekas luka akibat goresan belati hanya menyisakan segaris merah yang tidak terlalu kentara. Luka lepuhnya akibat disiram air panas oleh Rafael sudah tidak terlihat lagi, begitu pun dengan retak di tulang rusuknya. Paru-paru dan limpanya sudah kembali berfungsi dengan normal, tidak ada sisa pembengkakan. Setelah dokter di rumah sakit melakukan pemeriksaan menyeluruh dan menyerahkan laporannya, Ana mengonfirmasinya lalu melaporkannya kepada Alex.
Alex meletakkan berkas medis milik Lorie di atas meja dan mengangguk puas. Sekarang ia sudah merasa lebih tenang, kalau tidak ... bagaimana ia akan mempertanggungjawabkannya kepada Kinara kelak?
“Ini bukan berarti kamu boleh sembarangan berkeliaran, tidak beristirahat, atau mengonsumsi alkohol. Apa kamu mengerti?” ucap pria itu seraya menatap Lorie dengan tajam.
Lorie hanya bisa mengangguk dengan patuh dan menjawab, “Baik, Tuan.”
Memangnya apa lagi yang bisa ia katakan? Ia tidak punya nyali untuk membantah pria itu. Berbanding terbalik dengan wajah Lorie yang merana, Dokter Ana di sampingnya tersenyum puas. Lorie sangat susah dinasihati. Dia hanya mau menuruti perkataan Alex Smith. Bahkan Raymond Dawson pun tidak berdaya untuk mengontrol wanita keras kepala ini.
“Untuk sementara, kamu tidak perlu mengurusi pekerjaan di kantor dulu. Biar aku yang menanganinya,” ujar Billy yang juga sangat mencemaskan kondisi Lorie.
“Tapi aku—“
“Tidak ada tapi. Kalau kamu terus membantah, aku akan meminta Alex untuk tetap menahanmu di sini!” ancam Billy.
Lorie memelototi Billy dengan sadis. Susah payah ia membujuk Amber agar mengizinkannya kembali ke apartemennya sendiri, sekarang berandalan ini justru mengancam seperti ini, benar-benar minta mati. Tidak mudah meyakinkan Alex, bagaimana bisa ia membiarkannya dirusak oleh Billy.
Oleh karena itu ia segera mengangguk dengan patuh sambil berkata, “Baik. Aku akan tinggal di rumah selama beberapa waktu.”
Ketiga sahabatnya menganggukkan kepala dengan puas. Bukannya kejam, mereka hanya sangat mengkhawatirkan kondisi Lorie. Wanita itu tidak memiliki siapa-siapa untuk melindunginya. Hanya mereka yang dimilikinya sebagai keluarga.
“Tapi ....”
Semua orang langsung menatap Lorie ketika dia kembali bersuara.
“Ada apa?” tanya Alex.
“Bagaimana dengan proyek yang akan kita kerjakan bersama Daniel?”
“Apa dia sudah menghubungimu?”
“Dia bilang akan mengabari dalam waktu dekat ini.”
“Kalau begitu belum pasti, ‘kan?” Giliran Billy yang bertanya.
“Memang belum, tapi—“
“Kita akan membahasnya lagi setelah dia memberi kabar,” sela Alex. “Untuk saat ini, kamu istirahat saja dengan tenang. Kalau ada apa pun yang kamu butuhkan, katakan kepada kami.”
“Baik, Tuan,” jawab Lorie. Karena Alex sudah berkata demikian, ia juga tidak membantah lagi. Ia hanya bisa mengikuti pengaturan yang sudah dilakukan oleh para sahabatnya itu.
“Kapan kamu ingin kembali ke apartemen? Aku akan membantumu berkemas,” ujar Dokter Ana.
“Kalau bisa sore ini. Aku harus membersihkan tempat itu sebelum ditinggali lagi.”
“Jangan khawatirkan soal itu, aku sudah mengirimkan orang untuk membersihkannya,” kata Billy. “Kamu hanya perlu berkemas dan pulang dengan tenang.”
“Lagi pula, kamu ini ... sudah tenang tinggal di sini, kenapa bersikeras kembali ke apartemen?” tanya Dokter Ana.
Billy yang menjawab pertanyaan itu sebelum Lorie sempat membuka mulut. “Kamu ini anak kecil tau apa soal urusan orang dewasa? Dia ‘kan sudah punya kekasih, mana mungkin terus tinggal di sini dan diawasi oleh kita? Bagaimana bisa dia bebas berpelukan atau berciuman dan—Aduh! Kenapa melemparku?”
Billy mendelik ke arah Lorie yang baru saja melemparnya dengan bantal sofa. Sementara Lorie pun balik memelototi pria yang mulutnya tidak memiliki rem itu. Ia sangat ingin mencekoki mulut Billy dengan segenggam cabai!
“Tutup mulutmu!” seru Lorie dengan kesal.
Billy bersikeras. “Kenapa? Aku ‘kan cuma memberitahukan kepadanya apa yang sebenarnya.”
Pria itu lalu menoleh ke arah Dokter Ana dan mengimbuhkan, “Makanya, kamu carilah pacar. Nanti kamu akan mengerti bagaimana rasanya—Aduh!”
Billy memekik lagi ketika dua buah bantal sofa mendarat secara bersamaan di tubuhnya. Kali itu Ana ikut melemparinya dengan bantal.
Billy menoleh ke arah Alex untuk meminta pembelaan, tapi sahabatnya itu hanya mencibir dan tidak mempedulikannya sama sekali.
“Kalian berkomplot untuk menindasku, ya?” serunya dengan kesal.
“Lalu kenapa?” balas Alex sambil mengangkat alisnya.
“Itu ....” Billy sudah hampir menangis. Sungguh memalukan. Sudah setua ini tapi masih saja merasa takut terhadap tatapan tajam yang mengintimidasi itu.
Dokter Ana menyeringai puas. Ia menarik tangan Lorie sambil berkata, “Ayo pergi berkemas. Tidak usah pedulikan berandalan satu ini!”
Kedua wanita itu berpamitan kepada Alex dan pergi, sama sekali tidak menyapa Billy yang menatap kepergian mereka dengan bibir mengerucut.
Sahabat apa'an? Mereka semua itu pembully! Huh. Tentu saja Billy hanya berani mengatakan itu di dalam hati.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Khendiz
makasih.. karna sudah menemani alex...
bagaimna nanti saat dia melihat keiko yaaa
2023-05-23
1
VS
pengalaman pribadi ya Bil ?
ngerti bener ..... 😂
2022-05-01
2
Ramlah Rato
seandainya Kinara Lee masih hidup....😁
2022-03-05
1