You Are Mine
(Masih) di Red Room.
Di dalam ruangan yang tertutup rapat, terisolasi dari dunia luar beserta segala hiruk-pikuknya, waktu seolah berjalan lebih lambat. Seluruh dunia berputar mengitari sepasang kekasih yang sedang berkomunikasi dengan bahasa cinta yang paling primitif, bahasa yang tidak memerlukan banyak kata untuk menyampaikan apa yang ada dalam hati ... apa yang sedang dirasakan dan apa yang diinginkan.
Punggung Lorie sudah menempel erat dengan dinding, tapi Raymond terus menekannya dengan keras sehingga udara terasa memadat. Jantungnya hampir remuk dan paru-parunya sudah di ambang batas toleransi, tapi rasa manis di dalam mulutnya membuatnya merasa rela mati demi ciuman yang memabukkan itu. Dalam mimpi pun ia tidak pernah membayangkan akan mendapatkan cinta seorang Raymond Dawson. Namun, sekarang lihatlah siapa yang berada dalam dekapannya, siapa yang sedang memeluknya erat dan memporakporandakan akal sehatnya.
Suhu meningkat drastis meski mesin pendingin ruangan mengembuskan udara dingin secara maksimal. Embusan napas yang berantakan bercampur dengan erangan tertahan dan gumaman yang terdengar ambigu. Tidak hanya Lorie, wajah Raymond pun sudah merah padam. Perpaduan antara gairah dan udara yang semakin menipis membuatnya tersengal dan menjauh dari bibir Lorie, lalu sedikit menggeram dengan tidak rela.
Pria itu menempelkan keningnya di kening Lorie, mencoba mengatur degup jantungnya yang melewati ritme yang seharusnya. Sudut bibirnya melengkung penuh rasa puas. Sorot matanya melembut ketika melihat wajah wanita di hadapannya yang merona, terlihat seperti buah persik yang lembut dan manis, membuatnya ingin menggigit dan memakannya sampai habis.
“Geser sedikit,” gumam Lorie tanpa berani menatap mata Raymond. Embusan napas pria itu terasa panas menerpa wajahnya dan membuatnya meremang.
“Nona Lorie, apa kamu sedang merasa malu?” goda Raymond seraya menyentuh sudut bibir Lorie. Basah dan lembab. Ia ingin menjilatnya lagi.
“Kamu! Apa yang kamu lakukan?” seru Lorie seraya berjengit dan meronta untuk melepaskan diri dari dekapan Raymond.
“Menyingkir atau aku tidak akan sungkan menghabisimu!” marahnya lagi saat melihat Raymond tidak berniat melepaskannya sama sekali.
Tatapan Raymond meredup. Ia mengabaikan ancaman itu sama sekali, terus memandangi bibir Lorie yang terlihat seperti sepotong kue yang menggoda dan mengundangnya untuk kembali mencicipi rasanya.
Pria itu lalu bergumam dengan suara serak, “Beri aku sedikit lagi, ya ....”
Lorie melotot dengan ganas. Apanya yang beri sedikit lagi? Pria itu benar-benar semakin tidak tahu malu!
Meski memarahi Raymond dalam hati, Lorie memasang senyum palsu di wajahnya dan bertanya, “Kamu masih mau?”
Raymond mengangguk dengan sangat antusias, semakin mendekat dan mengetatkan pelukannya.
“Tutup matamu,” pinta Lorie.
Raymond menuruti perintah itu dengan patuh, berdebar-debar membayangkan Lorie yang akan berinisiatif untuk menciumnya lebih dulu. Sayangnya, semua bayangan itu langsung buyar saat rasa sakit menyengat pergelangan tangannya. Ia membuka mata dengan bingung dan mendapati Lorie sudah memelintir kedua tangannya ke balik punggungnya. Kapan wanita itu bergerak? Bagaimana dia melakukannya?
“Masih mau lagi?” tanya Lorie dengan penekanan pada setiap suku katanya.
Kali ini Raymond menggeleng cepat sambil berkata, “Tidak. Tidak mau lagi. Sayang, aku tahu aku salah. Tolong lepaskan, ya ....”
Pria sejati tahu kapan waktu untuk menyerang dan kapan waktu untuk menyerah, bukan?
“Kamu yakin?”
“Sangat yakin. Kamu sudah boleh melepaskanku.”
“Bagus.” Lorie tersenyum, tapi sorot matanya malah terlihat sangat menakutkan.
Raymond mengerucutkan bibirnya dan mengeluh dalam hati. Mengapa ia bisa jatuh cinta pada preman ini? Bagaimana bisa ia lupa dulu saat Lorie masih menjadi pengawal Kinara, dia sangat gesit dan kejam. Apakah penampilannya yang lemah lembut saat di Venice itu hanya kamuflase semata?
“Kenapa? Sedang menyesali nasibmu dan menggerutu dalam hati? Kamu masih bisa berubah pikiran,” ucap Lorie sambil menaikkan alisnya. Wajah Raymond Dawson terlihat seperti selembar kertas putih yang polos. Apa pun yang sedang dipikirkannya terpampang dengan jelas dalam setiap ekspresinya.
“Tidak,” balas Raymond cepat. Ia meraih tangan Lorie dan menggenggamnya erat-erat.
“Aku tidak akan menyesal. Tidak akan melepaskanmu. Tidak akan menjauhimu. Akan mencintaimu sampai mati,” imbuhnya dengan penuh kesungguhan.
“Benarkah?”
“Mm-hm.”
“Bagus. Sebaiknya kamu pegang ucapanmu itu. Aku bukan orang yang baik.”
Raymond mengusap puncak kepala Lorie dan membalas, “Aku tahu. Sudahlah, hentikan omong kosong tentang orang baik dan tidak baik itu. Ayo, pulang. Aku akan mengantarmu.”
Lorie menerima uluran tangan Raymond dan berjalan di sisi pria itu. Kehangatan yang menyentuh telapak tangannya perlahan menyebar hingga ke hatinya.
Manis dan hangat ....
***
Haiii....
selamat datang.
aku berharap kalian menyukai kisah ini 😊
Happy reading.
❤
~B
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Marhaban ya Nur17
cerita Daniel ama dokter ana di lapak baru apa thor ???
2024-11-16
0
Elsa Pasalli
Maaci thor...... maaf baru ketemu.... padti sangat seru. 😍😍😍😍😍😘😘😘😘
2023-04-30
0
M akhwan Firjatullah
oh no ...oh no...lorie Raymond yg mana pengawal Kinara ,yah aku lupa, haruskah balik baca dua novel sebalumnya....baca dulu ajalah pelan"
2023-02-07
0