Lorie menepis rumput kering yang menempel di celananya, lalu beralih menatap makam Kinara. Wajahnya kembali muram. Sudah cukup lama ia tidak datang berkunjung ke makam sahabatnya ini. Meski begitu, tampak jelas tempat itu dirawat dengan baik. Buket bunga lily dan krisan putih yang ada di atas nisan jelas baru diletakkan oleh Alex, mungkin tadi pagi ... atau sebelum mereka datang tadi. Pria itu tidak pernah melewatkan kesempatan untuk berkunjung ke makam istrinya.
Alex Smith juga sangat murah hati, bersedia memberi tempat untuk penguburan anaknya di makam keluarga Smith karena dia menganggap Lorie sebagai bagian dari keluarga, dan hal itu sungguh membuat Lorie tersentuh.
“Nara, aku titip Kenan ... kelak aku berharap bisa dimakamkan di sisi kalian, dengan begitu aku bisa berjumpa lagi dengan kalian ....” Suara Lorie terdengar kering dan serak, tapi ada doa yang tulus yang terpancar dari hatinya.
Raymond memeluk pinggang Lorie dan berbicara di depan makam Kinara, “Kinara, aku sekarang bersama Lorie. Aku berjanji akan merawatnya dengan baik, akan menjadi suami dan ayah yang hebat seperti suamimu ....”
Mendengar ucapan itu membuat tenggorokan dan hidung Lorie kembali masam. Ia mendongak untuk menghalau butiran air yang sudah hampir bergulir dari kelopak matanya. Seandainya Kinara masih ada, mungkin dia yang paling pertama akan menggodanya karena berkencan dengan Raymond Dawson. Sudut bibirnya berkedut. Rasa hangat, getir dan manis bercampur menjadi satu, membuat hatinya membuncah dan dipenuhi dengan rasa yang ... entah ... ini terlalu kompleks untuk dijabarkan.
Wanita itu mengulurkan tangannya, menggayut di lengan Raymond dan berkata, “Ayo, pulang.”
Senja itu, di bawah bias cahaya matahari yang mulai memudar, Raymond menuntun Lorie kembali ke kediaman utama Keluarga Smith. Simpul yang selama ini menjerat hati mereka kini sudah dilepaskan. Ia hanya bisa berharap langkah mereka ke depannya akan lebih mudah dan ringan.
Hari sudah gelap ketika mereka tiba di gerbang selatan. Raymond menanyakan di mana letak kamar Lorie kepada pelayan, kemudian bersikeras untuk mengantarnya ke sana. Akan tetapi, sebelum mereka mencapai tempat yang dituju, seorang gadis kecil dengan mata bulat seperti kelinci berseru dan menghambur ke arah Lorie saat mereka melewati aula utama.
“Aunty! Aku sangat merindukanmu!” pekik Amber seraya memeluk Lorie erat-erat.
“Hai, Sweetie ... aku juga merindukanmu,” balas Lorie seraya tersenyum lembut. Ia menunduk dan mengusap kepala anak koala yang menempel di kaki dan pinggangnya itu dengan penuh rasa sayang.
“Kata Daddy, Aunty baru saja kehilangan adik bayi. Apakah itu sakit?” tanya Amber sambil mendongak.
Lorie bisa melihat bahwa mata gadis cilik itu berkaca-kaca dan dipenuhi kepahitan. Lorie tahu, meski usia Amber baru akan menginjak delapan tahun, tapi daya tangkap dan nalarnya jauh melampaui usianya. Oleh karena itu ia juga tidak ingin berpura-pura atau menutupi hal itu dari Amber.
“Ya,” jawabnya. “Adik bayinya sudah tidak ada.”
“Aku turut berduka untukmu, Aunty ... apakah Paman Daniel juga bersedih?”
Wajah Lorie menegang, sedangkan ekspresi Raymond terlihat sangat jelek. Lorie menyeringai kikuk dan tidak tahu bagaimana harus menjelaskan hal itu kepada Amber.
Pada akhirnya Raymond yang membuka suara dan “Bayi itu bukan milik Paman Daniel, untuk apa dia bersedih?”
Amber yang tampaknya tidak menyadari kehadiran Raymond langsung menoleh ke sumber suara dan menatap pria dewasa itu dengan mata memicing.
“Aunty, siapa Paman ini?” tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu. Wajahnya tampak sedikit familier. Amber merasa pernah melihatnya di suatu tempat.
“Ini ... dia adalah Paman Raymond.” Lorie menoleh ke arah Raymond dan menambahkan, “Raymond, ini Amber, putri Alex.”
Mata Amber menelisik penampilan Raymond dengan teliti. Gadis itu lalu menarik ujung baju Lorie, memberi isyarat agar dia mendekat.
“Aunty, apa kamu berselingkuh dari Paman Daniel? Paman ini yang waktu itu terus mencarimu, bukan?” bisik gadis cilik itu di telinga Lorie, tapi tentu saja suaranya tetap dapat didengar oleh Raymond.
Lorie tidak tahu harus tertawa atau menangis. Gadis kecil ini benar-benar sangat kepo.
“Aunty tidak berkencan dengan Paman Daniel lagi, apa kamu bisa tidak terlalu penasaran, Nona Kecil?” goda Lorie sambil mencubit ujung hidung Amber. “Ayo, malam ini Aunty akan menemanimu tidur dan bergosip sampai pagi. Bagaimana?”
“Benarkah?” Mata Amber membola dengan penuh sukacita saat melihat Lorie mengangguk dengan mantap.
“Baiklah, aku akan menunggu Aunty di kamar,” ucap gadis itu sambil menyeringai lebar. Ia lalu menoleh ke arah Raymond dan berkata, “Paman, kamu harus menjaga Aunty dengan baik, tidak boleh membuatnya menangis. Kalau tidak, Daddy pasti akan menghajarmu.”
Raymond tertawa tak berdaya. Tak diragukan lagi gadis itu memiliki darah Keluarga Smith. Sangat lucu sekaligus galak dan arogan. Raymond mengulurkan tangan untuk menepuk pipi Amber dan membalas, “Aku berjanji. Sekarang bisakah kamu memberi Paman waktu untuk berpamitan dengan Auntymu yang cantik ini?”
Melihat Raymond yang bersikap manis dan tidak membantah ucapannya, Amber langsung luluh. Gadis itu mengacungkan jempolnya dan segera pergi.
Raymond menghela napas dan menatap Lorie.
“Aku rasa sekarang sudah waktunya untuk aku pergi?” ucapnya dengan sedikit tidak rela.
“Hm. Sampai jumpa besok.”
“Baiklah ... sampai jumpa besok.”
Raymond memeluk Lorie sebentar sebelum berbalik dan keluar dari kediaman Keluarga Smith. Udara terasa dingin dan berangin di luar, tapi seluruh tubuh dan hatinya terasa hangat. Pria itu masuk ke mobilnya dengan wajah yang dipenuhi senyuman. Ia cukup yakin malam ini ia akan tidur dengan nyenyak. Bahkan mungkin cukup beruntung untuk mendapatkan mimpi yang indah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Orie Oliv
Ray Ray,gk ush bnykin ngalu,nanti stress lho
2022-05-08
1
VS
Amber lucu, gemesshh pengin cubit pipinya keras2, tp takut ama papa Alex
2022-04-29
2
Yulla_Gv
😭😭😭msh nyesek aja ingat kisah Kinara Ka
Karyamu bnr" menghanyutkan 🥺👍😍😘
2022-03-28
2