Cahaya Bulan, seorang gadis berkacamata tengah menatap pintu ruang baca di rumahnya. Setelah mengumpulkan segenap keberanian, gadis yang akrab dipanggil Caca itu memutar handle pintu dan mendorongnya.
“Yah, sibuk enggak?” Caca melonggokkan kepalanya dari luar. Ia melihat ayahnya sedang membaca buku di sana.
“Enggak, Sayang. Masuk aja!” suruh Banyu seraya menutup bukunya, setelah menandai bagian terakhir yang ia baca.
“Ada apa?” tanya Banyu sambil melepaskan kacamatanya. Ia menatap Caca yang tengah mendudukkan diri di sofa sampingnya.
Mata Caca bergerak ke kanan dan ke kiri. Ia memilin kedua tangannya. Bingung harus memulai percakapan dari mana.
“Kenapa, Ca?” tanya Banyu saat putrinya tak kunjung bicara. Ia ‘pun menarik tangan kiri putrinya, menggenggamnya dengan begitu lembut.
“Caca mau ngomong apa? Enggak usah takut sama Ayah,” tutur Banyu menenangkan.
“Ehm .... “ Caca berdeham.
“Yah, kemarin emm ...” Gadis itu kembali ragu untuk mengucapkan sebuah kalimat yang sudah ia susun sejak tadi.
“Kenapa sih, Ca?”
“Dean ngajak aku nikah,” ujar Caca. Gadis itu menelan ludahnya mana kala ia melihat perubahan ekspresi ayahnya.
“Nikah?”
Caca mengangguk dengan mata terpejam.
Banyu menghela napasnya. “Ca, kalian itu masih muda, terutama kamu. Umur kamu masih 19 tahun. Apa tidak dipikirkan dulu dengan matang?.”
“Bukannya usia menikah itu 17 ya, Yah?, mama dulu nikahnya juga umur 19,” protes Caca. Ia tahu betul bagaimana kisah cinta kedua orang tuanya di masa lalu. Kedua orang tuanya selalu menceritakan kisah mereka yang begitu manis.
“Tapi ‘kan saat itu Ayah udah kerja, Ca,” kilah Banyu.
“Dean juga udah bantuin papanya di perusahaan, kok, bahkan katanya, Dean akan mengelola perusahaan papanya setelah lulus nanti,” bela Caca.
“Lagi pula pihak kampus enggak melarang mahasiswanya nikah. Temen aku juga ada yang udah nikah tapi masih kuliah,” lanjutnya.
Hening sesaat.
“Kami saling cinta, Yah. Please, boleh ya?” Caca menyatukan kedua tangannya di depan dada. Memohon dengan setulus hati pada ayahnya.
Dua hari yang lalu, Dean melamarnya. Pria itu mengajak Caca untuk segera menikah. Katanya, Dean takut kalah cepat dengan orang lain. Pria itu takut kehilangan Caca. Maka dari itu Dean ingin mengikat hubungannya dengan Caca ke jenjang yang lebih serius.
“Bukannya kalian pacaran baru empat bulan?” tanya Banyu. Ya, Banyu tahu segala hal tentang putra putrinya. Sebagai orang tua, ia selalu berusaha untuk membuat anak-anaknya terbuka dengannya. Tapi, tetap ada batasan rahasia yang boleh mereka simpan sendiri. Dan untuk pacar, Banyu selalu meminta mereka untuk jujur. Banyu takut mereka salah pergaulan dan mereka terjerumus ke lubang berbahaya.
“Bukannya ayah dan mama dulu kenal hanya dua minggu? Dan kalian sekarang bahagia ‘kan?”
Banyu merutuki kepandaian putrinya dalam membalik setiap ucapan. Tapi, apa yang putrinya katakan memang benar, dulu dia dan istrinya saling mengenal dalam jangka waktu dua minggu sebelum pernikahan.
“Boleh ya, Yah?” Caca memasang mukanya melas. Jurus andalannya pada sang ayah.
Berdecak. Banyu tak menyangka putrinya akan memohon hingga seperti ini. Dan dengan berat hati Banyu berkata, “Ya sudah, kamu suruh Dean ke sini. Ayah ingin bicara sama dia.” Bukan maksud Banyu mengiyakan permintaan putrinya untuk menikah muda. Ia hanya ingin menemui kekasih putrinya itu.
“Beneran, Yah? Yeeey makasih, Ayah. Nanti aku bilang ke Dean.” Gadis itu memeluk dan mencium pipi ayahnya. Kemudian keluar dari sana dan segera menghubungi kekasihnya.
Empat hari setelahnya, Dean benar-benar datang. Dia membawa beberapa makanan kesukaan adik Caca. Pria itu memang sudah dekat dengan saudara Caca, dia sering bertemu dengan mereka.
“Dean!” seru Caca saat melihat kekasihnya duduk di ruang tamu rumahnya.
“Hai”
Mereka berpelukan tanpa sungkan. Caca kemudian menyuruh seorang asisten rumah tangga untuk membuatkan minuman dan camilan untuk Dean. Setelah itu ia memanggil ayahnya, mengatakan pada beliau bahwa Dean sudah datang.
“Selamat malam, Om, Tante,” sapa Dean seraya menyalami tangan kedua orang tua kekasihnya.
“Duduk, Nak Dean,” suruh Jingga–ibu Caca, dengan lembut. Senyum manis wanita itu terukir begitu jelas.
“Saya tidak ingin berbasa-basi.” Banyu menatap lekat wajah kekasih putrinya. Selama putrinya menjalin hubungan dengan Dean, Banyu bisa menghitung berapa kali ia bertemu dengan pria muda ini.
Dean mengangguk. Balas menatap Banyu dengan serius.
“Apa alasan kamu ingin menikahi putri saya?” tanya Banyu mulai menginterogasi.
Pria muda itu tersenyum. “Kami saling mencintai, dan saya ingin melindungi Caca dengan ikatan yang sah, menjalin hubungan tanpa takut adanya aturan. Saya ingin membahagiakan Caca, dan saya sangat tidak rela jika Caca menikah dengan pria lain,” tutur Dean. Ia menatap Caca yang duduk di sampingnya, sekilas.
“Apa kamu bisa menjamin kehidupan Caca dimasa depan? Kalian ini masih terlalu muda, dan kamu juga belum lulus kuliah.”
Apa Banyu terlalu jahat bertanya seperti itu? Tentu tidak ‘kan?, seorang ayah pasti menginginkan putrinya memiliki masa depan yang indah. Banyu pasti ingin putrinya bahagia.
“Om jangan takut, saya calon penerus perusahaan papa saya. Saya yakin dua tahun lagi perusahaan itu akan dialihkan kepada saya. Sehingga kebahagiaan putri Anda pasti terjamin.”
Berusaha mendapatkan apa yang diinginkan adalah prinsip Dean sejak kecil. Dan sekarang ia berusaha meyakinkan calon mertuanya, supaya mereka memberikan restu untuk hubungannya, dan Dean akan melakukannya dengan segala cara.
“Caca tidak hanya butuh uang kamu untuk bahagia. Dia juga membutuhkan yang lain, apa kamu sanggup memberikannya?” tantang Banyu.
Dean menyeringai. “Sudah saya jelaskan di awal, Om. Bahwa kami saling mencintai. Tanpa perlu ditanya apa sanggup memberikan apa yang Caca butuh kan, tentu saya akan menjawab sanggup. Saya akan berusaha untuk menuruti semua yang Caca mau.”
“Kata Caca kamu sudah ikut membantu papa kamu di perusahaan, apa itu benar?” tanya Banyu memastikan.
Dean mengangguk pasti sebagai jawaban.
Menghela napas panjang. Banyu tatap sepasang kekasih yang masih berusia jauh dari kata layak menikah.
“Ca,”
Gadis itu mendongak, menatap ayahnya.
“Iya, Yah?”
“Kalau ayah enggak ngizinin kamu nikah tahun ini gimana?”
Ekspresi kedua manusia itu sama-sama berubah. Wajah Dean berubah datar dan Caca berubah cemberut.
“Aku mau kabur kalau Ayah enggak restui,” ujar Caca bersungguh-sungguh. Gadis itu merasa dongkol. Untuk apa ayahnya menginterogasi kekasihnya, jika pada akhirnya menolak.
“Ayah jahat banget kalau enggak restui aku,” lanjut gadis itu lagi dengan mata berkaca-kaca.
“Ca, coba deh kamu pikirin lagi, sama kamu juga.” Banyu menatap kedua kawula muda itu bergantian.
“Saya sudah memikirkan ini matang-matang, Om. Bahkan jika Anda ingin saya membelikan rumah untuk putri Anda saya sangat sanggup dan mampu.” Dean menatap Banyu datar terkesan jengah. Sedari tadi ia menjawab apa yang perlu dijawab, tapi pada akhirnya kembali diragukan, membuat Dean merasa begitu kesal.
“Ini bukan hanya tentang uang dan tempat tinggal, Dean. Ini tentang kesejahteraan kalian. Tentang hubungan sakral yang tidak bisa dibuat main-main.”
“Kami saling mencintai, Ayah. Kami bisa saling mengerti satu sama lain, jika itu yang Ayah takutkan,” bela Caca lagi.
Banyu meraup wajahnya frustrasi. Kenapa putrinya berubah jadi pembangkang seperti ini. Biasanya gadis itu akan mendengarkan setiap penjelasan Banyu untuk mengambil satu keputusan. Tapi, sekarang? Bahkan gadis itu sangat kukuh dengan pendiriannya.
“Sebaiknya kita bicarakan ini dengan orang tua Dean juga. Mungkin mereka memiliki solusi yang baik,” ujar Jingga. Wanita ini tak tega melihat keseriusan kedua pasangan itu dan kekacauan suaminya. Dalam benaknya sedari tadi berpikir bagaimana cara agar putrinya dan kekasihnya paham maksud dari Banyu. Dan dengan melibatkan kedua orang tua Dean mungkin akan sangat membantu.
Menatap istrinya dengan teduh, Banyu menyetujui usulan istrinya. Ia meminta Dean untuk membawa kedua orang tuanya ke rumahnya.
Tepat pada satu minggu berikutnya, orang tua Dean berkunjung ke kediaman Caca. Alangkah terkejutnya Banyu dan Jingga, saat mengetahui bahwa ibu dari Dean merupakan teman mereka di masa lalu. Sudah sangat lama mereka tidak bertemu, karena keluarga Caca memang sempat singgah di Singapura. Dan mereka baru kembali saat Caca akan memasuki sekolah menengah pertama.
Banyu mulai memperbincangkan permintaan kedua anak mereka. Ia mengatakan sedikit keberatan jika mereka menikah pada tahun ini. Menurutnya usia mereka masih sama-sama terlalu muda untuk membina rumah tangga.
Tapi, ternyata tanggapan dari keluarga Dean sangat berbeda. Kean, ayah Dean, malah mendukung keputusan kedua pasangan tersebut. Baginya selama Dean dan Caca masih tinggal dengan mereka tidak akan masalah. Masih ada orang tua yang akan menasihati mereka jika ada yang melakukan kesalahan. Masih ada yang akan menjadi penengah jika mereka berdua bertengkar.
Menghela napas berat, Banyu berusaha mengangguk setuju. Mungkin ini yang terbaik untuk mereka. Mengingat zaman sekarang sangat banyak pasangan muda mudi yang hamil di luar nikah, karena tak mendapat restu dari orang tua mereka. Banyu tidak ingin itu terjadi pada putrinya.
***
Jangan lupa like dan komen
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
❦ℝ𝕒𝕟𝕚❦🍇
ya ampun dean ada modus ya kyaknya nih. 19 tahun belum lulus kuliah juga🤧🤧🤧
2022-03-29
0
Rahmalia Nurodin
next
2022-01-23
1
Aksara
thor..judulnya buatku horor...smg caca dpt yg terbaik ya. semangaaat
2022-01-19
1