Tanggal pernikahan Caca dan Dean sudah ditentukan. Mereka menikah tiga bulan setelah pertemuan dua keluarga tersebut. Dan sekarang hanya tinggal menunggu satu bulan mereka akan resmi menjadi pasangan suami istri.
Sebagai orang tua, Banyu tentu sangat memikirkan kebahagiaan putri sulungnya. Terlebih, Caca sangat dekat dengan dirinya dibanding dengan saudaranya yang lain. Semakin hari Banyu dibuat semakin gundah. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
Istrinya yang tahu akan hal itu hanya berusaha menenangkan dengan berkata, “Mungkin itu karena kamu belum bisa rela melepaskan putri kesayangan kamu, Mas. Aku sebagai mamanya juga merasakan hal sama, tapi mau bagaimana lagi, cepat atau lambat ketiga anak kita juga harus menikah.” Senyum lembut wanita itu juga selalu membuat Banyu tenang dan berusaha untuk yakin.
Tapi, suatu hari ia mendengar sebuah perbincangan beberapa pemuda yang Banyu sendiri tidak tahu mereka siapa.
Saat itu, Banyu mengunjungi restoran bersama seorang klien yang ingin menyewa restorannya untuk acara pesta. Ia bisa mendengar semua yang mereka katakan, karena jarak tempat duduknya yang cukup dekat.
“Alah, cewek kayak dia mah gue enggak demen. Gue Cuma manfaatin kepinteran dia doang.”
“Wah, parah lo, Bro. Cewek secantik dia lo mainin.”
Mendengar dua kalimat itu membuat hati Banyu kembali dilanda resah. Ia kembali mengingat masa lalunya saat masih awal pernikahannya dengan sang istri. Dulu istrinya juga hanya dipermainkan oleh mantan pacarnya. Dan kini Banyu takut, putrinya juga hanya dijadikan sebagai mainan oleh kekasihnya.
Hingga malam harinya, Banyu mengajak putrinya bicara.
“Ca, janji sama Ayah.”
“Janji apa sih, Yah?” gadis itu terkekeh. “Aku janji, nanti bakal sering ngunjungin Ayah.”
“Bukan itu, Ca!”
“Terus?” Kening Caca berkerut.
“Berjanjilah untuk menuruti semua perkataan Ayah jika Dean membuat kekacauan pada saat pernikahan kalian.”
“Ih Ayah ngomong apa sih? Dean enggak mungkin gitu lah. Masa pernikahan sendiri dikacau. Aneh.” Gadis itu cemberut. Tidak suka saat kekasihnya dituduh seperti itu.
“Kita enggak tahu bagaimana masa depan, Caca.”
“Ya tapi Dean enggak mungkin lah kayak gitu.”
“Janji dulu aja, Ca!” Banyu menatap serius putrinya.
“Iya, iya. Aku janji. Tapi bukan berarti aku percaya sama omongan Ayah, ya.” Gadis itu lantas berdiri meninggalkan ayahnya. Ia mengentakkan kakinya kesal. Ucapan ayahnya seakan tidak percaya dengan Dean, kekasihnya.
Hari pernikahan semakin dekat. Semua orang, termasuk Caca, disibukkan dengan persiapan pernikahan. Undangan telah disebar. Seluruh keluarga sudah menyiapkan hadiah mereka sejak jauh-jauh hari.
Kolega bisnis keluarga juga tak lupa turut hadir untuk acara besar ini. Pernikahan anak sulung dari dua keluarga tentu tak bisa mereka lewatkan.
“Gaun pernikahan kamu udah siap, Ca?” tanya Jingga pada putrinya.
“Udah, Ma. Besok dianter langsung ke hotel.” Caca mengutak-atik ponselnya. Sudah seminggu ia dan sang kekasih tak bertemu. Keluarga mereka melarangnya. Katanya itu merupakan sebuah tradisi. Dan sekarang Dean sama sekali tak membalas pesan dari Caca. Ponsel pria itu mati sejak tadi pagi. Gadis itu berusaha berpikir positif. Mungkin calon suaminya itu sibuk.
Tidak adanya balasan pesan dari Dean membuat Caca dilanda rasa gelisah. Gadis cantik dengan rambut sedikit bergelombang itu merasa ada sesuatu mengganjal di hatinya. Kata ibunya, mungkin itu karena ia terlalu gugup untuk acara besok. Tapi, rasanya bukan seperti itu. Caca merasa akan terjadi sesuatu tidak baik, entah pada siapa.
***
Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Caca sudah berada di hotel sejak pukul enam pagi. Gadis itu dirias untuk pengucapan janji suci yang akan diteruskan dengan resepsi.
Senyum gadis itu tak luntur sejak tadi. Saat ini ia sedang duduk di depan meja rias. Seorang MUA memoles wajahnya agar terlihat lebih cantik. Caca sudah merasa sedikit lega, karena Dean sudah mengabarinya semalam. Meskipun begitu, rasanya hati Caca masih tak tenang. Mungkin benar katanya ibunya, itu efek dari rasa gugup yang menggerayanginya.
“Ciye mau nikah,” goda Sofi–sahabat Caca.
“Ciyee yang bakal jadi hot mama,” goda sahabat Caca yang lain, bernama Maya.
“Ih udah dong jangan godain gue, malu tahu.” Caca mencebikkan bibirnya. Matanya menatap tajam kedua sahabatnya melalui cermin.
“Eh, Ca. Ini anak-anak kampus nggak lo undang?” tanya Maya tiba-tiba.
“Enggak, kata Dean nanti bakalan dibikinin party sendiri. Acara hari ini khusus untuk kerabat sama sahabat dekat dan kolega bisnis keluarga,” jawab Caca masih memandang mereka berdua dari pantulan cermin.
“Enak, ya jadi istrinya sultan,” kelakar Sofi. Tawa Sofi dan Maya menggema di ruangan tersebut.
Mereka bertiga tertawa bersama. Bersenda gurau selagi Caca masih belum berstatus istri. Mereka sangat yakin Caca akan sangat sulit dicari jika sudah menikah nanti. Mungkin hal seperti ini akan menjadi langka bagi mereka bertiga.
Tanpa mereka bertiga tahu, sebuah perdebatan sengit terjadi di kamar samping Caca.
“Bagaimana bisa putra Anda hilang pada hari pernikahannya!” Banyu berteriak sekencang mungkin di dalam kamar tersebut. Wajahnya memerah menahan amarah.
“Apa yang akan aku katakan pada putriku nanti Cel? Apa?” Banyu menatap tajam pada teman lamanya, yang tak lain ibu Dean.
“Maafkan kami, Banyu. Kami juga enggak tahu Dean akan menghilang seperti ini,” ucap Celin dengan isak tangis. Ia sendiri bingung ke mana perginya Dean. Pagi tadi putranya bilang akan berangkat ke hotel lebih dulu. Tapi, saat seluruh keluarganya sudah tiba di sana, ternyata Dean tidak ada.
“Maafmu tidak bisa mengembalikan semuanya,” ujar Banyu dingin.
“Kami akan berusaha mencari Dean, Pak Banyu,” ucap Kean sukses membuat Banyu menatapnya tajam.
“Waktunya tinggal tiga puluh menit, mau Anda cari di mana pria brengsek itu.”
Kean memejamkan matanya. Ia juga tidak yakin bisa menemukan putranya dalam waktu dekat.
“Agrhhh”
“Harusnya aku tidak menerima lamaran putra, Anda. Sedari awal saya sudah tidak yakin dengan dia.”
“Nyu, sabar!” Deva, sahabat ayah Caca mencoba menenangkan kondisi yang mulai panas.
“Pak Kean. Mungkin Anda tahu di mana putra Anda biasanya singgah? Atau mungkin putra Anda memiliki apartemen yang ia tinggali sendiri?” tanya Deva mencoba menengahi.
Ayah Dean itu hanya menggeleng. Jujur saja, dia tidak tahu bagaimana pergaulan putranya. Yang ia tahu putranya akan datang ke perusahaan empat kali dalam seminggu untuk membantunya. Selebih itu Kean sama sekali tidak tahu.
“Sekarang gimana nasib putriku Dev?” tanya Banyu frustrasi. Ditambah istrinya sejak tadi juga menangis di dalam ruangan tersebut, dan kini sedang ditenangkan oleh istri Deva.
“Maafkan putraku, Nyu,” ucap Celin, ibu Dean.
“Kau ingat ini Cel. Jika sampai hari ini dia tidak datang aku akan menghancurkannya. Meskipun dia putramu.”
“Nyu, tenang!” ujar Deva kembali.
“Kamu pikir aku bisa tenang saat kebahagiaan putriku dalam ambang kehancuran?” teriak Banyu semakin frustrasi.
“Kami akan mencoba untuk mencari solusi dari masalah ini, Pak Banyu. Kami–“ Kean menoleh pada pintu yang tiba-tiba terbuka.
“Uncle, ayah bilang Dean masih belum ditemukan. Oma sama Opa juga khawatir di bawah, apalagi tamu mulai berdatangan. Mereka nyuruh aku manggil uncle untuk tur–”
“Abi tolongin uncle, please.”
Kean memotong ucapan keponakannya. Ia tidak sedang memerlukan laporan putra adiknya itu. Ia hanya perlu bantuan.
Pria yang dipanggil Abi itu menaikkan alisnya. “Tolong? Minta tolong apa lagi uncle? Bang Riyo sama timnya sudah mencari Dean. Mereka bahkan belum kembali,” jelas Abi.
“Bi, tolongin uncle ya, kamu gantiin Dean jadi mempelai pria?”
“WHAT?” pekik Abi tak percaya.
Banyu dan Jingga yang sedari tadi menunduk langsung mendongakkan kepala. Telinga mereka mendengar jelas apa yang dua orang itu katakan.
“Abimanyu?” gumam Jingga dan Banyu bersamaan.
“Uncle yang benar saja,” protes Abi. Bagaimana bisa mempelai pria diganti semudah itu. Apalagi ia tidak tahu siapa mempelai wanitanya.
Tunggu. Dean menikah dengan kekasihnya bukan? Yang Abi ingat kekasih Dean itu ....
Tidak, tidak. Abi tidak akan pernah mau menggantikan posisi Dean apalagi jika benar gadis itu calon pengantin wanitanya.
“Bi, please. Uncle mohon. Kita tidak punya pilihan lain.” Kean merapatkan kedua tangannya di depan dada. Otaknya sudah buntu. Hanya ini satu-satunya cara agar pernikahan ini tetap berlanjut dan kedua nama keluarga tidak akan dipermalukan.
“Nggak bisa gitu uncle. Aku–”
“Nak Abi,” panggil Jingga memotong ucapan Abimanyu.
“Dokter Jingga?” gumam Abi lirih.
Jingga berdiri dari duduknya. Ia menghampiri Abimanyu lantas bersujud di depan kaki pria muda itu. Membuat semua yang ada di sana terkejut, terutama Abimanyu.
“Abi, saya mohon, kamu gantikan posisi Dean. Saya akan lakukan apa pun yang kamu mau. Tapi saya mohon, jadilah pengantin pria putri saya.”
“Dokter jangan seperti ini.” Abi mengangkat bahu Jingga. Membawanya berdiri.
“Abi, saya mohon.” Jingga menundukkan kepalanya di hadapan Abimanyu. Air matanya sudah menganak sungai, sejak ia mendengar kabar Dean tidak berada di hotel.
“A-Abi dulu pernah janji ‘kan sama Dokter Jingga?. Katanya mau memberikan hadiah sesuai keinginan Dokter. Sekarang Dokter ingin menagih itu. Kamu nikahi putri dokter, ya, Bi?”
Abimanyu menatap Jingga prihatin. Ia sama sekali tidak tahu calon besan omnya adalah dokter yang dulu pernah menyelamatkan hidupnya. Dulu saat Abi masih SMP memang pernah berjanji akan memberikan hadiah pada wanita ini. Dan dokter Jingga bilang akan memintanya jika mereka dipertemukan lagi saat Abimanyu sudah tumbuh dewasa. Dan sekarang Jingga benar-benar menagih itu.
Perasaan bimbang menyelimuti benak Abimanyu. Ia tidak ingin menikah di usia sekarang. Tapi jika permintaan ini dari Jingga ia merasa tidak mampu berbuat apa-apa. Ia memiliki hutang budi pada keluarga ini.
“Tapi dokter–”
“Abi, Dokter mohon. Dokter tidak meminta kamu menikahi putri dokter selamanya. Tapi tolong, kamu nikahi putri Dokter hari ini. Untuk menjaga reputasi putri dokter juga keluarga kita,” tutur Jingga dengan suara begitu lirih.
“Jika kamu mau menikahi putri kami, kami akan memberikan apa pun yang kamu minta. Bahkan om akan berikan satu restoran om untuk kamu.” Banyu berdiri di hadapan Abimanyu. Merengkuh istrinya dan menatap Abimanyu, memohon.
Abimanyu menatap semua orang yang ada di sana. Semuanya menatap Abimanyu dengan tatapan memohon. Dan tatapannya berhenti pada sang ibu yang ternyata sudah berdiri di samping omnya.
“Bi,” panggil wanita itu lirih.
Abimanyu memejamkan matanya. Mengambil napas dalam-dalam, kemudian menjawab, “Baiklah, aku akan menggantikan Dean. Tapi, aku tidak menerima tawaran om Banyu untuk masalah restoran.” Abimanyu menatap Jingga. “Aku melakukan ini untuk Dokter Ji.”
Jingga sontak memeluk Abimanyu. Mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.
Banyu bersyukur dengan adanya Abimanyu. Setidaknya putrinya tidak akan bisa berharap kepada pria brengsek tak bertanggung jawab itu lagi. Dan ia mendapatkan menantu idamannya.
***
Jangan lupa like dan komen❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
sherly
Dean nyari penyakit
2023-05-30
0
❦ℝ𝕒𝕟𝕚❦🍇
manasih si dean geblek aja kelakuan,awa nongol kamu yaaaa
2022-03-29
0
Syifa Azzahra
sedih q kak😭😭
2022-03-26
0