17

“Kak Abi, nanti aku boleh nggak nebeng Kakak?”

Abimanyu menggaruk kepalanya yang tak gatal. Hari ini, Abimanyu berangkat bersama Caca, karena paksaan ibunya. Mereka diminta pergi ke rumah sakit untuk menjenguk kakek Caca yang baru saja masuk rumah sakit. Mau tak mau mereka harus menuruti perintah sang ibu.

“Aduh, gimana, ya, Crys.” Abimanyu tak tahu harus memberikan alasan seperti apa pada gadis di depannya ini. Tak mungkin ia mengatakan bahwa ia berangkat bersama Caca. Karena tadi saja, mereka berpisah di belokan dekat kampus, supaya tidak ada mahasiswa yang melihat mereka.

“Gimana kenapa, Kak? Kak Abi ada kelas sampai malem? Atau ada kegiatan di BEM?” tanya gadis itu.

“Ya, enggak sih. Cuma gue mau pergi ke suatu tempat dan itu nggak nglewatin rumah, lo,” jawab Abimanyu tanpa berbohong, tetapi juga tak mengatakan yang sejujurnya.

“Oh gitu!” Crystal terlihat sedikit kecewa dengan jawaban Abimanyu. Hari ini ia berharap bisa pulang bersama Abimanyu dan mengajak pemuda itu untuk makan malam bersama. Namun, ternyata semuanya harus gagal sebelum terlaksana.

“Hari ini lo dianter Om Dipta?” tanya Abimanyu.

Crystal mengangguk cepat. Secercah harapan agaknya mampir ke dalam benak gadis itu. Ia berharap Abimanyu mau mengajaknya pergi ke tempat pria itu pergi.

“Mau bareng si Kembar aja? Hari ini mereka juga naik mobil, jadi lo bisa nebeng mereka. Kalian kan satu arah,” tawar Abimanyu.

Crystal hanya tersenyum penuh kecewa mendapat tawaran Abimanyu. Ia dengan penuh kelembutan menolak tawaran pemuda itu. Ia beralasan sungkan, karena belum mengenal si Kembar Aldi dan Aldo.

Abimanyu pun hanya bisa meminta maaf, karena tak bisa memberi tumpangan putri sahabat orang tuanya itu.

“Hari ini lo berangkat bareng Kak Abi?” Maya sangat terkejut mendengar cerita Sofi yang mengatakan bahwa ia tadi menjemput Caca di belokan dekat kampus, karena Caca diturunkan di sana oleh Abimanyu.

“Ca, please kita harus tuker posisi hari ini.” Maya berujar heboh. Ia terlihat sangat iri dengan Caca yang bisa berangkat bersama Abimanyu.

Caca menopangkan dagunya pada tangannya yang terkepal. Menatap Maya penuh keheranan.

“Lo beneran suka sama Abi?” tanya Caca dengan mata memicing.

Maya memutar bola matanya malas. “Astaga, Caca! Di kampus ini cuma orang bodoh yang nggak suka sama Kak Abi,” ucapnya malas.

Caca menegakkan tubuhnya. Menatap Maya datar kemudian berucap, “Jadi, gue cewek bodoh, karena gue nggak suka sama Abi?”

Mendengar pertanyaan Caca membuat Maya mengatupkan bibirnya rapat. Gadis itu merutuki dirinya sendiri yang salah bicara dan merasa terintimidasi dengan tatapan Caca saat ini.

“Ya, bukan begitu, Ca. Maksud gue ....” Maya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Maksud gue, ya–”

“Gue bodoh?” tukas Caca semakin membuat Maya ketakutan.

“Udah ih, kalian bahas apa sih sebenernya?” Sofi menengahi kedua temannya yang mungkin saja sebentar lagi akan berkelahi.

Caca mendengkus menatap Maya yang kikuk sendiri di seberangnya. Gadis itu kembali menyandarkan punggungnya pada kursi. Memikirkan cara untuk keluar dari kampus tanpa sepengetahuan orang-orang, karena dia bersama Abi.

“Gimana kalau nunggu sepi dulu, baru kalian masuk mobil dan keluar dari sini,” usul Sofi mengembalikan pembahasan mereka sebelumnya.

“Sof, gue harus ke rumah sakit satu jam lagi dan nggak mungkin gue nunggu sepi dulu.” Caca mendesau kesal saat tak menemukan cara yang tepat untuk keluar dari kampusnya. Ia mengangsurkan kepalanya ke atas meja. Otaknya sedang malas berpikir.