"Astaga Tuhan."Pekik Dokter Andreas melihat kondisi Bianca yang begitu memprihatinkan. Mulai kepala yang di kelilingi oleh perban, dengan kedua pipi yang nampak membiru dengan telapak tangan yang tercekat disana. Dan sudut bibir wanita itu tampak terluka karena saking kencangnya Edward menampar pipi wanita malang tersebut.
Dokter Andreas berjalan mendekati brankar tempat Bianca berbaring. Tampak sebuah alat medis terpasang di sekitar perut Bianca untuk memantau dengan jantung bayi yang ada di dalam kandungan Nya.
"Separah inikah Edward memperlakukan wanita itu?"Tanya Dokter Andreas langsung di angguki oleh Pak Jang.
Pak Jang menatap Bianca dengan penuh arti. Dirinya adalah seorang Ayah yang memiliki Seorang putri, setiap kali pak Jang melihat Bianca di perlakukan tidak ada oleh Edward, pikirannya langsung melanglang buana kepada putrinya yang jauh di seberang kota sana. Pak Jang tidak ingin nasib putrinya sama seperti Bianca.
"Edward Sialan!"Umpat Dokter Andreas dengan mengusap wajahnya dengan kasar.
"Saya benar-benar tidak menyangka Edward dapat berbuat serendah ini pak."Kata Dokter Andreas tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Bianca. Edward yang di kenalnya tidak seperti ini. Dia adalah laki laki yang berhati malaikat yang pernah Dokter Andreas temui. Namun semua sifat dan tutur kata Edward berubah saat pernikahan Edward dan Laura berakhir karena terkena scandal dengan Bianca sehingga membuat wanita itu hamil darah daging Edward.
"Begitupun dengan saya Dokter."Ujar Pak Jang yang sehari hari melihat perlakuan dan perkataan kasar Edward kepada Bianca. Bahkan pernah sekali pak Jang melihat Bianca menangis dengan tersendat sendat setelah Edward mengguyur tubuh mungil itu dengan air panah. Bahkan pak Jang mendengar bahwa Bianca mengatakan kepada Tuhan agar segera mengambil nyawanya karena sudah tidak tahan karena semua penderitaan yang wanita itu alami selama ini.
"Permisi."Sebuah suara mengalihkan intensi kedua laki laki berbeda usia tersebut. Nampak seorang perawat berdiri di belakang mereka dengan menyematkan senyuman di sudut bibirnya.
"Pak direktur."pekiknya dengan mulut yang terperangah. Lantas perempuan itu segera membungkukkan badannya sebagai tanda hormat kepada Dokter sekaligus direktur utama di rumah sakit tempatnya bekerja.
"Ada apa suster Mia?"Tanya Dokter Andreas dengan menatap tajam wanita yang ada di hadapannya. Sehingga membuat perawat yang bernama Mia itu merasa tidak nyaman karena mendapatkan tatapan yang begitu tajam dari atasannya.
"Maafkan saya Pak direktur."Katanya dengan menundukkan kepalanya."Saya disini hanya meminta kepada keluarga pasien untuk mengurusi administrasi Nona Jackson." Sambung perawat itu.
"Pergilah dan katakan kepada pihak administrasi, bahwa akulah yang akan menanggung semua biaya Nona Jackson selama di rawat disini. Dan beritahu kepada Dokter yang menangani Nona Jackson untuk menghadap ke ruangan Saya."Titah Dokter Andreas dengan penuh arti.
"Baiklah pak direktur."Jawab perawat itu. Perawat itu pun meminta izin kepada Dokter Andreas untuk keluar dari ruangan rawat Bianca dan Dokter Andreas pun mengijinkan tanpa berpikir panjang.
"Tunggu dulu."Pekik Dokter Andreas membuat perawat itu menghentikan langkahnya.
"Ada yang bisa saya bantu Direktur?"Ucap Sang perawat.
"Pindahkan Nona Jackson ke ruang perawatan yang lebih layak."Titah laki laki itu kembali.
"Baik Pak Direktur."Jawab perawat itu tanpa berani menatap ke arah Dokter Andreas.
Setelah perawat itu pergi meninggalkan ruang perawatan Bianca. Terjadi keheningan di dalam ruangan tersebut, kedua laki laki itu tampak terdiam dengan sejuta pemikiran yang berkecamuk di dalam diri mereka masing-masing.
"Apakah semua itu tidak berlebihan Dokter?" Seru Pak Jang setelah mulutnya terbungkam untuk beberapa saat.
"Maksud pak Jang?"Alis Dokter Andreas mengkerut lantaran tidak memahami maksud dari ucapan laki laki yang ada di sampingnya.
"Bukankah Dokter mengetahui bagaimana bencinya Tuan Edward kepada Nona Bianca. Lalu Jika Tuan Edward mengetahui bahwa Andalah yang menanggung semua biaya perawatan Nona Bianca."Tutur Pak Jang membuat sudut bibir Dokter Andreas terangkat.
"Biarkan saja Edward mengetahuinya. Karena Aku ingin melihat sejauh mana perubahan Edward selama ini."Bibir Dokter Andreas tampak menyeringai begitu pun dengan tatapan matanya yang penuh arti.
"Maaf Pak Direktur. Sepertinya ada sesuatu hal yang penting sehingga Anda memanggil Saya?" Tanya Dokter yang tadi sempat Dokter Andreas usir.
"Tidak perlu sekaku itu kepada saja Dokter Clarissa."Dokter wanita itu hanya tersenyum pelik mendengar ucapan dari atasannya tersebut.
"Saya hanya ingin bertanya bagaimana kondisi Nona Jackson saat ini."Raut wajah Dokter Clarissa tampak berubah mendengar Nama Bianca di sebut oleh Dokter Andreas. Pak Jang maupun Dokter Andreas melihat jelas perubahan wajah Dokter wanita yang ada di hadapan mereka.
"Untuk saat ini semua nya baik baik saja Direktur. Baik Nona Jackson maupun kedua bayi."Kedua mata laki laki membelik mendengar perkataan dari wanita itu.
"Kedua bayi? Maksud Anda bagaimana Dokter Clarissa."Dokter Andreas memastikan apa yang di dengarnya.
"Nona Jackson saat ini tengah mengandung Bayi kembar Direktur."Jelas Dokter wanita itu.
"APA...!!"
"Hampir saja kami para dokter tidak dapat menyelamatkan ketiganya, karena pendarahan yang di alami oleh Nona Jackson. Terlebih lagi luka luka yang terdapat di bagian punggung Nona Jackson, yang semakin memperparah pendarahan dan kondisi kandungannya"Tutur Dokter wanita itu tanpa ada yang di tutup tutupi.
"Astaga Tuhan."Laki laki itu mengusap wajahnya dengan kasar. Sungguh Andreas tidak pernah menyangka dapat berbuat hal yang sekejam itu.
"Lalu..?"
"Untuk saat ini dan dua puluh empat jam ke depan, Nona Jackson masih dalam pantauan para tenaga medis..."
Di waktu yang bersamaan dengan tempat yang berbeda. Seorang laki-laki tengah bergelung di bawah selimut dengan peluh yang membasahi wajahnya.
"Tidak..! Laura jangan tinggalkan Aku."
Ya dia adalah Edward O'deon yang kini tengah terlelap dengan tanpa bersalahnya setelah menganiaya wanita yang berstatus sebagai istrinya dan mengandung darah dagingnya.
"Laura!"Pekik laki laki dengan membuka kedua matanya. Nafasnya terengah engah seolah olah laki laki itu telah melakukan lari maraton.
"Tidak Laura aku tidak pernah mengkhianati mu. Ini semua hanyalah permainan dari orang orang yang berusaha memisahkan kita."Edward mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Kedua matanya menerawang memikirkan mimpi yang begitu terasa nyata baginya.
Tangan laki laki itu meraba nakas yang ada di sampingnya, Namun tidak menemukan segelas air yang senantiasa berada disana.
"Dasar pelayan bodoh! Sudah berapa kali ku katakan untuk menaruh air di samping tempat tidur. Masih saja tidak melakukannya."Umpat Edward dengan kaki yang mulai menapaki lantai dan berjalan keluar dari kamarnya menuju dapur.
Kedua mata tajam Edward bergerak liar bak seekor elang yang tengah menargetkan mangsanya. Untuk beberapa saat tatapan matanya terpaku ke arah ruangan yang ada di lorong sana, yang lebih tepatnya ruang kerjanya. Sebuah ruangan yang menjadi saksi bisu dimana laki laki itu dengan teganya menyiksa seorang wanita yang berstatus sebagai istrinya. .
Sudut bibir Edward terangkat dan menampilkan sebuah senyuman seringai. Kepuasan begitu membuncah di dalam diri laki laki kejam itu, Tidak ada rasa bersalah ataupun penyesalan yang terbesit sedikit pun di hatinya, Karena melakukan hal yang sangat kejam kepada seorang wanita. Karena memang ini semua adalah balasan bagi orang orang yang telah berani bermain main dengan seorang Edward O'deon.
Suara decitan pintu yang terbuka dan di iringi langkah yang memasuki ruangan menghentikan langkahnya. Kedua matanya menatap seorang laki laki parubaya yang tidak asing di penglihatannya.
"Pak Jang."Ucap Edward membuat atensi laki laki parubaya itu teralihkan dan pak Jang mematung melihat Edward tengah berdiri dan menatap nya dengan penuh selidik.
"Tuan."Ucap pak Jang dengan suara yang tercekat. Dan keterkejutan terlihat jelas di wajahnya yang kian menua.
"Dari mana saja kau..!!"Tukas Edward dengan penuh penekanan.
"Maafkan saya Tuan Edward."Ucapnya dengan menundukkan kepalanya. Pak Jang mengetahui bahwa dirinya salah karena telah melanggar perintah dari Tuannya.
"Aku tidak butuh kata maaf mu pak Jang.
Aku hanya bertanya dari mana saja kau!" Pungkas laki laki itu membuat pak Jang menelan savilanya susah payah.
"Saya membawa Nona Bianca ke rumah sakit Tuan. Maafkan saya Tuan karena telah melanggar perintah Anda."Kata kepala pelayan itu.
"Sialan...!!"Pekik Edward berusaha menahan amarah yang kini mulai menyala dalam dirinya.
"Maafkan saya Tuan. Saya rela jika Anda ingin menghukum saya, karena memang saya bersalah."Katanya membuat Edward menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Pergilah pak Jang. Renungkan lah semua kesalahan mu dan jangan muncul di hadapan saya sebelum saya meminta Anda mendapatkan perintah dari Saya."Tutur Edward tanpa menatap ke arah laki laki parubaya tersebut.
"Baik Tuan."Ucap pak seraya berjalan pergi meninggalkan Edward, setelah meminta izin kepada laki laki itu.
_
_
_
Langit sudah menampakkan warnanya dan sang Surya sudah nampak naik di atas tempat peraduan Nya. Kawanan burung mulai nampak berterbangan meninggalkan sarangnya. Sinar sang Surya membias dan memantulkan cahayanya di setiap sudut tempatnya berpijak.
Kedua manik madu itu mulai nampak mengerjab ngerjabkan matanya dan tidak lama kemudian kedua kelopak matanya mulai terpisah. Kedua Matanya mengedar berusaha memindai sebuah ruangan yang nampak begitu asing baginya.
"Dimana aku?"Ucap wanita malang tersebut. Ruangan yang berdominasi warna putih dan bau bau obatan yang mendominasi ruangan tersebut.
"Apakah Bianca sudah ada di surga?"Lirih Bianca dengan ringisan di akhir kalimat nya, karena merasakan badannya begitu nyeri hingga ke tulang tulangnya.
"Akhh Tuhan."Pekik wanita itu dengan mengigit bibir bawahnya.
"Anda sudah sadar Nona?"Tanya seorang perawat saat baru masuk ke dalam ruangan rawat Bianca untuk memeriksa keadaan wanita hamil itu.
"Kau siapa? Aku dimana?"Pertanyaan itu bertubi tubi keluar dari bibir mungil wanita itu.
"Sekarang Anda ada di rumah sakit Nona. Sudah dua hari anda tidak sadarkan diri."Tutur perawat itu membuat kedua mata Bianca membelik.
"APA...!!"Pekik wanita hamil itu dengan spontan bangkit dari tempatnya.
"Auchh..."Ringis Bianca saat merasakan sakit yang sangat kentara di perut bagian bawahnya dan sekitar punggung Nya.
"Hati hati Nona."Pungkas perawat itu seraya membantu Bianca untuk kembali berbaring di atas brankar rumah sakit.
Bianca tercenung beberapa saat mengingat apa yang membuatnya terbaring lemah di rumah sakit. Bianca tersenyum pelik saat mengingat semua runtutan kejadian kejadian yang membuat fisik maupun psikis wanita hamil itu terluka dan terguncang karenanya.
"Bayiku."Lirih Bianca saat mengingat betapa banyaknya darah yang keluar dari intinya saat Edward menyiksa dirinya.
"Bayi bayi Anda Selamat Nona. Mereka anak-anak yang kuat seperti ibunya."Seru perawat itu seraya memeriksa keadaan Bianca. Mulai dari Cairan infus, tekanan darahnya dan denyut jantung Bianca maupun bayi bayi yang ada di dalam kandungan Nya.
"Bayi bayi?"Cicit wanita hamil itu dengan menyengritkan kedua alisnya."Maksud Anda apa Sus? Saya tidak mengerti."Imbuhnya.
"Apakah Anda tidak mengetahui bahwa kini Anda tengah mengandung bayi kembar."Kata pelayan itu membuat Bianca membolakan kedua matanya.
"Bayi kembar Sus."Lirih Bianca langsung di balas anggukan kepala oleh perawat wanita itu.
"Ya Tuhan..."Bianca membekap mulutnya tidak percaya atas informasi yang baru saja dirinya ketahui. Pantas saja Bianca merasa kehamilannya berbeda dengan wanita hamil pada umumnya. Terlebih lagi perut Bianca yang terlihat lebih besar dari pada usia kehamilan Nya.
"Anda baik baik saja Nona?"Tanya perawat itu yang terlihat khawatir akan kondisi wanita hamil tersebut.
"Iya...?"
"Sebaiknya Anda jangan terlalu banyak pikiran Nona, itu tidak baik untuk kesehatan Anda maupun bayi bayi yang ada di dalam kandungan Anda. Terlebih lagi kondisi kandungan Anda yang melemah setelah pendarahan beberapa hari yang lalu."Seru
perawat itu membuat Bianca tersenyum getir, karena pikirannya kini mengingat bagaimana Edward dengan menggebu gebu nya mencabuki tubuhnya, bahkan tanpa perasaan nya Edward menampar dan membenturkan kepalanya saat Bianca sudah lemah tidak berdaya karena perbuatan laki laki itu.
"Baik Sus saya mengerti."Jawab Bianca dengan senyuman penuh paksaan.
"Jika Anda membutuhkan sesuatu Anda bisa memanggil saya ataupun perawatan yang lainnya Nona."Kata perawat itu dan Bianca hanya menganggukkan kepalanya karena rasa pusing kembali mendera dirinya sekaligus rasa perih luka cambukan Edward yang bergesekan dengan baju pasien yang dia kenakan. Namun Bianca tidak memberi tahukan perawat itu karena Bianca tidak ingin menyusahkan seseorang walaupun itu semua tugas perawat tersebut.
"Saya permisi Nona."Pamit perawat itu sembari membereskan peralatan medis yang sempat dirinya pakai untuk memeriksa keadaan Bianca.
"I-iya Sus."Jawab Bianca dengan terbata bata karena rasa pusing dan perih itu semakin menjadi jadi menyiksa wanita malang itu.
Setelah perawat itu pergi meninggalkan ruangan Bianca. Keheningan menyelimuti ruangan itu, kedua manik Bianca menatap langit langit rumah sakit yang berdomisili warna putih itu. Kesendirian membelenggu wanita itu, tiada satu orang pun yang menginginkan kehadirannya di dunia ini. Baik kedua orang tuanya maupun suaminya, Mereka semua menganggap Bianca adalah benalu yang harus di singkirkan dalam kehidupan mereka. Seorang ibu yang Bianca anggap telah tiada karena melahirkannya, ternyata masih hidup dan memalsukan kematiannya karena tidak ingin Bianca masuk dan kembali merusak kehidupan wanita itu.
"Kenapa Bianca tidak mati saja Tuhan."
Lirihnya dengan air mata yang entah kapan keluar dari matanya.
"Bianca lelah Tuhan..."
"Kapan penderitaan ini berakhir! Tidakkah semua ini telah terlampau jauh Tuhan. Mengapa engkau begitu enggan menghapus semua penderitaan dan kesakitan ku Tuhan. Bukankah sudah Bianca katakan berkali kali Jika kau begitu enggan untuk menghapus semua penderitaan ku, maka cepatlah kau Ambil nyawa Bianca! Karena Bianca sudah tidak sanggup lagi menerima permasalahan permasalahan yang kau gariskan di dalam kehidupan Bianca Tuhan."Kata Bianca dengan tangisan yang menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya.
"Kepada siapa lagi Bianca harus mengadu Tuhan? Tidak ada satupun orang yang menginginkan kehadiran Bianca. Satu satunya orang yang menyayangi telah pergi entah kemana karena kesalahan Bianca."Jika saja Bianca dapat memutar waktu mungkin saat malam itu Bianca tidak memakan makanan yang di bawa oleh liza dan memaksa Liza untuk keluar dari ruangan dimana Bianca di kurung, Mungkin ceritanya tidak seperti ini.
"Apakah Bianca tidak berhak bahagia Tuhan, walaupun hanya seujung kuku?" Ucap wanita itu dengan suara paraunya dan akhirnya ruangan itu di penuhi oleh suara tangisan seorang wanita yang menyayat hati, bagi siapapun yang mendengarnya.
Beberapa saat kemudian. Bianca tengah duduk di atas kursi roda dengan perawat yang mendorongnya dari belakang. Kini Bianca akan memeriksakan kandungannya setelah pendarahan beberapa hari yang lalu.
"Anda baik baik saja Nona?"Tanya perawat itu melihat Bianca sedari tadi hanya terdiam dengan pandangan mata lurus ke depan.
"Saya baik baik saja Sus."Jawab Bianca tanpa mengalihkan pandangannya. Kini perasaan Bianca begitu gugup karena untuk pertama kalinya dirinya dapat melihat perkembangan kedua buah hatinya yang kini tengah berkembang dan berbagi raga dengan dirinya.
Kedua buah hati....
Memikirkan itu semua tanpa sadar membuat sebuah lengkungan di sudut bibir wanita itu. Namun senyuman Bianca sirna seketika saat melihat seseorang yang tidak asing bagi penglihatannya.
"Bunda."Lirih Bianca dengan raut wajah yang memuram. Perasaan bahagia nya kini sirna seketika melihat pemandangan menyakitkan yang ada di hadapannya. Di mana sepasang suami istri tengah menunggu di depan ruangan dokter kandungan yang sama dengan Bianca. Kini pemikiran Bianca berkelana mengapa Sang ibunda berada di depan ruangan dokter kandungan.
"Apakah Bunda hamil?"Cicit Bianca dengan membolakan kedua matanya. Tanpa sengaja tatapan mata Bianca bersitatap dengan sang ibunda membuat wanita setengah baya itu bangkit dan berjalan ke arah Bianca.
"Hati hati sayang! Jangan bergerak dengan tiba tiba seperti itu. Itu bisa membahayakan bayi kita."Seru seorang laki laki yang Bianca yakini adalah suami ibunda Bianca.
"Kau disini?"Ucap Bunda Bianca seraya berdiri di hadapan Bianca dan mensejahterakan tubuhnya dengan Bianca.
"Iya, Nyonya?"Jawab Bianca dengan memilin ujung baju yang dia kenakan. hatinya berdesir dan rasa sakit muncul bersamaan sehingga Bianca enggan untuk menatap wanita yang ada di hadapannya.
"Sayang."Seru seorang laki-laki dengan kedua tangan yang berdecak pinggang di belakang ibunda Bianca.
"Diamlah mas! Aku hanya ingin berbicara dengan wanita ini saja!"Tukasnya dan di balas dengusan kasar oleh laki laki tersebut.
"Kau hamil."Tanya wanita itu melihat perut Bianca yang menyembul di balik pakaian rumah sakit. Bianca mendongkakan kepalanya dan seketika kedua mata ibunda Bianca terbelalak karena melihat hal tersebut.
"Ya Tuhan! Kau kenapa Nak?"Katanya sembari mengelus luka luka yang ada di wajah Bianca. Bianca memejamkan matanya meresapi rasa hangat menjalar di sekujur tubuhnya saat tangan lembut itu merayapi wajahnya. Namun Bianca membuka kedua matanya dan menyentak tangan itu saat Bianca kembali mengingat kebenaran yang menyakitkan baginya.
"Hey..!!"Sargah laki itu itu saat melihat sang istri di perlakukan kasar oleh wanita yang sama tidak dirinya kenal.
"Pergilah."Kata Bianca dengan membuang pandangannya.
"Kau..!"Laki laki itu mengeram amarahnya bahkan tanpa segan menunjuk wajah Bianca.
"Mas Sudah..!!"Ucap sang ibunda seraya mengusap punggung sang suami.
"Tidak Lily, Wanita ini harus di beri pelajaran tentang tata Krama kepada orang yang lebih tua darinya."Ucapnya dengan menggebu gebu.
"Mas..!!"Pungkas Sang ibunda dengan penuh penekanan.
"Tidak untuk kali ini sayang! Aku harus memberi pelajaran untuk wanita ini."Seru laki laki itu dengan suara yang meninggi."Apakah ibu dan ayah mu tidak memberikan mengajari mu tata Krama, sehingga kau berlaku kurang ajar seperti itu."Sambungnya.
"Orang tua?"Cicit Bianca dan entah kapan air mata itu mengembung di kedua pelupuk matanya."Ya, Saya memang tidak memiliki sopan santun Tuan. Karena kedua orang tuan saya sibuk dengan dunianya masing masing. Sehingga melupakan saya sebagai anak mereka! Bahkan ibu kandung saya rela meninggalkan saya karena tidak menginginkan kehadiran saya di dalam hidupnya."Tukas Bianca dengan menyeka air matanya.
Mendengar ucapan dari Bianca entah mengapa membuat sudut hati wanita itu tercekat. Dirinya kembali mengingat seorang bayi mungil yang telah dia lahirkan belasan tahun silam. Tanpa melihat rupa maupun jenis kelaminnya, Dirinya meninggalkan bayi ringkih itu tanpa menoleh sedikit pun kebelakang walaupun suara tangisan bayi itu memanggil dirinya.
"Auchh..!"Pekik Bianca saat perutnya kembali nyeri dan kram secara bersamaan.
"Nona Jackson! Anda baik baik saja?"Tanya perawat itu melihat Bianca memegang perutnya dengan ringisan yang keluar dari bibir mungilnya.
"Perut saya kram Sus."Lirih Bianca dengan menggigit bibirnya karena rasa nyeri itu semakin menjadi jadi mendera dirinya.
"Sus, Bisakah Anda mengantarkan saya kembali ke ruang saya?"Pinta Bianca dengan penuh harap seraya memegang perutnya yang kembali nyeri.
"Baik Nona."Perawat itu pun segera mendorong kursi roda Bianca ke ruang perawatan wanita itu.
Jangan lupa
Like
Comment
Favorit
Vote
Rate
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Gracie
lanjuttt
2022-10-27
0
Gracie
Edward kayanya sakit menatap Thor. kejam banget sih dia
2022-10-27
1
Death angel
sakit yg membuat mental goyah 😞😞😞
2022-07-22
0