Tak cocok

“Siapa sih, lo? Kok, lo bisa tahu gue sama Abi yang jadi koordinator. Padahal gue sama dia belum kasih pengumuman dan Cuma buat gc doang.” Caca ingin menyemburkan tawanya jika tidak melihat raut kesal gadis itu.

“Gue Crystal. Calon istri Kak Abi!”

Caca menutup bibirnya dengan sebelah tangan untuk meredam tawanya yang semakin ingin keluar. Ia bahkan menahan napasnya sejenak untuk menahan rasa geli yang tiba-tiba mengerubungi dirinya.

Ah, Caca baru ingat. Gadis ini yang kemarin dibicarakan oleh Maya dan Sofi. Gadis yang katanya sangat suka mencari perhatian kepada para kakak tingkatnya terutama pada Abimanyu. Sekarang Caca tahu, gadis itu sangat menyukai suaminya hingga dia mengaku sebagai calon istri Abimanyu.

Caca berdeham sekali, mengurangi rasa geli juga kecanggungan di antara mereka. Ia meletakkan ponselnya ke atas meja, diikuti lipatan kedua tangannya. Gadis berkacamata itu tampak memandang Crystal dengan seulas senyum mengejek.

“Nona Crystal calon istrinya Abimanyu. Begini, ya. Gue itu jadi koordinator bukan karena kemauan gue. Gue juga terpaksa, dan kalau lo nggak terima, lo bisa ngomong langsung ke Bu Siska,” tutur Caca pelan. Sebelum Crystal menjawab, Caca beranjak berdiri, berlalu meninggalkan Crystal yang tengah menahan rasa kesal.

“Kenapa harus saya dan Abi, Bu?”

“Ya, karena menurut saya kalian memiliki potensi untuk itu. Anggap saja sebagai pengalaman untuk tahun berikutnya.”

“Tapi, Bu, saya–”

“Saya tidak menerima penolakan dari kamu Caca. Jika saya sudah memutuskan, maka tidak boleh ada yang membantah, kamu pasti tahu itu!”

Caca menghela napas pelan. Mengingat percakapan dengan ibu dosen yang seenaknya sendiri cukup membuatnya kesal. Namun, ia tidak ingin terlalu menyimpan rasa kesalnya. Toh, semua ini akan bermanfaat untuk ke depannya.

Sebenarnya Caca tidak masalah menjadi koordinator, tetapi jika disandingkan dengan Abimanyu, ia takut malah akan merusak kegiatan itu seperti yang Crystal katakan. Mengingat bagaimana hubungan mereka selama ini Caca menjadi tidak yakin.

**

“Ini benaran lo sama Caca yang jadi koordinator?”

Abimanyu mengangguk sebelum memakai helmnya.

“Wah, bisa perang mereka. Seru keknya tahun ini,” kelakar Aldi, mendapat jitakan pada kepala pemuda itu.

“Seru pala, lo!” ketus Abimanyu.

Ia semakin tak yakin bagaimana jadinya mereka berdua nanti saat harus mengatur kegiatan bersama. Tadi saja saat menentukan rekan, mereka lebih banyak berdebat daripada berdiskusi.

Selama di rumah mereka memang jarang berinteraksi, karena merasa canggung satu sama lain. Namun, kali ini sepertinya mereka tidak bisa saling menghindar dan akan lebih sering bersama saat di kampus.

Astaga! Abimanyu menggeram dalam pikirannya. Jika saja ada kamera di sampingnya, mungkin saat ini dirinya sudah melambaikan tangan. Ia menyerah dengan keadaan yang ... ah, sudahlah.

Sedetik sebelum Abimanyu menyalakan mesin motornya, Aldi bertanya kembali mengenai alasan Abimanyu setuju saat digandengkan dengan Caca.

Kembali memutar kunci pada bagian off, Abimanyu menatap si kembar lantas menjawab, “Lo pasti tahu lah, gimana Bu Siska itu. Gue sama dia mana bisa nolak.”

Abimanyu kembali memutar kunci. Ia mengacungkan kepalan tangannya, saat Aldi hendak membuka suara kembali. Abimanyu sudah sangat lelah dan ingin segera beristirahat di rumah.

“Udah, Aldi nggak usah diladenin,” ucap Aldo sembari mendorong tubuh adik kembarnya menjauh dari motor Abimanyu. Pemuda itu pun berterima kasih kepada Aldo sebelum melajukan motornya menuju jalan raya.

Hari sudah beranjak gelap saat Abimanyu menyusuri jalan. Lampu-lampu mulai menyala, mendampingi para pengendara yang hendak pulang ke rumah mereka.

Seperti biasa pemuda itu melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Menikmati langit yang mulai berubah warna.

Dalam perjalanannya, Abimanyu tampak bersenandung lirih. Baginya, menyanyi dapat membangkitkan lagi suasana hatinya yang sedang dalam keadaan buruk. Ia merasa hari ini adalah kejutan terbesar, karena selama mengenal dan bermusuhan dengan istrinya, ia dan gadis itu tak pernah sekali pun terlibat dalam satu acara yang sama. Dan mereka yang sejak dulu memang tak cocok, membuat keduanya sering cekcok. Abimanyu merasa mereka sangat tidak cocok untuk menjalin hubungan. Namun, anehnya saat ini mereka berstatus sebagai suami istri dadakan.

Menghela napas lemah. Mengingat akan hal itu selalu sukses membuat kepala Abimanyu menggeleng tanpa sebab. Saat ini, pemuda itu juga tengah menggeleng dan berusaha fokus pada jalanan. Namun, pada satu titik Abimanyu melihat seorang gadis berjongkok di samping motornya. Dari kejauhan ia bisa mengetahui siapa gadis itu dan ia berusaha tak peduli. Namun, hati nurani Abimanyu berkata lain. Pemuda itu membawa motornya untuk menepi dan menyapa gadis tersebut.

“Kenapa motor, lo?” tanya Abimanyu sembari mematikan mesin motornya.

Gadis itu mendongakkan pandangan dari ban motor yang terlihat kempes. Ia berdecak, kemudian menjawab, “Ban gue bocor, duhh mana bengkel jauh banget dari sini.” Ia mengeluh jengkel. Bibirnya mengerucut menahan rasa kesal.

“Mau bareng gue aja, Ca?” tawar Abimanyu spontan.

Caca menyipitkan matanya, tak percaya dengan penawaran Abimanyu. Tumben baik, batin gadis itu.

“Ada motif apa lo nawarin gue tumpangan?” tuduh Caca. Matanya menyipit curiga kepada sang suami.

Abimanyu mengerjap, ia sendiri tak mengerti kenapa tiba-tiba memberi tawaran kepada istrinya. Ah, mungkin karena rasa kemanusiaan gue lagi bangun, batinnya. Netranya berubah malas menatap sang istri.

“Gue nawarin tumpangan karena gue baik. Jadi, kalau lo nggak mau nggak masalah. Gue juga nggak rugi,” balas pemuda itu seraya memutar kunci dan hendak menyalakan motornya kembali. Namun, gadis berkacamata itu menahannya

“Eh” Caca mendekati Abimanyu. Netranya melirik sekitar, matahari telah tenggelam dan langit sudah sangat gelap. Caca tentu saja tak berani jika harus di sana sendiri.

“Iya, gue mau. Sensitif amat si Bapak. Bentar tapi, gue mau telepon bengkel dulu,” ucapnya kemudian. Ia lantas segera mengambil ponsel untuk menghubungi bengkel langganannya, dan menyuruh salah seorang karyawan kafenya menunggu di sana. Tak lupa ia menyuruh karyawannya untuk membawa motornya terlebih dahulu jika sudah beres nanti.

Setelah selesai menghubungi bengkel, Caca naik ke motor Abimanyu. Ia berkata sudah pada suaminya itu. Tak lama kemudian motor itu melaju pelan meninggalkan motor Caca sendiri.

Dalam perjalanan, decakan Caca terdengar. Beberapa kali gadis itu juga mendengkus kesal. Ia merasa tengah dibonceng sepeda, karena melaju sangat pelan. Gadis berhelm hitam itu tak biasa berkendara dengan kecepatan di bawah rata-rata.

“Lo bisa nggak sih agak cepet dikit?” tanya Caca mencibir.

“Lelet banget jadi cowok,” imbuhnya mengejek.

Abimanyu melirik istrinya dari kaca spion. Ia memutar mata jengah mendengar ucapan gadis itu. Namun, sekelebat ide gila tiba-tiba muncul dalam kepalanya.

“Weeii”

Caca hampir terjengkang ke belakang saat tiba-tiba Abimanyu menarik tuas gas sangat dalam. Tanpa sengaja Caca memeluk pinggang pria itu, karena melaju sangat cepat. Bahkan mereka melewati beberapa kendaraan hanya dalam waktu beberapa detik.

“Gila, ya, lo?” teriak Caca tepat di samping telinga Abimanyu yang tertutup helm.

“Nggak denger!” balas pria itu tak kalah berteriak. Ia kembali melajukan motornya semakin cepat. Membuat Caca semakin mempererat pegangannya pada pemuda itu.

Caca merasa jantungnya hampir terlepas saat ini. Ia menyesal telah mengompori suaminya untuk melaju lebih cepat, karena ternyata pria itu seperti hendak membawanya ke dunia lain.

Netra Caca terpejam. Helm yang sedari tadi bertengger di kepalanya terasa akan terbang, jika kepalanya tak ia sandarkan pada punggung pria itu. Hingga tak lama kemudian ....

Cittt

Motor itu berhenti sempurna di garasi rumah Abimanyu. Caca yang sejak tadi memejamkan mata, tak sadar akan hal itu. Ia bahkan belum melepaskan pegangannya pada pinggang Abimanyu, hingga suara pemuda itu membuka mata Caca.

“Lo mau turun, atau mau gini terus sampai nanti malem?”

Caca mengerjapkan mata bingung. Setelah menyadari bahwa mereka telah berhenti, gadis itu sontak menjauhkan tubuhnya dari Abimanyu.

“Mau ngajak mati, ya, lo?”

Alis Abimanyu naik bersamaan dengan helmnya yang terlepas.

“Bukannya lo yang nyuruh gue cepet?”

Caca kicep mendengar Abimanyu membalikkan ucapannya. Memang benar Caca yang meminta Abimanyu melajukan motor lebih cepat, tetapi bukan seperti itu juga. Tak ingin lagi berdebat, Caca melenggang pergi dari sana, bahkan tanpa mengucapkan terima kasih pada suaminya yang telah membawanya pulang ke rumah dengan selamat.

Decakan Abimanyu keluar begitu saja melihat kepergian Caca. Ia pun segera menyusul istrinya yang sudah tak terlihat, atau mungkin sudah masuk ke dalam kamar.

Saat melewati ruang tengah, Abimanyu melihat adiknya bermain game. Ia menatap sekeliling, tetapi tak ditemukannya sang ibu tercinta. Abimanyu pun mendekati adiknya dan bertanya di mana wanita itu saat ini.

“Bunda sama ayah lagi ada acara makan malem di rumah temen ayah. Katanya, nanti kalau mau makan suruh minta Kak Caca masak atau kalau nggak mau masak, order aja nggak papa,” jawab remaja itu tanpa menolehkan kepala. Ia fokus terhadap ponselnya.

Abimanyu menatap adiknya datar, lalu berkata, “Di, lo tu udah berapa kali sih dibilangin bunda?, kalau diajak ngobrol tuh mata lo jangan ke hp.”

Dio menggigit lidahnya. Ia lupa, sangat lupa akan aturan itu. Salah kakaknya juga, bertanya pada saat ia sedang bermain game. Namun, alih-alih membantah, remaja itu meminta maaf pada kakaknya setelah ia meletakkan ponselnya di atas meja.

“Kalau bunda atau Bang Riyo tahu, bisa disita hp lo berminggu-minggu,” ujar pemuda itu menakut-nakuti.

Dio membulatkan matanya. Ia menggenggam lengan kakaknya erat. “Please, lo jangan ngadu ke mereka, gue janji nggak akan gitu lagi,” pinta Dio memasang wajah memelas.

Selain Nabila, kakak pertama mereka juga selalu bertindak tegas kepada seluruh anggota keluarga. Pria yang sering dipanggil Bang Riyo itu tak segan-segan menghukum siapa saja yang salah di antara adik-adiknya.

Abimanyu sendiri pernah merasakan hukuman sang kakak, gara-gara dia membolos sekolah. Abimanyu tidak boleh membawa motor ke sekolah selama satu bulan penuh. Ia akan berangkat bersama kakaknya dan akan dijemput saat waktunya pulang sekolah.

“Jangan lo aduin, ya, Bang. Gue beneran takut sama Bang Riyo,” pinta remaja itu lagi. Raut wajahnya terlihat begitu khawatir.

Abimanyu menaikkan kedua alisnya, berpikir. Tak lama kemudian ia menggeleng.

“Bang,” rengek Dio, membuat Abimanyu tertawa.

Sudah lama rasanya Abimanyu tak menjaili adik bungsunya ini. Dan tampaknya bocah itu masih seperti dulu, mudah dihasut dan dibohongi.

“Iya, nggak bakal gue aduin. Asal duit jajan lo buat gue, gimana?”Alis Abimanyu naik turun menggoda. Namun, tak lama kemudian ia tertawa melihat raut wajah adiknya berubah kesal.

Pemuda itu pun beranjak berdiri. Menepuk bahu remaja itu dua kali. Kemudian meninggalkan sang adik yang masih memasang muka kesalnya.

**

“Ayah sama bunda pulang malem, Di?” tanya Caca seraya menaruh nasi goreng ke atas piringnya. Mendapati adik iparnya mengangguk, ia pun turut mengangguk tanda mengerti.

“Lo nggak makan, Bi?” Caca beralih pada Abimanyu yang sedari tadi hanya memandang nasi goreng buatannya saja. Bahkan piringnya masih kosong tak terisi apa pun.

Abimanyu menoleh. Ia menjawab seraya beranjak ke dapur membawa serta piringnya. “Gue bikin mi instan aja.”

Seraut rasa kecewa tampak pada diri Caca. Gadis itu merasa Abimanyu keterlaluan dalam membencinya, hingga masakannya tak pernah disentuh oleh pemuda itu sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah itu.

Sedari awal Caca penasaran, kenapa Abimanyu tak pernah menyentuh hidangan buatannya. Namun, hingga sekarang pun Caca belum mendapatkan jawabannya. Dan ia berspekulasi bahwa pemuda itu sangat tidak menyukainya.

“Dio, gue ke kamar dulu, ya. Lo abisin aja nasi gorengnya,” ucap Caca pada adik iparnya. Setelah itu ia beranjak dari meja makan. Rasa kecewa itu membuat selera makannya hilang begitu saja.

Keesokan harinya Caca dan Abimanyu berkumpul bersama beberapa temannya yang akan ikut serta sosialisasi kampus. Di sana Caca tampak diam, karena Abimanyu yang menjelaskan alur kegiatan mereka. Selain itu, gadis berkaca mata itu masih merasa dongkol dengan sang suami, karena lagi-lagi Abimanyu tak melirik masakannya. Sebagai seorang wanita, ia merasa sangat kecewa pada pemuda itu. Ia merasa tidak dihargai oleh suaminya sendiri.

Setelah selesai menjelaskan dan membagi kelompok beserta wilayah yang akan didatangi, Caca bergegas undur diri, karena ia diminta Banyu pergi ke sebuah pusat perbelanjaan untuk menemui seorang klien yang akan menyewa salah satu restoran pria itu.

Gadis itu tampak santai menyusuri keramaian mal meskipun sendiri. Hal ini cukup membuat suasana hatinya lebih baik. Rasa dongkol pada Abimanyu juga berangsur berkurang. Bahkan ia tadi menyempatkan diri meminta izin pada Abimanyu dan berkata mungkin akan pulang malam. Meskipun mereka sering berseteru, Caca masih cukup menyadari kewajibannya sebagai istri untuk tetap meminta izin jika hendak pergi ke mana saja.

Setelah sampai di salah satu food court, tempatnya berjanjian dengan klien sang ayah. Caca memindai seluruh penjuru food court dengan ponsel menempel pada telinganya. Hingga seorang wanita dewasa melambaikan tangan dan Caca pun menghampiri wanita tersebut.

“Maaf terlambat,” ucap Caca pada wanita itu. Ia menarik kursi di depan wanita dewasa yang memiliki usia berkisar tiga puluh tahunan.

“Tidak masalah. Saya juga baru saja sampai,” jawab wanita itu ramah. Ia memanggil salah seorang pramusaji dan memesan minuman untuk menemani mereka berdua.

“Ayah juga meminta maaf tidak bisa menemui Anda secara langsung, karena ayah sedang ada urusan lain di luar kota.” Caca menyampaikan pesan Banyu. Setelah wanita itu menjawab tidak apa-apa, Caca tersenyum lega, karena wanita itu mengerti.

Satu jam berlalu cukup cepat dan diskusi mereka telah sampai kata sepakat. Caca dan wanita itu memisahkan diri setelah keluar dari food court tersebut.

Caca berjalan keluar dari mal dengan earphones menempel pada telinganya. Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya, menikmati setiap lagu yang berputar dari ponselnya sendiri. Sesekali matanya berkeliling menatap keramaian pusat perbelanjaan yang tak pernah sepi pengunjung itu. Hingga tiba-tiba netra berbalut kacamata itu terpaku pada satu sosok yang begitu ia kenali.

“Dean?”

***

Halo, lama tak jumpa. Pasti bosen, ya, nungguin. Hehe.

Jan ditunggu guys. Tapi, kalau mau nunggu juga nggak papa sih wkwk.

Yang penting jan lupa di-like dan komen

Terpopuler

Comments

Hemi Imut

Hemi Imut

gotcha dean tercyduck

2022-06-19

0

Sasta Rmayani

Sasta Rmayani

semangat terus Thor.........

2022-03-07

1

wong_oseng

wong_oseng

lama bet bestieeee

2022-03-07

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Flashback
3 Flashback 2
4 Memelas
5 Tak Sopan
6 Tetap percaya
7 Perjanjian
8 Kegamangan
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Musuh baru?
12 Tak cocok
13 Ganteng
14 Kagum
15 Mimpi buruk
16 Habis manis sepah dibuang
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34 : Tidak masuk akal
35 Bab 35 : Memperjuangkan
36 Bab 36 : Perhatian kecil
37 Bab 37 : Tak terganggu
38 Bab 38 : Sakit
39 Bab 39 : Panik
40 Bab 40 : Menangis
41 Bab 41 : Mengusir
42 Bab 42 : Aku malu
43 Bab 43 : Pertanyaan yang membosankan
44 Bab 44 : Halusinasi
45 Bab 45 : Kejadian
46 Bab 46 : Menertawakan
47 Bab 47 : PDKT
48 Bab 48 : Penasaran
49 Bab 49 : Dibela
50 Bab 50 : Salah menilai
51 Bab 51 : Mikirin kamu
52 Bab 52 : Menggoda
53 Bab 53 : Rencana
54 Bab 54 : Jalan-jalan
55 Bab 55 : Sedikit perubahan
56 Bab 56 : Pertama kali
57 Bab 57 : Pertanyaan
58 Bab 58 : Mengantarkan pulang
59 Bab 59 : Sedekat apa?
60 Bab 60 : Memenuhi kepala
61 Bab 61 : Berlebihan
62 Bab 62 : Tanpa sadar
63 Bab 63 : Sikap
64 Bab 64
65 Bab 65 : Sederhana
66 Bab 66 : Oma
67 Bab 67 : Masa lalu
68 Bab 68 : Pesan
69 Bab 69 : Yang benar saja!
70 Bab 70 : Seseorang
71 Bab 71 : Menjelaskan
72 Bab 72 : Menyangkal
73 Bab 73 : Tidak fokus
74 Bab 74 : Goyah
75 Bab 75 : Kecewa
76 Bab 76 : Jangan tinggalkan aku!
77 Bab 77 : Perdebatan kecil
78 Bab 78 : Berbeda
79 Bab 79 : Baru kali ini
80 Bab 80 : Maaf
81 Bab 81 : Ternyata!
82 Bab 82 : Menonton pertandingan
83 Bab 83 : Mengakui
84 Bab 84 : Kebahagiaan kecil
85 Bab 85 : I'm yours
86 Bab 86 : (Bukan) yang pertama
87 Bab 87 : Menerima
88 Bab 88 : Berangkat liburan
89 Bab 89 : Vila
90 Bab 90 : Pesta
91 Bab 91 : Cemburu
92 Bab 92 : Mengenyahkan
93 Bab 93 : Khawatir
94 Bab 94 : Perasaan
95 Bab 95 : Parasit
96 Bab 96 : Maaf
97 Bab 97 : Menyembunyikan
98 Bab 98 : Mengganggu
99 Bab 99 : Tidak akan!
100 Bab 100 : Jail
101 Bab 101 : Masalah kecil
102 Bab 102 : Menyadarkan
103 Bab 103 : Sejak dulu
104 Bab 104 : Rindu
105 Bab 105 : Masih rindu
106 Bab 106 : Kejutan?
107 Bab 107 : Tragedi
108 Bab 108 : Kesedihan
109 Bab 109 : Senyuman
110 Bab 110 : Menghabiskan Uang
111 Bab 111 : Kondisi
112 Bab 112 : Tidak menginginkan
113 Bab 113 : Kembali
114 Bab 114 : Nyaman
115 Bab 115 : Dean
116 Bab 116 : TAMAT
Episodes

Updated 116 Episodes

1
Prolog
2
Flashback
3
Flashback 2
4
Memelas
5
Tak Sopan
6
Tetap percaya
7
Perjanjian
8
Kegamangan
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Musuh baru?
12
Tak cocok
13
Ganteng
14
Kagum
15
Mimpi buruk
16
Habis manis sepah dibuang
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34 : Tidak masuk akal
35
Bab 35 : Memperjuangkan
36
Bab 36 : Perhatian kecil
37
Bab 37 : Tak terganggu
38
Bab 38 : Sakit
39
Bab 39 : Panik
40
Bab 40 : Menangis
41
Bab 41 : Mengusir
42
Bab 42 : Aku malu
43
Bab 43 : Pertanyaan yang membosankan
44
Bab 44 : Halusinasi
45
Bab 45 : Kejadian
46
Bab 46 : Menertawakan
47
Bab 47 : PDKT
48
Bab 48 : Penasaran
49
Bab 49 : Dibela
50
Bab 50 : Salah menilai
51
Bab 51 : Mikirin kamu
52
Bab 52 : Menggoda
53
Bab 53 : Rencana
54
Bab 54 : Jalan-jalan
55
Bab 55 : Sedikit perubahan
56
Bab 56 : Pertama kali
57
Bab 57 : Pertanyaan
58
Bab 58 : Mengantarkan pulang
59
Bab 59 : Sedekat apa?
60
Bab 60 : Memenuhi kepala
61
Bab 61 : Berlebihan
62
Bab 62 : Tanpa sadar
63
Bab 63 : Sikap
64
Bab 64
65
Bab 65 : Sederhana
66
Bab 66 : Oma
67
Bab 67 : Masa lalu
68
Bab 68 : Pesan
69
Bab 69 : Yang benar saja!
70
Bab 70 : Seseorang
71
Bab 71 : Menjelaskan
72
Bab 72 : Menyangkal
73
Bab 73 : Tidak fokus
74
Bab 74 : Goyah
75
Bab 75 : Kecewa
76
Bab 76 : Jangan tinggalkan aku!
77
Bab 77 : Perdebatan kecil
78
Bab 78 : Berbeda
79
Bab 79 : Baru kali ini
80
Bab 80 : Maaf
81
Bab 81 : Ternyata!
82
Bab 82 : Menonton pertandingan
83
Bab 83 : Mengakui
84
Bab 84 : Kebahagiaan kecil
85
Bab 85 : I'm yours
86
Bab 86 : (Bukan) yang pertama
87
Bab 87 : Menerima
88
Bab 88 : Berangkat liburan
89
Bab 89 : Vila
90
Bab 90 : Pesta
91
Bab 91 : Cemburu
92
Bab 92 : Mengenyahkan
93
Bab 93 : Khawatir
94
Bab 94 : Perasaan
95
Bab 95 : Parasit
96
Bab 96 : Maaf
97
Bab 97 : Menyembunyikan
98
Bab 98 : Mengganggu
99
Bab 99 : Tidak akan!
100
Bab 100 : Jail
101
Bab 101 : Masalah kecil
102
Bab 102 : Menyadarkan
103
Bab 103 : Sejak dulu
104
Bab 104 : Rindu
105
Bab 105 : Masih rindu
106
Bab 106 : Kejutan?
107
Bab 107 : Tragedi
108
Bab 108 : Kesedihan
109
Bab 109 : Senyuman
110
Bab 110 : Menghabiskan Uang
111
Bab 111 : Kondisi
112
Bab 112 : Tidak menginginkan
113
Bab 113 : Kembali
114
Bab 114 : Nyaman
115
Bab 115 : Dean
116
Bab 116 : TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!