Dan seperti biasanya Sang Papah hanya
diam mematung melihat Bianca di perlakuan seperti itu. Tidak ada rasa belas kasihan ataupun cinta di kedua manik mata laki laki parubaya itu. Sang Papah hanya menatap Bianca dengan datar dan penuh kebencian.
"Papah."Panggil Bianca saat Sang Papah beranjak dan akan pergi meninggalkan ruangan itu tanpa menoleh ke arah Bianca.
"SUDAH BERAPA KALI KU KATAKAN BAHWA AKU BUKANLAH PAPAHMU! DAN JANGAN SEKALI KAU DENGAN LANCANG MEMANGGIL SEBUTAN ITU KEPADA KU. KARENA ANAKKU HANYALAH AGNES DAN ARNOLD SAJA!"Pekik Sang Papah membuat Bianca mematung di tempatnya dengan hati yang kembali hancur.
Mata Bianca berkaca kaca dan menatap Sang Papah dengan tatapan mata yang sulit untuk di artikan. Bianca pikir setelah sekian lama mereka tidak bertemu, Sedikit demi sedikit kebencian Sang Papah memudar kepadanya. Namun semua itu hanyalah angan angan Bianca semata. Karena Bianca masih melihat dengan jelas bahwa kebencian itu masih tertanam di dalam hati dan pikiran sang Papah karena melihat sorot matanya.
"Papah."Lirih wanita hamil itu dengan meremat ujung baju yang dia kenakan. Bianca menggigit bibir bawahnya agar isakan itu tidak keluar dari bibirnya.
Tubuh mungil itu terseret seret, saat Para pelayan menarik paksa tubuhnya untuk keluar dari rumah tersebut. Dan Bianca kini terlihat pasrah saat beberapa meter lagi dia akan keluar dari kediaman Sang Papah.
"Lepaskan"Seru Bianca saat mengingat sesuatu yang selama ini Bianca inginkan. Bianca menyentak lengan para pelayan itu dan segera berlari ke arah Sang Papah yang kini tengah menatapnya dengan tajam. Bianca melupakan bahwa kini di dalam dirinya bahwa ada sebuah makhluk kecil yang tengah bergantung hidup kepada dirinya.
"Papah."Luruh Bianca saat tubuhnya tenggelam di dalam dekapan Sang Papah. Rasa hangat mengalir di dalam tubuhnya, Bianca merasakan kenyamanan dan keamanan yang selama ini dirinya di rindukan.
"APA YANG KAU LAKUKAN SIALAN!"Sentak Sang Papah dengan membelikan kedua matanya. Amarah kini membelenggu laki laki parubaya itu, Namun perkataan yang terlontar dari bibir mungil Bianca membuat Sang Papah membeku di tempatnya.
"Apakah ini rasanya di peluk oleh Seorang Ayah?"Lirih Bianca seraya memejamkan matanya meresapi perasaan hangat dan nyaman yang kini wanita hamil itu rasakan.
"Dahulu Bianca selalu menginginkan pelukan ini. Pelukan yang sangat amat Bianca rindukan. Papah tahu, bahwa Bianca selalu merasa iri saat Papah memeluk dan memperlakukan Kak Agnes maupun kak Arlond dengan penuh kasih sayang. Tidak seperti Papah memperlakukan Bianca."Tutur wanita hamil itu dengan tersenyum getir mengingat masa lalunya yang berusaha Bianca lupakan.
"Mengapa Pah? Mengapa Papah begitu membenci kehadiran Bianca? Apa karena kehadiran Bianca ke dunia ini? Tapi Bianca tidak menginginkan hal seperti ini terjadi kepada Bianca pah. Bianca pun tidak bisa memilih di lahirkan dari keluarga bagaimana dan seperti apa pah. Jikalau Bianca dapat memilih, Bianca tidak ingin terlahir di dunia ini jika kehidupan Bianca seperti ini. Jika di lahirkan hanya untuk merasakan kesakitan dan penderitaan saja." Bianca mengeluarkan semua apa yang selama ini dirinya pendam. Wanita hamil itu tidak memikirkan reaksi Sang Papah atas apa yang dirinya ucapkan.
"Apakah Papah pernah memikirkan kondisi Bianca walaupun sedikitpun. Atau Apakah Papah berpikir bagaimana Perasaan Bianca setelah Papah memperlakukan Bianca seperti itu? Tidak adakah rasa kasih sayang Papah kepada Bianca walau sedikit pun?"Ucap Bianca dengan telapak tangannya di letakkan di dada sang Papah yang kini tengah berdetak kencang entah karena menahan amarahnya kepada Bianca.
"Papah tahu bahwa Bianca sangat menyayangi Papah terlepas dari perlakuan papah Kepada Bianca. Ini adalah impian yang paling Bianca inginkan selama ini. Berada dalam dekapan Papah yang Bianca rindukan. Begitu hangat Seolah olah beban yang selama ini berada di pundak Bianca, Sirna seketika."Bianca semakin mengeratkan pelukannya di tubuh kekar Sang Ayah.
"Pah, Bianca sangat sangat menyayangi Papah meskipun Papah tidak pernah menganggap keadaan Bianca di dalam kehidupan Papah. Karena Papah adalah satu satunya orang tua yang Bianca miliki."Ujar Bianca membuat Sang Papah menatap Bianca dengan tatapan mata yang sulit untuk di artikan.
"Pah..."Bisik Bianca mendongkakkan kepalanya dan memberanikan dirinya untuk mengecup pipi Sang Papah.
Agnes yang sedari tadi melihat itupun hanya bisa menggenggam tangan nya dengan erat. Wajah cantiknya memerah padam dan letupan letupan amarah kini membelenggunya. Dengan jalan yang tergesa-gesa Agnes berjalan ke arah Sang Papah dan menyentaknya tubuh Bianca dari dekapan Sang Papah.
PLAK
Tanpa berkata Agnes melayangkan sebuah tamparan di wajah Bianca, Sehingga membuat wanita itu berpaling ke samping.
"Agnes Apa yang kau lakukan?"Pekik Sang Papah dengan meninggikan suaranya kepada Agnes untuk pertama kalinya.
"Papah! Papah berani membentak ku hanya demi wanita murahan ini."Tunjuk Agnes dengan menatap Bianca penuh amarah.
"Bukan seperti itu maksud Papah Nak."Elak Sang Papah dengan mengusap wajahnya dengan kasar.
"Dasar wanita Sialan!"Pekik Agnes dengan berjalan ke arah Bianca. Tangan wanita itu menjambak rambut Bianca dan menyeretnya keluar dari rumahnya.
"Akhhh Lepaskan kak."Rintih Bianca dengan menahan rasa sakit yang menjalar di kepalanya karena jambakan dari Sang Kakak.
"Pergi kau dari sini Wanita Sialan."Usir Agnes dengan mendorong tubuh Bianca setelah keluar dari pintu utama rumahnya.
"Pergi! Sebelum aku panggilkan petugas keamanan di kompleks ini."Pungkas Agnes dengan menajamkan suaranya.
Bianca pun segera bangkit dan menatap Sang Papah dengan menyematkan senyuman Nya. Kini beban yang ada di dalam dirinya Bianca sedikit terangkat setelah memeluk erat Sang Papah walaupun hanya sesaat.
"Bianca pamit Pah. Semoga di masa yang akan datang kita tidak akan bertemu kembali. Karena Jika hal itu terjadi Bianca tidak sanggup lagi melihat kebencian di mata Papah. Dan Jika Suatu saat kita tidak sengaja bertemu, Maka berpura pura lah tidak mengenali Bianca. Seperti yang selama ini Papah lakukan kepada Bianca."Tutur Wanita hamil itu sebelum mengayunkan sepedanya keluar dari kediaman sang Papah.
Setitik demi Setitik Cairan bening keluar dari kedua pelupuk mata wanita malang itu. Rasanya Bianca sudah lelah untuk menjalani kehidupannya saat ini, Ingin sekali Bianca mengakhiri penderitaan dan kesakitan Nya. Namun apalah daya ada sosok yang kini tengah bergantung kehidupan dengan dirinya. Bianca tidak boleh egois, Kini kehidupan Bianca bukan hanya untuk dirinya sendiri. Bianca menghentikan laju sepeda Nya saat sebuah mobil tiba tiba saja berhenti di hadapan Nya.
"Astaga Tuhan."Ucap Bianca dengan mengelus dadanya.
Tidak lama kemudian turunlah seseorang dari dalam mobil tersebut. Kedua mata Bianca membulat saat seseorang yang tidak asing bagi dirinya kita tengah berjalan ke arah Bianca.
"Untuk Apa Kau kemari? Pergilah Pergi..!" Pekik Bianca dengan memundurkan langkahnya. Laki laki itu tidak mengindahkan peringatan Bianca, dirinya tetap berjalan ke arah wanita hamil itu dengan menatapnya dengan sendi.
"Pergilah aku tidak ingin melihat wajahmu?!" Nafas Bianca memburu kilasan kilasan masa lalu kembali bermunculan di dalam pikiran Bianca, membuat wanita hamil itu bergetar karena ketakutan. Saat tubuhnya di tindih dan di cium dengan paksa dan brutal. Teriakan dan air matanya tidak menghentikan laki laki di atas tubuhnya, Bahkan Bianca masih bisa merasakan sakitnya tamparan tangan itu di wajahnya.
"Tolong Tolong."Tubuh Bianca bergetar dengan cairan bening yang tidak henti hentinya keluar dari kedua pelupuk matanya.
"Bianca, Kakak hanya ingin berbicara dengan mu sebentar."Pinta laki laki itu dengan mengatupkan kedua tangannya. Ya dia adalah Arnold kakak satu bapak dengan Bianca, orang yang pernah hampir memperkosa wanita malang tersebut..
"Kau bukan kakakku! Mana mungkin seorang Kakak ingin memperkosa adiknya sendiri." Tukas Bianca berusaha lari dari kakak tirinya. Namun gerakan Bianca kalah cepat dengan sang kakak yang kini tengah membopong tubuh bianca untuk memaksa masuk ke dalam mobilnya.
"Lepaskan aku brengsek!"Bianca memukul punggung Sang kakak bahkan tanpa segan menggigit bahu tegap itu. Namun laki laki itu tidak bergeming sedikitpun bahkan tetap berjalan ke arah mobilnya.
"Diamlah Bianca! jangan bergerak bergerak seperti itu, Jika tidak kau akan terjatuh dan terjadi sesuatu terhadap Calon keponakan ku." Tutur Arnold membuat Bianca seketika itu mengehentikan apa yang dirinya lakukan.
"Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau membawa ku ke dalam mobilmu.?!"Tanya Bianca dengan suara yang menajam begitu pun dengan tatapan Nya, sehingga membuat laki laki itu tersenyum kecil.
"Tenanglah Bianca kakak tidak akan berbuat buruk lagi kepada mu. Kakak hanya ingin meminta maaf saja kepada mu."Ucap Arnold dengan tatapan bersalah nya tersirat jelas di sorot matanya.
Bianca tertegun di tempatnya mendengar apa yang di ucapkan oleh kakaknya. Namun seketika itu Bianca menggelengkan kepalanya saat mengingat betapa jahat dan liciknya laki laki yang ada di hadapan Nya.
"Kau ingin mempermainkan ku kembali?" Arnold menggelengkan kepalanya mendengar apa yang di katakan Bianca.
"Tidak Bia! Kakak serius, Kakak ingin meminta maaf kepada adik kakak atas semua yang telah kakak lakukan kepada mu."Arnold berusaha memegang bahu Bianca, Namun langsung di tepis oleh wanita hamil tersebut.
"Jangan menyentuh ku!"Sergahnya dengan membolakan kedua matanya.
"Apa yang harus kakak lakukan bi, Agar kamu percaya bahwa kakak telah berubah."Arnold kembali mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Saat dimana dia melihat Bianca dalam posisi terendah dalam hidupnya. Jiwanya sebagai seorang kakak tersentil melihat apa yang terjadi kepada Bianca. Terlepas dari apa yang telah dirinya lakukan kepada Bianca di masa lalu.
Bianca menatap mata kakaknya yang tidak terlihat kebohongan sama sekali. Hati Bianca yang lembut dan seputih salju mulai goyah akan ucapan dari sang Kakak.
"Kakak jangan berbohong! Bianca sudah lelah akan permainan takdir ini kak."Bianca menyeka air mata yang tanpa sadar keluar dari matanya dan membasahi pipinya.
"Apa yang harus kakak lakukan agar kamu mempercayai Nya?"Katanya dengan bersungguh-sungguh.
"Apakah kakak serius? Kakak tidak mempermainkan Bianca kan?"Ujar Bianca yang masih tidak mempercayai perubahan sang kakak.
Arnold mengangguk dengan mantap membuat Bianca tidak dapat berkata kata.
"Kakak..."
"Bianca tidak ingin memeluk kakak."Ucap Arnold dengan merentangkan tangannya dan tanpa di perintah dua kali Bianca segera menghambur di pelukan sang kakek.
"Kakak..."Suara Bianca terendam akan pelukan tersebut.
"Maafkan kakak atas apa yang telah Kakak lakukan selama ini. Kakak sangat menyesal, Jika saja kakak melindungi dan menjaga mu Mungkin semua ini tidak akan terjadi kepada mu."Ucapnya dengan nada yang penuh penyesalan.
"Jangan berkata seperti itu Kak! Mungkin ini semua sudah menjadi garis kehidupan bagi Bianca."Bianca semakin mengeratkan pelukannya dari sang Kakak. Karena lagi lagi Bianca merasakan kenyamanan dan keamanan saat di pelukan Sang Kakak, Seperti pelukan Sang Papah yang Bianca rasakan beberapa saat yang lalu.
Deringan Ponsel membuat Bianca melepaskan rengkuhan Nya. Wanita hamil itu terlihat mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya.
"Iya Hallo."Bianca tampak menjauhkan handphone di telinganya karena suara memekikkan di seberang Sana."Iya baiklah Kak, Bianca akan segera kesana."Bianca tampak menghela nafasnya saat seseorang di seberang sana memutuskan sambungan teleponnya.
"Kenapa?"Tanya Arnold yang melihat perubahan wajah Sang Adik.
"Bianca harus pergi kak?"Bianca berusaha turun dari Mobil, Namun tangannya di cekal oleh sang kakak.
"Kemana?Tanya laki laki itu.
"Bianca harus pergi ke jalan xxx kak."Bianca menyebutkan Nama jalan tempat wanita hamil itu berkerja.
"Baiklah biarkan kakak saja yang mengantarkan mu."Laki laki itu tampak enggan melepaskan Bianca. Karena Arnold masih ingin menghabiskan waktunya bersama Bianca, Adik yang selama ini dirinya dan keluarganya sia siakan.
"Tidak perlu kak. Bianca tidak ingin merepotkan kak Arnold. Lagi pula jika Bianca di antar dengan kakak, Bagaimana dengan sepeda Bianca."Tolak Bianca dengan menyematkan senyuman nya.
"Biarkan sepeda mu di antarkan oleh bawahan Kakak."Tukas Arnold dengan tegas.
"Tapi kak..."Sela Bianca Namun langsung di pungkas oleh sang Kakak.
"Tidak ada tapi tapian! Kapan lagi kita menghabiskan waktu berdua seperti ini." Pungkas Arnold.
"Baiklah terserah Kakak."Jawab Bianca
dengan pasrah. Akhirnya mobil itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan padatnya ibu kota.
"Sudah kak, Terima kasih sudah mengantarkan Bianca."Ucap Bianca seraya keluar dari mobil sang kakak.
"Bukankah ini tempat kerja mu? Kau masih bekerja disini?"Seru Arnold dengan menatap Bianca penuh selidik.
"Iya kak, Ada apa?"Jawab Bianca.
"Apakah Suami mu tidak memberikan mu Uang! Sehingga membiarkan istrinya yang sedang hamil bekerja?!"Seru Arnold dengan suara yang menajam.
"Bukan begitu kak, Suami Bianca memberikan Bianca Nafkah. Tapi Bianca merasa kesepian di rumah, Jadi Bianca memutuskan untuk bekerja dan suami Bianca pun mengijinkan Nya..."
Bianca berucap tanpa menatap ke arah Arnold yang kini tengah menatap intens ke arah dirinya.
"Baiklah jika memang itu keputusan mu, Kakak hanya bisa mendukung kemauan mu saja. Asalkan kamu tidak kelelahan dan menjaga keponakan kakak ini."Tutur Arnold seraya mengusap permukaan perut Bianca.
_
_
_
"Bianca ada yang mencarimu."Bianca menghentikan langkahnya saat akan menaruh nampan yang berisi piring kotor saat temannya memanggil namanya.
"Siapa kak?"Tanya Bianca setelah menaruh piring kotor di atas wastafel.
"Tidak tahu bi. Dia tidak memberikan tahukan namanya kepada ku."Ucap nya dengan wajah yang menekuk. Karena kembali mengingat wanita arogan yang memerintahkan untuk memanggil Bianca.
"Kenapa kak?"Tanya Bianca melihat wajah masam kakak senior Nya.
"Tidak apa-apa bi. Cepatlah kau sudah di tunggu oleh wanita itu.!"Pungkas wanita itu.
"Wanita?"Cetus Bianca dengan menyengritkan kedua alisnya.
"Iya, Berhati hatilah sepertinya dia memiliki niat yang buruk kepada mu."Katanya dengan menyipitkan matanya.
"Baiklah terima kasih Kak."Bianca pun berjalan dan menuju tempat yang telah wanita itu jelaskan kepada Bianca.
Bianca mematung di tempatnya melihat sesosok wanita yang tidak asing di penglihatannya. Yang kini tengah menatap Bianca dengan senyuman seringai Nya.
"K-kak Agnes..!"Pekik wanita itu dengan suara yang terbata bata dan kedua mata yang membelik.
Jangan lupa
Like
Comment
Rate
Vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Gracie
Lanjut Thor 🙏💪💪
2022-09-25
1
Gracie
Sedih banget Thorr ceritanya, tapi bangus bangetttttttt
2022-09-25
1
Gracie
enggak ke bayang, kalau di dunia ini ada kisah seperti Bianca
2022-09-25
1