Zia masih duduk menatap Bryan yang terus berbincang dengan Papanya dan rekan lainnya, Setiap gerakan tubuhnya membuat Zia begitu tertarik hingga membuat tatapan matanya tak berkedip.
Bibir yang terbilang mungil. Namun cukup tebal dan marah natural menjadi salah satu daya tarik tersendiri untuk Zia, Apa lagi saat Ia mengukir senyum, Membuat dirinya ikut tersenyum dengan sendirinya. Ditambah dengan hidung mancungnya alis tebal dan mata indahnya, Itu benar-benar membuat Zia tidak bisa melepaskan pandangannya meski hanya sedetik saja.
"Toilet nya di mana?" pertanyaan Bryan mengagetkan Zia, Apa lagi saat Bryan berdiri di depannya. Zia sampai mendongak ke atas melihat tubuhnya yang terlihat lebih tinggi dari Papanya.
"Ada di belakang, Samping dapur." saut Faraz.
"Atau sekalian saja Ke kamar tamu, E-e Zia, Panggil Bi Asih agar mengantar Tuan Bryan ke kamarnya, Malam ini Tuan Bryan akan menginap di sini."
"B-b... Biar Zia aja Pa." jawab Zia cepat.
"Tumben, Biasanya di suruh gak pernah mau?"
"E-em lagi pengin jadi Anak nurut saja, Hehehe."
"Ya udah sana, Habis itu langsung tidur."
Zia mengangguk dan berjalan di depa Bryan.
Rumah yang besar dan luas membuat keduanya membutuhkan waktu beberapa menit sebelum sampai ke kamar tamu, Kesempatan ini di ambil oleh Zia dengan menghentikan langkahnya dan menoleh menatap Bryan yang jarak tingginya cukup jauh darinya.
"Ada apa?" tanya Bryan dengan menaikan alisnya.
"Om, Tingginya berapa sih tinggi banget?"
"Kamu berhenti hanya untuk menanyakan ini?"
"Iya, Pengin tau aja, Abis Zia liat Om, Harus dongak gini." Zia lebih menengadahkan kepalanya atas sampa lehernya terlihat semakin jenjang.
Bryan tertawa menggelengkan kepalanya.
"183cm," ucap Bryan yang kembali melangkah mendahului Zia.
"Wow pantas saja. Dia lebih tinggi 3cm dari Papa," batin Zia yang bergegas menyusul langkahnya.
Zia yang memang gadis ceria yang tidak segan mengekspresikan perasaannya terus mencari cara agar Ia bisa berbicara dengan Bryan.
Zia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini seperti sebelumnya hingga membuat dirinya tidak bisa tidur nyenyak.
"Om kalau ada apa-apa panggil Zia ya," ucap Zia sambil melangkah keluar.
Bryan hanya tertawa menggelengkan kepalanya. Melihat tingkah Zia membuat Bryan teringat pada putrinya yang tenngah menempuh pendidikannya di salah satu universitas di Jawa tengah.
"Baiklah, Terimakasih ya, Sekarang Kamu istirahat."
Suara lembutnya melelehkan hati Zia yang memang sejak kecil di perlakukan begitu istimewa oleh sang Papa, Mungkin karena itu juga Zia begitu tertarik dengan Pria yang jauh lebih dewasa darinya, Menginginkan sosok seperti Papanya yang selalu romantis pada sang Mama meskipun usianya tidak lagi muda.
🍃 Pagi Hari 🌻
Seluruh keluarga sudah berada di meja makan.
Alia sibuk menyajikan hidangan untuk suami dan Anak-anaknya.
Sementara Zia gelisah menantikan si pencuri hatinya.
"Semalem kok pada gak keluar kamar, Gak nemuin tamu Papa?" pertanyaan Faraz pada Zayn dan Zayd mengagetkan Zia.
"Tidur cepat Pa," saut Zayn.
"Tumben," ucap Alia.
"Dan Zayd?"
"Ada pekerjaan yang harus di selesaikan." saut Zayd.
"Oh, Ya sudah, E-e... Zia panggil Bi Asih suruh antar sarapan ke kamar Tuan Bryan, Takut Dia merasa gak enak makan bersama Kita."
"Biar Zia aja Pa,"
Faraz mengernyitkan keningnya menatap sang Putri yang begitu bersemangat, Padahal sebelumnya paling males kalau di suruh-suruh.
"Kenapa Papa melihatku seperti itu?"
"Cuma heran saja, Sejak semalam Kamu jadi rajin banget,"
"Zia kan sudah cukup dewasa Pa, Bentar lagi kelas 3, Masa mau manja terus." tanpa menunggu perintah lagi dari Papanya, Zia mengambil dua lembar roti selai dan segelas susu.
Faraz menatap punggung Zia dengan heran.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk."
"Om."
"Zia."
Zia meletakkan nampan di meja dan melihat Bryan yang tengah mengemasi pakaian ke koper tanpa melihat sarapan yang Ia bawakan untuknya.
"Om kok udah beres-beres aja, Emang Om mau pulang sekarang?"
"Iya, Kan harus kerja."
"Dan setelah kerja?"
Bryan terseyum menatap Zia
"Setelah kerja ya pulang, Kemana lagi."
"E-e maksudnya Om gak pulang kesini lagi?"
"Ya nggak lah, Om nginep di sini itu karena dari Semarang langsung ke kantor, Setelah itu kemari, Jadi Om minta izin menginap satu malam di sini."
Zia yang mendengarnya merasa sedih, Padahal Zia berharap Bryan menginap lebih lama lagi di rumahnya.
"Eh Kamu bawa sarapan untuk Om?"
Zia menoleh ke nampan yang Ia bawa dang menganggukkan kepalanya.
Bryan langsung duduk dan meminum susu sebelum melanjutkan menyantap roti tawar yang belum di olesi selai itu.
"E-e biar Zia yang olesin." Zia bergegas duduk di depannya dan mengolesi roti tersebut.
"Makasih loh Zia, Mau repot-repot bawain Om sarapan, Anak Om aja tidak pernah melakukan ini pada Om."
Zia langsung menjatuhkan pisau selai di tangannya. Ia benar-benar terkejut mendengar apa yang Bryan katan, Zia yang begitu terpikat dengan Bryan tidak pernah terpikir jika Bryan telah menikah apa lagi memiliki Anak, Fokusnya hanyalah bagaimana bisa mendekati Om Bryan yang telah mencuri hatinya.
"Zia,"
"Hagh!
"Boleh Rotinya Om makan?"
"E-e ya, Om." Zia memberikan roti yang masih di tangannya dengan gugup karena masih tidak percaya dengan apa yang Ia dengar.
"Tadi Om bilang Anak Om, Jadi Om sudah menikah dan memiliki Anak?"
"Memangnya tampang Om terlihat belum menikah?" ucap Bryan terseyum dan sambil terus menikmati sarapannya.
Zia terdiam, Ia benar-benar merasa patah hati dengan apa yang baru saja Ia dengar.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
duuhh Zia Zia,,, langsung down
2025-01-02
0
Qaisaa Nazarudin
Oh sorry thor,Bryan umur 21 tahun lebih tua dari Zia,.Ku pikir umur Bryan 21 tahun..Hadeh ni salah paham nih ku baca di sinopsis nya,maaf banget ya thor🙏🙏🙏😁
2024-10-07
1
Qaisaa Nazarudin
Emang umur berapa nikahnya anaknya aja udah sekolah,Bryan nya baru 21 tahun 🤔🤔
2024-10-07
0