Acara perhelatan dua keluarga besar itu berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun kedua pengantin hanya memasang senyum palsu kepada seluruh tamu.
Semua tampak mengecewakan bagi Caca. Semua bayangan yang sempat ia rangkai hancur berantakan.
Beberapa kali Caca disenggol lengannya oleh sang ibu, karena ia asyik melamun. Memikirkan di mana Dean berada. Pria yang selalu bersikap manis padanya itu sama sekali tak terlihat hingga acara berakhir.
Mengembuskan napas kecewa. Caca kembali meletakkan ponsel ke atas meja rias. Ia baru saja menelepon nomor Dean. Namun, sama sekali tak ada hasil.
“Kamu ke mana sih, De?” gumam Caca disertai helaan napas panjang.
Ia kemudian melepaskan gulungan rambutnya beserta aksesoris yang terpasang di atas kepalanya. Ia juga membersihkan riasan wajahnya di depan cermin. Ia masih tak habis pikir telah menikah dengan Abimanyu. Ini seperti mimpi buruk bagi Caca.
Lama Caca membersihkan seluruh riasan tersebut. Setelah selesai, Caca berjalan menuju kamar mandi. Badannya terasa begitu lengket, berteriak minta diguyur air dingin.
Di bawah guyuran shower, Caca menengadahkan kepalanya. Bayangan masa depan impiannya terlintas, namun dalam kondisi hancur. Caca memejamkan mata. Ia berteriak kesal dengan apa yang terjadi hari ini.
Siapa yang perlu disalahkan? Kepergian Dean? Keegoisan orang tuanya dan orang tua Dean? Atau justru persetujuan Abimanyu akan pernikahan ini?
Caca benar-benar ingin menghancurkan seluruh dekorasi resepsinya tadi jika tidak mengingat ayahnya, mengingat kedua orang tuanya dan Dean. Sungguh Caca merasa begitu hancur saat ini.
Selesai mendinginkan tubuhnya. Caca mengambil handuk dan melilitkannya pada tubuhnya yang putih. Ia juga mengenakan selembar handuk pada kepalanya. Caca melangkah keluar dari kamar mandi. Ia berjengit kaget mendapati Abimanyu tengah duduk di tepi ranjang kamar tersebut sembari memainkan ponselnya.
“Aaa ... ngapain lo di sini?”
Hampir saja ponsel Abimanyu terjatuh, karena terkejut mendengar teriakan Caca. Pria itu menggeram kesal dan menatap tubuh Caca yang hanya terbalut handuk. Abimanyu menutup matanya, kemudian berbalik.
“Ngapain lo di sini?” tanya Caca lagi saat tak mendapatkan respons Abimanyu.
“Gue disuruh nyokap. Katanya gue harus tidur di sini,” jawab Abimanyu tanpa memandang Caca.
“Nggak sopan banget sih lo masuk tanpa ketuk pintu!” sembur Caca.
“Dan ngapain juga lo harus tidur di sini? Bukannya kamar di hotel ini banyak? Dan lagi kalau diajak ngomong lihat orangnya, dong. Jangan ngebelakangin gitu! Enggak sopan!” semburnya lagi.
Ingin rasanya Abimanyu membungkam mulut Caca dengan sepatunya. Bagaimana bisa gadis itu bertanya sepanjang itu hanya dengan satu kali tarikan napas?, batin Abimanyu bertanya-tanya.
“Heh, Cacamarica! Gue punya kunci akses masuk ke sini. Jadi, gue enggak perlu ketuk pintu. Lagian, lo juga lagi mandi tadi,” jawab Abimanyu tanpa membalikkan tubuhnya.
“Dan ya, gue suami lo kalau lo lupa. Udah seharusnya gue tidur di sini sama lo, meskipun sebenarnya gue juga nggak mau.” Abimanyu menggeleng.
“Dan untuk pertanyaan lo yang terakhir. Mata gue ini masih suci dan nggak ingin lihat tubuh lo yang terpampang jelas tanpa dosa.”
Caca sontak melihat pada tubuhnya sendiri. Ia lupa bahwa ia tak mengenakan baju. Caca melihat kopernya berada tak jauh dari pintu kamar mandi. Ia pun segera menyeret koper itu ke dalam kamar mandi dan berganti baju di sana setelah memperingati Abimanyu untuk tidak menoleh.
“Dasar cewek gila!” umpat Abimanyu.
“Apa salah anakmu ini, bundaaa?” Abimanyu menengadahkan kepalanya ke atas. Seakan sedang mengadu kepada ibunya, kenapa ia diberi cobaan yang begitu berat oleh Tuhan.
Tak berselang lama, Caca sudah kembali dari kamar mandi. Gadis itu menyeret kopernya dan berdiri tepat di depan Abimanyu. Tangannya terlipat di depan dada. Matanya menyorot tajam pada laki-laki itu.
“Kenapa lo masih ada di sini?” tanya Caca sinis. Ia bahkan menaikkan kepalanya tanda bahwa ia tidak takut sama sekali dengan Abimanyu.
“Untuk apa juga gue keluar dari sini?” balas Abimanyu seraya ikut melipat kedua tangannya di depan dada.
Caca mendesis geram, kemudian berkata, “Mohon maaf Tuan Abimanyu yang terhormat, meskipun kita sudah menikah, tapi saya tidak ingin satu kamar dengan, Anda!” Ia memicing tajam pada pria itu.
“Saya sebenarnya juga tidak mau Nona Cahaya Bulan. Tapi, ayah dan ibu saya tidak mengizinkan saya untuk pulang malam ini. Dan meminta pihak hotel untuk tidak memberikan saya kunci akses kamar lain, selain kamar ini. Jadi, mau tidak mau, saya harus berada di sini malam ini. Dengan atau tanpa persetujuan Anda,” papar Abimanyu, membalas sorotan tajam gadis di depannya itu.
“Udahlah, lo nggak perlu takut gue apa-apain. Lagi pula gue ....” Menatap Caca dari atas hingga bawah, kemudian tersenyum meremehkan. “Gue nggak nafsu sama, lo,” imbuhnya seraya menuding hidung Caca.
Mata Caca mendelik tajam. Tak terima dikatai seperti itu oleh Abimanyu.
“Lo–”
Ucapan Caca terpotong, karena Abimanyu langsung pergi meninggalkan gadis itu ke kamar mandi.
“Dasar cowok gila,” umpat Caca sembari mengepalkan kedua tangannya.
“Awas aja lo, Bi” gumam Caca.
***
Abimanyu menatap cermin di depannya. Ia tengah mengenakan kaus putih dan celana pendek hitam. Seragam dinasnya saat tidur. Pria itu mematung di sana. Bingung harus keluar atau tidak. Pasalnya, istri bar-barnya itu juga berada di kamar yang sama. Dan tentunya ia tidak ingin tidur bersama gadis itu.
Sebagai pria normal, tentu saja apa yang Abimanyu katakan tadi hanya sebuah kebohongan semata. Nyatanya, tubuh Caca yang ternyata begitu seksi itu mengusik kepalanya. Namun, semua itu ternyata tetap terkalahkan dengan rasa tidak suka Abimanyu terhadap gadis itu.
Abimanyu masih termenung di dalam kamar mandi. Apa yang harus ia lakukan setelah ini?.
Huh, rasanya ingin sekali Abimanyu keluar dari sana dan kabur. Namun, itu semua tidak akan berjalan mudah, karena ia tahu, seluruh pegawai di sini pasti akan menahannya sesuai instruksi sang ayah.
“Sialan,” umpatnya.
Akhirnya Abimanyu memutuskan untuk keluar. Tidak peduli dia nanti akan tidur di mana. Tapi, ia akan memastikan bahwa malam ini tidak akan ada satu di antaranya dan Caca yang akan tidur di ranjang.
Pria itu berdecak mendapati Caca telah berbaring membelakanginya. Abimanyu memberanikan diri mendekati gadis itu dan menggoyangkan tangannya.
“Heh, bangun, lo!”
Abimanyu kembali menepuk-nepuk lengan gadis itu. Namun, masih tidak ada respons sama sekali. Berkali-kali Abimanyu menggoyangkan tubuh Caca, tapi gadis itu tetap bergeming, seakan sedang merajut mimpi yang begitu indah.
“Sialan, lo!” umpatnya, entah sudah ke berapa.
Abimanyu akhirnya mengalah dan memilih tidur di sofa. Ia menggeram kesal saat menatap tubuh gadis itu tidur dengan nyaman di sana.
“Kalau aja lo bukan cewek, udah gue seret ke luar, lo!” gumam Abimanyu sebelum ia menutup mata.
Hari ini begitu melelahkan baginya. Terlalu banyak kejutan yang membuat batinnya bergejolak cukup kuat, hingga raganya terasa begitu penat. Dan tanpa menunggu lama, ia sudah jatuh ke alam bawah sadar.
Tanpa Abimanyu tahu, Caca menyeringai di balik selimutnya. Ia tentu saja belum tidur saat Abimanyu membangunkannya tadi. Tapi, Caca tak akan dengan mudah menuruti perintah Abimanyu, meskipun pria itu kini berstatus sebagai suaminya.
***
Pagi hari menyapa. Sinar mentari tampak menyusup melalui celah jendela kaca. Namun, seseorang di dalam kamar sana, tampak tak peduli dan memilih untuk tetap berada dalam mimpinya.
Sinar surya semakin memanas. Menerpa kulit seseorang yang masih enggan membuka mata. Dorongan untuk bangun tentu saja ada. Namun, kesadaran lebih senang untuk menampiknya.
Dering ponsel di atas meja terdengar mengalun keras. Mengisi keheningan kamar hotel tersebut, hingga membuat seseorang itu terbangun dengan sedikit paksaan.
“Hih, ponsel siapa sih yang bunyiii!” teriak Caca sembari mendudukkan diri dan membuka mata.
Lagi-lagi gadis itu terkejut mendapati Abimanyu berada satu ruangan bersamanya. Ia masih belum terbiasa dengan semua itu, hingga ia harus kembali mengorek memorinya.
Setelah mengingat kembali alasan pria itu berada di sana bersamanya, Caca merasa sedikit tenang. Ia pun menghampiri ponsel yang tengah berbunyi itu. Nama 'Bunda' dengan tanda cinta di belakangnya, membuat Caca tahu, bahwa ibu mertuanya sedang menelepon. Tak ingin lagi mendengar suara berisik itu. Caca lantas mendekatkan ponsel Abimanyu ke samping telinga sang pemilik, hingga sang empunya terlonjak kaget.
Abimanyu yang masih berada dalam setengah sadar merasakan pusing yang cukup hebat, karena terlalu kaget.
“Apaan sih, lo?” bentak Abi pada istri barunya.
“Nih, liat nyokap lo telepon dari tadi!” Caca melemparkan ponsel Abimanyu ke atas pangkuan pria itu. Tak ingin mendengarkan omelan pria itu, Caca buru-buru pergi ke kamar mandi, tak lupa membawa baju gantinya juga.
Abimanyu menghela napas melihat tingkah Caca yang dirasa tak ada sopan-sopannya. Padahal saat ini ia berstatus sebagai suami gadis itu, ya walaupun hanya sebatas suami pengganti.
Deringan ponselnya masih setia terdengar. Abimanyu pun mengusap layarnya ke atas hingga panggilan itu terhubung. Ia kemudian berjalan menuju balkon untuk bercakap dengan sang ibu.
“Lama banget angkatnya. Semalem ngapain aja?” goda wanita itu, membuat Abimanyu memutar bola matanya malas.
“Apaan sih, Bun? Jangan terlalu berharap deh,” jawab pria itu malas.
Nabila hanya terkekeh mendengar jawaban putranya. Kemudian ia menyampaikan maksud dirinya menelepon sang putra pagi ini.
Sesekali terdengar decakan dari bibir Abimanyu. Tapi, ia tetap menganggukkan kepala, atau hanya berdeham saja dengan segala instruksi dari sang ibu.
“Ya udah, Bunda tunggu kalian di bawah, oke?”
“Ya,” jawab Abimanyu malas. Ia kembali masuk ke dalam kamar dan segera membersihkan diri setelah Caca keluar dari kamar mandi.
***
Jangan lupa like dan komen
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Yayuk Bunda Idza
sama2 gila dong....jadi cocok dech
2022-04-18
0
❦ℝ𝕒𝕟𝕚❦🍇
caCa galak amat... 🙈🙈🙈🙈
2022-03-30
0
wong_oseng
up up up donk thor
2022-01-28
0