Di sebuah kamar yang berdominasi warna abu dan hitam itu, Terlihat seorang laki-laki bertubuh atletis tengah terlelap di atas tempat tidurnya. Tubuh laki-laki itu terlihat sangat indah saat terkena pantulan cahaya matahari. Tubuh putih pucat, dadanya yang bidang membuat siapa saja tergoda untuk bersandar di kehangatan dada bidang laki laki itu.
Suara nyaring alarm tampak memekikkan telinga siapapun yang mendengarnya. Namun tidak untuk laki laki itu yang masih enggan untuk membuka kedua matanya untuk tetap ingin melanjutkan mimpinya walaupun matahari telah beranjak naik di atas peraduannya.
"Berisik..!"Ujar Edward seraya mematikan alarmnya tanpa membuka kedua matanya
Laki-laki itu kembali pelayaran mimpinya, tanpa melihat sesosok wanita parubaya tengah berdiri berdecak pinggang di samping ranjang miliknya.
"Dasar anak pemalas..!! Sudah siang seperti ini Masih saja tertidur."Gerutu Mamah Eleana dengan berdecak pinggang.
Wanita parubaya itu kembali membangunkan anak laki-lakinya laki yang masih bergulung di dalam selimut yang membungkus tubuh atletisnya. Namun Sang Empu pemilik kamar terlihat begitu enggan untuk membuka kedua matanya.
"Sepuluh menit lagi mah."Jawab Edward seraya membalikkan tubuhnya memunggungi sang Mamah.
Mamah Eleana berdecak dan dengan nafas yang memburu sang mamah mendekati Edward.
Plakk...!!
Plakk...!!
"Aww.... Aww...."Pekik Edward saat Mamah Eleana memukul punggung nya dengan sangat kencang.
"Mah... Sepuluh menit lagi."Pinta Edward dengan wajah yang memelas.
"Tidak ada sepuluh menit lagi! Cepat bangun atau Mamah akan menyiram mu dengan air dingin...!!"Seru Sang Mamah membuat kedua bola maha Edward membulat.
"Mah..."Pekik Edward.
Dan mau tidak mau Edward pun bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan gontai ke arah kamar mandi.
Kamar mandi yang berdominasi warna putih dan abu-abu dengan sebuah jacuzzy di dalamnya dan tidak lupa air mancur kecil yang mengalir di samping dan bebatuan terapi di sudut sudut jacuzzy tersebut.
Edward membuka semua pakaian yang melekat pada dirinya, Sehingga menyisakan ****** ******** saja. Setitik demi setitik air membasahi wajah dan tubuh laki-laki itu sehingga membuat Edward merasa ketenangan di dalamnya.
"Oh God..."Lirih Edward saat air dingin menerpa tubuhnya.
Edward tampak mengerutkan keningnya dan tidak lama kemudian laki laki itu berteriak sekencang kencangnya dan suara teriakan Edward memenuhi ruangan kamarnya. Namun semua orang di luar kamarnya tidak akan mendengar suara teriakan laki-laki itu Karena kamar Edward kedap suara.
Lahir dari keluarga berada tidak serta merta membuat kehidupan Edward bahagia. Memang benar kata orang jika harta tidak bisa membuat hidup seseorang bahagia, Begitu pun dengan kehidupan Edward.
Hidup Edward penuh dengan kemunafikan Kedua orang tua yang berpura-pura bahagia jika di depan umum dengan menutupi kehidupan rumah tangganya yang penuh dengan lika-liku dan teman teman yang ingin mendekati nya hanya demi harta dan tujuan tertentu saja.
Terkadang Edward merasa iri melihat orang orang yang ada di luar sana yang bisa tertawa bebas tanpa memikirkan beban ataupun masalah yang mereka hadapi.
Tidak seperti Edward yang jalan hidupnya pun sudah di tentukan Sebelum laki-laki itu ada di dunia ini.
Terlebih lagi Sang Ayah yang selalu memandang Edward dengan sebelah mata. Dan selalu membandingkan Edward dengan adik laki-laki nya yang selalu terlihat lebih unggul dari pada Edward.
Kaki panjang Edward berjalan satu persatu melewati tangga, Edward terus berjalan tanpa menghiraukan para pelayan yang menyapa dirinya.
Edward tersenyum penuh arti saat melihat seseorang yang tengah duduk dengan menatap tajam ke arah Edward. Laki laki itu pun segera berjalan menuju meja makan dan duduk di bangku yang biasa di duduki tanpa menghiraukan Sang Papah yang kini tengah menahan amarah kepada dirinya.
"Selamat pagi mah."Ucap Edward seraya menghadiahi sebuah kecupan di kedua pipi sang Mamah.
"Pagi juga sayang."Balas sang Mamah dengan seulas senyuman di sudut bibirnya.
"Kau ingin sarapan apa Edward..?"Imbuhnya menatap semua makanan yang ada di meja makan.
"Seperti biasa mah."Jawab Edward seraya menatap wanita yang melahirkan nya dengan penuh arti.
Wanita yang rela menahan sakit di hatinya selama dua puluh tujuh tahun hanya demi dirinya. Wanita yang sangat ingin sekali Edward bahagiakan dan melepaskan sebuah belenggu pernikahan yang selama ini menyiksa batin maupun fisik sang Mamah.
Mamah Eleana segera mengambil selembar roti dan mengoleskan selai coklat untuk menu sarapan Edward.
"Apakah seperti ini sikapmu sebagai seorang O'deon?"Suara yang begitu dingin dan penuh amarah mengalihkan perhatian semua di orang yang ada di meja makan.
"Iya..? Memang apa yang aku lakukan sebagai seorang O'deon?"Balas Edward dengan acuh seraya mengangkat kepalanya Menantang Sang Papah.
"KAU...!!"Pekik Tuan besar O'deon dengan amarah yang semakin membuncah di dalam dadanya.
"Lihatlah anak kesayangan mu itu Eleana, Begitu lemahkan ajaran mu itu kepada anak mu itu. Sehingga membuat dia begitu berani menantang ayah kandungnya sendiri."Sargah Papah Julian menyudutkan sang istri, Membuat Nyonya O'deon menundukkan kepalanya tidak membantah perkataan Sang Suami.
"STOP..!!"Pekik Edward dengan menajamkan suaranya. Laki-laki itu tidak terima saat Sang Mamah di sudutkan seperti itu, karena kesalahan yang tidak pernah wanita itu lakukan.
"Kenapa kau Menyalahkan dan menyudutkan Mamah ku? Tidakkah kau berpikir kenapa perilaku ku seperti ini kepadamu..?!"Kata Edward dengan penekanan di setiap kalimatnya.
"Berani sekali kau meninggikan suara mu kepada Papah mu sendiri!"Sentak Papah Edward dengan mengangkat tangannya untuk menampar anak pertamanya.
"Kenapa..?"Ucap Edward sembari melihat tangan Papah Julian yang mematung di udara.
"Papah ingin menampar ku? Silahkan tampar saja Edward."
"Edward...!!"
"Edward mohon Mah, Untuk kali ini jangan hentikan Edward."
"Papah pikir dengan Papah menampar Edward, Membuat Edward takut kepada Papah?"Pungkas Edward dengan tersenyum menyeringai membuat amarah Sang Papah semakin tersulut.
"Dasar anak tidak tahu diri..!!"Decih sang Papah dengan lirih namun masih terdengar jelas oleh Edward maupun Orang orang di sekitarnya.
"Terserah apa yang ingin Papah katakan..!"
Papah Julian mengepalkan kedua tangannya saat amarah semakin menguasai laki-laki parubaya itu.
"Ckck membuat selera makan ku hilang saja." Batin Edward.
Edward bangkit dari duduknya tanpa menghiraukan Sang Papah yang semakin tersulut amarah karena perbuatannya.
"Edward berangkat Mah."Pamit Edward seraya mengecup pelipis dan kedua pipi sang Mamah.
"Edward habiskan makanan mu dulu Nak." Panggil Mamah Eleana melihat Edward sama sekali belum menyentuh makanan nya.
"Edward sudah kenyang mah."Sahut Edward berlalu meninggalkan ruangan itu dengan sejuta amarah yang membelenggu dirinya.
"Dasar pengecut..!"Decak Sang Papah membuat Edward menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya dengan menatap Sang Papah dengan mengepalkan tangannya.
"Pengecut? Apakah Papah tidak bercermin kepada diri Papah sendiri..?!"Tukas Edward dengan tersenyum miring dan menatap Sang Papah dengan tatapan yang meremehkan.
"KAU....!!"
_
_
_
Edward melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalanan ibu kota. Deru nafas laki laki itu terdengar memburu dan terlihat rahangnya mengeras dengan amarah yang masih menguasai laki-laki itu.
Kilasan kilasan masa lalu silih berganti menerpa pikiran Edward. Masa lalu yang ingin sekali Edward lupakan dan kubur dengan sedalam dalamnya, Sehingga Edward tidak bisa lagi untuk mengingat masa lalu tersebut.
Namun masa lalu itu bagaikan hantu yang datang tanpa di undang dan pergi tanpa di Antar.
Saat Papah Julian membandingkan dirinya dengan Erland adiknya. Saat Sang Papah memarahinya karena Erland terjatuh di hadapan Nya.
Saat Papah Julian lebih memilih menyelamatkan nyawa Erland dari pada dirinya saat Erland dan Edward akan menyebrang di sebuah jalan yang saat itu keluarga nya telah melakukan piknik di sebuah taman kota.
Bagaimana kekhawatiran Sang Papah begitu terlihat jelas, pelukan dan kata kata yang menjabarkan bagaimana perasaan sang papah saat itu. Kemarahan sang Papah dan kata kata makian laki-laki itu lontarkan kepada Edward kecil yang tidak tahu apa-apa.
Dan di mulai saat itulah Edward benih benih kebencian mulai tumbuh di hati Edward kepada ayah maupun Erland adiknya. Dan membuat hubungan Ayah dan Anak maupun Adik dan Kakak berjarak dengan sangat luas bagaikan sebuah samudra.
"Dasar Julian Sialan..!!"Pekik Edward mengumpat nama Sang Papah seraya memukul kemudinya.
Padatnya gedung gedung pencakar langit di ibu kota menjadi pemandangan saat berkendara.
Edward menghentikan laju kendaraannya saat dirinya telah tiba di tempat biasanya Edward menyendiri dan tempat Edward melampiaskan rasa amarah dan kebencian yang ada di dalam dadanya.
"Anda sudah datang Tuan."Sapa bawahan Edward yang melihat keberadaan Sang Tuan.
Dan seperti biasa Edward hanya membalas sapaan itu dengan sebuah deheman, Sembari berlalu pergi meninggalkan bawahannya.
Menjadi pelukis adalah cita cita Edward semenjak kecil dan mempunyai galery lukis sendiri adalah pencapaian terbesar Edward dalam hidupnya.
Sebuah cita-cita yang langsung di tolak mentah mentah oleh Sang Papah, Karena bagai manapun Edward adalah pewaris tahta kerajaan bisnis yang di pimpin oleh sang Papah saat ini.
Papah Julian selalu menghancurkan lukisan yang telah di buat oleh Edward, Jika Sang Papah mengetahui bahwa Edward melukis. Dan setelahnya Papah Julian akan memaki dan melontarkan kata kata kasar kepada Edward bahkan tanpa segan melakukan kekerasan fisik kepada Edward kecil.
"Kaisar...!"Panggil Edward melihat orang kepercayaannya tengah duduk di sofa ruang pribadi Edward di dalam galeri tersebut.
"Tuan.."Ucap Laki laki seraya membungkukkan sedikit badannya di hadapan Edward.
"Bagaimana?"Tanya Edward setelah duduk di kursi kebesarannya.
"Semuanya berjalan sesuai perintah Anda Tuan."Jawab Asisten Kai membuat sudut bibir Edward tersenyum puas.
Malam ini Edward berencana untuk melamar sang kekasih di hari Anniversary Hubungan mereka yang ke tiga Tahun. Dan Edward sudah mempersiapkan sebuah kejutan yang tidak pernah sang kekasih bayangkan sama sekali.
"Baguslah. Kau memang selalu dapat memuaskan ku Kaisar."Ucap Edward dengan seluas senyuman di sudut bibirnya.
"Itu semua tidak seberapa dengan kebaikan yang Anda lakukan kepada saya Tuan."
"Bulan ini gajimu akan naik lima puluh persen."Kata Edward.
Tatapan Edward menerawang memikirkan bagaimana reaksi sang kekasih setelah mengetahui kejutan dari Edward.
Memang sudah sering kali Sang kekasih Edward memberi kode untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Akan tetapi Edward pura pura tidak memahami nya dan mengalihkan obrolan mereka.
Bukannya Edward tidak ingin melanjutkan hubungan mereka ke arah yang lebih serius. Akan tetapi melihat pernikahan kedua orang tuanya, membuat Edward memikirkan berulang kali untuk membangun sebuah berumah tangga.
Jangan lupa Like Comment Rate dan Vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Jayna
Gak pernah baca cerita ini sebelumnya
2022-09-22
1
Jayna
Sumpah Thorrrr ceritanya keren banget
2022-09-22
1
Jayna
Seru banget Thorr 😘😘😘
2022-09-22
1