Kegamangan

“Lo nggak curiga kalau Dean sengaja nggak ngundang temen-temen kalian, biar dia bisa kabur tapi nggak mempermalukan nama dia?”

“Lo bener-bener nggak curiga sama Dean?”

Dua pertanyaan Abimanyu semalam masih terngiang-ngiang di kepala Caca. Beberapa kali gadis itu menggeleng. Ia terus berusaha menampik sekelebat kecurigaan pada kekasihnya. Ah, lebih tepatnya mungkin mantan kekasih.

“Aku yakin kamu tidak mengkhianati aku, De,” gumam Caca lirih.

Gadis itu lantas kembali membalik sebuah buku yang baru saja ia ambil dari rak perpustakaan kampusnya. Namun, konsentrasi gadis itu seperti terpecah. Pikirannya kembali berkelana memikirkan pertanyaan Abimanyu.

“Kalau Dean enggak dengan sengaja kabur, terus sekarang dia ada di mana?”

“****,” umpat Caca tanpa sadar.

“Sssttt!”

Gadis itu tampak salah tingkah saat ditatap tajam oleh seorang petugas perpustakaan. Ia bahkan memukul bibirnya sendiri, karena telah bersuara cukup keras.

“Ca!”

Caca terkejut mendengar suara lirih tepat di samping telinganya. Matanya menatap tajam pada kedua sahabatnya yang kini memasang wajah tanpa dosa.

“Lo berdua ngagetin, sumpah!” ucap Caca lirih, tetapi terdengar begitu kesal.

“Lagian lo dari tadi nglamun doang di sini,” sahut Sofi.

Kedua gadis itu duduk menggapit tubuh Caca. Mereka hampir saja membuka bungkus camilan, sebelum seorang petugas perpustakaan memperingatkan keduanya, yang hanya dibalas dengan satu senyuman lebar.

“Ayo, keluar! Ngapain juga lo di sini. Sok pinter, lo,” ajak Sofi sembari menyenggol lengan Caca.

Caca melirik Sofi malas, lantas menjawab, “Gue emang pinter, ya! Sorry. Lo tuh, yang kadang sok pinter.” Caca pun beranjak setelah melemparkan satu kalimat pedas tersebut pada Sofi, sahabatnya.

“Astaga Caca mulutnya,” gumam Sofi dengan tangan mengusap dadanya berulang-ulang.

Sedangkan Maya justru tertawa tanpa suara di samping Sofi. Ia segera beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari perpustakaan sebelum dirinya khilaf dengan menyemburkan tawanya.

“Eh, Ca. Btw, gimana rasanya malam pertama?” bisik Maya. Saat ini ketiga gadis itu telah duduk pada kursi panjang di taman kampus.

Pertanyaan tak senonoh Maya membuat mata Caca menukik tajam. Ia pun menoyor kepala gadis itu dengan gemas.

“Ca, gue lebih tua dari, lo. Inget! Main toyor aja!” ucap Maya sembari mengusap kepalanya.

“Biarin! Biar otak lo agak geser dikit, biar lo mikirnya nggak aneh-aneh,” balas Caca.

Maya mendengkus. Bibirnya mengerucut maju beberapa senti seperti seorang anak kecil yang tengah merajuk.

“Eh, tapi gue juga penasaran sih, gimana malam pertama lo sama ....” Sofi menaikturunkan alisnya setelah menggantung ucapannya.

“Lo berdua lupa atau gimana, sih? Gue tu lagi berduka, karena Dean sampai sekarang belum ditemuin. Dan lo malah nanyain hal yang ....” Caca menatap keduanya secara bergantian.

“Hal yang nggak bakal gue lakuin seumur hidup gue selain sama Dean,” ucap gadis itu.

Maya dan Sofi terdiam. Mata mereka saling melirik dan mengerjap secara bersamaan.

“Jadi, lo masih nungguin Dean, Ca?” tanya Sofi.

“Ya masih, lah. Lo berdua tahu kan, gimana cintanya gue sama Dean.” Caca mengembuskan napas lemah. Seraut kegamangan menyertainya, tetapi ia berusaha menyembunyikannya.

Maya dan Sofi hanya bisa mengangguk untuk menanggapi Caca. Masalah hati, mereka tak ingin mencampuri.

“Ca! Ca! Ca!” Maya menyenggol lengan Caca. Matanya menatap lurus pada seorang pria yang tengah berjalan lurus menembus koridor bersama dua sahabatnya.

“Kenapa sih, Ca, lo benci banget sama Kak Abi? Padahal dia itu ganteng banget. Gila sih gantengnya tingkat dewa, anjir,” ucap Maya tanpa mengalihkan tatapannya dari Abimanyu.

“Andai kemarin gue tahu masalah lo, pasti gue dengan senang hati married sama Kak Abi,” imbuh gadis itu.

Caca menggelengkan kepalanya.

“Kalau aja gue tahu jadinya nikah sama Abimanyu, gue milih kabur. Kalau bukan karena ayah gue, gue nggak sudi jadi istri dia!” timpal gadis itu. Wajahnya terlihat kesal mengingat kejadian saat itu. Saat sang ayah meminta dirinya menikah dengan Abimanyu.

“Ck, udah deh! Mending sekarang lo makan daripada otak lo inget lagi sama Kak Abi. Dan lo May. Mending lo diem dulu, jangan bahas Kak Abi. Kasihan Caca tahu!” Ucapan Sofi tentu memantik atensi Caca.

Gadis berkacamata itu memeluk sahabatnya sembari tersenyum lebar. “Lo emang sahabat yang paling pengertian, Sof,” ucap Caca.

“Gue enggak nih?” Maya tampak mengiba. Bibirnya tertekuk ke bawah, seakan tengah merasakan kesedihan yang amat mendalam.

“Enggak untuk hari ini!” jawab Caca ketus.

“Astagaaa, Caaa!” Gadis dengan tahi lalat di sisi bibirnya itu merengek sekaligus merangsek pada Caca dan Sofi.

“Apaan sih, May. Jangan deket-deket gue!”

Tak memedulikan ucapan ketus Caca. Maya terus saja berusaha memeluk Caca dari arah belakang punggung gadis itu.

Dan kelakuan ketiga gadis itu ternyata mencuri perhatian tiga pria yang tengah berjalan menuju kelas mereka.

“Itu ratu judes ngapain sih sama temen-temennya?” Salah seorang dari mereka bergumam sendiri, tetapi dapat menghentikan langkah santai Abimanyu.

Suami Caca itu pun menoleh pada arah mata sahabatnya, Aldi. Lantas kepalanya menggeleng melihat tingkah kekanakan gadis-gadis tersebut.

“Ngapain sih lo? Tumben-tumbenan merhatiin cewek-cewek itu?” Abimanyu kembali menyeret kakinya menjauhi area taman.

“Ya, enggak merhatiin juga, Bi. Cuma kebetulan liat doang,” jawab pria itu sembari mengikuti langkah Abimanyu dan saudara kembarnya.

Tak ada lagi tanggapan dari Abimanyu. Pria itu paling malas jika membicarakan tentang Caca. Entahlah, rasa ketidaksukaannya terasa mendarah daging, hingga mendengar namanya saja ia merasa sangat enggan. Namun, agaknya pria itu lupa, bahwa Caca kini telah menjadi istrinya.

Dalam langkahnya Abimanyu tersenyum ramah pada setiap orang yang menyapanya. Tidak ada yang tidak mengenal Abimanyu di kampus itu. Pria itu begitu dikenal, karena ia merupakan seorang presiden BEM di kampusnya. Sebelum menjabat pun sebenarnya ia telah banyak dikenal karena ketampanannya. Namun, bukan itu saja. Kemahirannya dalam bidang olahraga membuatnya tidak hanya dikenal di kalangan fakultasnya saja, melainkan di fakultas lain juga.

Abimanyu terkenal sebagai mahasiswa yang cukup ramah. Namun, banyak juga yang tahu jika pria itu memiliki musuh, yakni istrinya sendiri, Caca. Tak menghiraukan hal tersebut, Abimanyu selalu berusaha menjadi manusia yang baik sekaligus bermanfaat, apalagi saat ini ia menjadi seorang pemimpin.

Ayahnya selalu mengajarkan pada Abimanyu apa itu tanggung jawab. Pria dengan rambut sedikit coklat itu telah diajari bagaimana bertanggungjawab. Menjadikannya seorang pria yang memiliki rasa tanggung jawab yang cukup besar.

“Kak Abi!”

“Iya?”

Seorang perempuan berusia satu tahun lebih muda dari Abimanyu terlihat mendekat. Gadis itu membawa sebuah map berwarna biru.

“Kenapa Crys?” tanya Abimanyu.

Gadis bernama Crystal itu terdiam. Ia memandang Abimanyu dengan tatapan kagum.

“Halo, Crys?” Aldo, saudara kembar Aldi menjentikkan jarinya di depan wajah Crystal. Membuat gadis itu sadar seketika.

Crystal menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Satu senyum canggung pun tak luput gadis itu tunjukkan.

“Ah, maaf. Ini, Kak, aku mau nyerahin laporan pertanggungjawaban event kemarin,” ucap gadis itu sembari memberikan map tadi kepada Abimanyu.

Kening Abimanyu mengernyit. Ia lantas membuka laporan itu. Tak lama kemudian ia pun tersenyum setelah tahu isinya.

“Makasih, ya, Crys udah mau ikut berpartisipasi acara kemarin,” tutur Abimanyu. Tangannya terulur untuk menepuk kepala gadis itu sebelum kembali melangkah meninggalkan Crystal.

**

“Hih, kesel banget gue lihat si Crystal. Ganjen banget sama Kak Abi,” ucap Maya geram. Ia meremas tali tas punggungnya dengan begitu kesal, kala melihat Abimanyu menepuk kepala Crystal dan Crystal terlihat tersipu seperti hampir terbang ke langit.

Mendengar apa yang Maya ucapkan, sontak membuat Caca dan Sofi menoleh pada gadis itu secara bersamaan.

“Lo beneran suka sama Abi?” tanya Caca. Netranya menyipit menatap Maya.

Memutar bola matanya, Maya terlihat lebih malas saat bersitatap dengan Caca.

“Bukan gue suka sama Kak Abi, Ca. Cuma gue tu dari dulu enggak suka sama tu anak. Suka banget caper sama kating-kating kita.”

“Bener banget. Gue juga pernah lihat dia caper di depan mantan gue. Padahal waktu itu kami masih pacaran. Anjir banget nggak, sih?” timpal Sofi.

“Dan lagi, ya, Ca. Kayaknya dia itu juga enggak suka sama lo. Kelihatan banget dari cara dia natap lo,” imbuh Sofi diangguki oleh Maya.

“Kok bisa?”

Rasa penasaran Caca tiba-tiba menyembul begitu saja mendengar penuturan dua orang sahabatnya itu. Ia merasa tidak pernah membuat masalah dengan gadis cantik bernama Crystal itu. Bahkan ia tidak mengenal siapa gadis itu. Ia hanya tahu Crystal adalah teman seangkatannya dengan jurusan yang sama, tetapi berbeda kelas.

“Enggak tahu juga sih. Mungkin karena lo sering bantah Kak Abi deh. Lo tahu kan gimana sifat cewek kalau udah suka sama seseorang,” jelas Maya, mengungkapkan praduganya selama ini.

Caca terkekeh mendengar apa yang Maya ucapkan. “Ngaco deh, lo,” kilah Caca. Ia tidak setuju dengan itu. Caca mengatakan bahwa mungkin saja itu hanya perasaan mereka.

“Kok, ngaco sih, Ca!” seru Maya kesal.

“Udah, deh! Mending sekarang kita balik ke kelas. Lo lupa kita ada kelasnya Mr. Khan?”

Seketika itu juga Maya dan Sofi bergegas mengikuti Caca yang sudah lebih dulu berjalan meninggalkan mereka.

Ketiga gadis itu tampak santai menapakkan kakinya pada setiap anak tangga. Mereka terlihat bersenda gurau seperti biasanya. Tak ada hari yang mereka lewati tanpa tertawa. Setiap ocehan dan pembahasan receh mereka selalu sukses meraih atensi para orang-orang yang tengah memperhatikan mereka.

“Percaya nggak lo berdua?” tanya Sofi setelah menceritakan pengalaman horornya saat berada di rumah temannya.

Caca dan Maya menggeleng bersamaan sebagai jawaban. Membuat Sofi berdecak kesal, bahkan berpura-pura marah pada dua gadis itu.

Langkah mereka masih terus terayun, hingga Caca tiba-tiba menghentikan langkah, karena seseorang hampir saja menabraknya.

Setelah memutar bola matanya, Caca lantas melangkahkan kakinya ke samping kiri. Namun, seseorang di depannya itu ternyata melakukan hal yang sama. Bahkan, ketika Caca melangkah ke samping kanan, seseorang itu tampak melakukan hal yang sama lagi, hingga membuat Caca sangat geram.

“Lo maunya apa sih, Bi?”

“Ck, lo yang maunya apa?” tanya pria itu yang tak lain adalah Abimanyu, suami Caca. Mereka sama-sama tak ada yang mau mengalah.

“Heh! Lo yang ngikutin langkah gue!” Caca tampak semakin emosi kala melihat kerutan pada kening Abimanyu yang tak lama kemudian menggeleng.

“Minggir, lo!” seru Caca sembari mengibaskan tangannya.

Mau tak mau Abimanyu sedikit menyingkir untuk memberikan jalan pada istrinya. Ucapan Caca dengan nada cukup tinggi tadi selalu bisa meraih perhatian banyak orang, hingga ia sering merasa malu sendiri ketika berdebat dengan gadis itu.

***

Jangan lupa like dan komen❤

Terpopuler

Comments

❦ℝ𝕒𝕟𝕚❦🍇

❦ℝ𝕒𝕟𝕚❦🍇

kwkwkww menjelang bucin ye kan 🤣🤣

2022-04-01

0

Dita Susandi

Dita Susandi

makasih udah up thor.. tak tungguin terus drmu..🥰🥰🥰

2022-02-17

0

Rahmalia Nurodin

Rahmalia Nurodin

yah sama2 keras kepala.....

2022-02-16

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Flashback
3 Flashback 2
4 Memelas
5 Tak Sopan
6 Tetap percaya
7 Perjanjian
8 Kegamangan
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Musuh baru?
12 Tak cocok
13 Ganteng
14 Kagum
15 Mimpi buruk
16 Habis manis sepah dibuang
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34 : Tidak masuk akal
35 Bab 35 : Memperjuangkan
36 Bab 36 : Perhatian kecil
37 Bab 37 : Tak terganggu
38 Bab 38 : Sakit
39 Bab 39 : Panik
40 Bab 40 : Menangis
41 Bab 41 : Mengusir
42 Bab 42 : Aku malu
43 Bab 43 : Pertanyaan yang membosankan
44 Bab 44 : Halusinasi
45 Bab 45 : Kejadian
46 Bab 46 : Menertawakan
47 Bab 47 : PDKT
48 Bab 48 : Penasaran
49 Bab 49 : Dibela
50 Bab 50 : Salah menilai
51 Bab 51 : Mikirin kamu
52 Bab 52 : Menggoda
53 Bab 53 : Rencana
54 Bab 54 : Jalan-jalan
55 Bab 55 : Sedikit perubahan
56 Bab 56 : Pertama kali
57 Bab 57 : Pertanyaan
58 Bab 58 : Mengantarkan pulang
59 Bab 59 : Sedekat apa?
60 Bab 60 : Memenuhi kepala
61 Bab 61 : Berlebihan
62 Bab 62 : Tanpa sadar
63 Bab 63 : Sikap
64 Bab 64
65 Bab 65 : Sederhana
66 Bab 66 : Oma
67 Bab 67 : Masa lalu
68 Bab 68 : Pesan
69 Bab 69 : Yang benar saja!
70 Bab 70 : Seseorang
71 Bab 71 : Menjelaskan
72 Bab 72 : Menyangkal
73 Bab 73 : Tidak fokus
74 Bab 74 : Goyah
75 Bab 75 : Kecewa
76 Bab 76 : Jangan tinggalkan aku!
77 Bab 77 : Perdebatan kecil
78 Bab 78 : Berbeda
79 Bab 79 : Baru kali ini
80 Bab 80 : Maaf
81 Bab 81 : Ternyata!
82 Bab 82 : Menonton pertandingan
83 Bab 83 : Mengakui
84 Bab 84 : Kebahagiaan kecil
85 Bab 85 : I'm yours
86 Bab 86 : (Bukan) yang pertama
87 Bab 87 : Menerima
88 Bab 88 : Berangkat liburan
89 Bab 89 : Vila
90 Bab 90 : Pesta
91 Bab 91 : Cemburu
92 Bab 92 : Mengenyahkan
93 Bab 93 : Khawatir
94 Bab 94 : Perasaan
95 Bab 95 : Parasit
96 Bab 96 : Maaf
97 Bab 97 : Menyembunyikan
98 Bab 98 : Mengganggu
99 Bab 99 : Tidak akan!
100 Bab 100 : Jail
101 Bab 101 : Masalah kecil
102 Bab 102 : Menyadarkan
103 Bab 103 : Sejak dulu
104 Bab 104 : Rindu
105 Bab 105 : Masih rindu
106 Bab 106 : Kejutan?
107 Bab 107 : Tragedi
108 Bab 108 : Kesedihan
109 Bab 109 : Senyuman
110 Bab 110 : Menghabiskan Uang
111 Bab 111 : Kondisi
112 Bab 112 : Tidak menginginkan
113 Bab 113 : Kembali
114 Bab 114 : Nyaman
115 Bab 115 : Dean
116 Bab 116 : TAMAT
Episodes

Updated 116 Episodes

1
Prolog
2
Flashback
3
Flashback 2
4
Memelas
5
Tak Sopan
6
Tetap percaya
7
Perjanjian
8
Kegamangan
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Musuh baru?
12
Tak cocok
13
Ganteng
14
Kagum
15
Mimpi buruk
16
Habis manis sepah dibuang
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34 : Tidak masuk akal
35
Bab 35 : Memperjuangkan
36
Bab 36 : Perhatian kecil
37
Bab 37 : Tak terganggu
38
Bab 38 : Sakit
39
Bab 39 : Panik
40
Bab 40 : Menangis
41
Bab 41 : Mengusir
42
Bab 42 : Aku malu
43
Bab 43 : Pertanyaan yang membosankan
44
Bab 44 : Halusinasi
45
Bab 45 : Kejadian
46
Bab 46 : Menertawakan
47
Bab 47 : PDKT
48
Bab 48 : Penasaran
49
Bab 49 : Dibela
50
Bab 50 : Salah menilai
51
Bab 51 : Mikirin kamu
52
Bab 52 : Menggoda
53
Bab 53 : Rencana
54
Bab 54 : Jalan-jalan
55
Bab 55 : Sedikit perubahan
56
Bab 56 : Pertama kali
57
Bab 57 : Pertanyaan
58
Bab 58 : Mengantarkan pulang
59
Bab 59 : Sedekat apa?
60
Bab 60 : Memenuhi kepala
61
Bab 61 : Berlebihan
62
Bab 62 : Tanpa sadar
63
Bab 63 : Sikap
64
Bab 64
65
Bab 65 : Sederhana
66
Bab 66 : Oma
67
Bab 67 : Masa lalu
68
Bab 68 : Pesan
69
Bab 69 : Yang benar saja!
70
Bab 70 : Seseorang
71
Bab 71 : Menjelaskan
72
Bab 72 : Menyangkal
73
Bab 73 : Tidak fokus
74
Bab 74 : Goyah
75
Bab 75 : Kecewa
76
Bab 76 : Jangan tinggalkan aku!
77
Bab 77 : Perdebatan kecil
78
Bab 78 : Berbeda
79
Bab 79 : Baru kali ini
80
Bab 80 : Maaf
81
Bab 81 : Ternyata!
82
Bab 82 : Menonton pertandingan
83
Bab 83 : Mengakui
84
Bab 84 : Kebahagiaan kecil
85
Bab 85 : I'm yours
86
Bab 86 : (Bukan) yang pertama
87
Bab 87 : Menerima
88
Bab 88 : Berangkat liburan
89
Bab 89 : Vila
90
Bab 90 : Pesta
91
Bab 91 : Cemburu
92
Bab 92 : Mengenyahkan
93
Bab 93 : Khawatir
94
Bab 94 : Perasaan
95
Bab 95 : Parasit
96
Bab 96 : Maaf
97
Bab 97 : Menyembunyikan
98
Bab 98 : Mengganggu
99
Bab 99 : Tidak akan!
100
Bab 100 : Jail
101
Bab 101 : Masalah kecil
102
Bab 102 : Menyadarkan
103
Bab 103 : Sejak dulu
104
Bab 104 : Rindu
105
Bab 105 : Masih rindu
106
Bab 106 : Kejutan?
107
Bab 107 : Tragedi
108
Bab 108 : Kesedihan
109
Bab 109 : Senyuman
110
Bab 110 : Menghabiskan Uang
111
Bab 111 : Kondisi
112
Bab 112 : Tidak menginginkan
113
Bab 113 : Kembali
114
Bab 114 : Nyaman
115
Bab 115 : Dean
116
Bab 116 : TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!