Musuh baru?

Kabut masih tampak menyelimuti bumi. Hawa dingin dari luar menyeruak masuk ke dalam dinding sudut rumah keluarga Abimanyu. Jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi saat Caca berada di dapur bersama Nabila.

Gadis itu tampak cekatan dalam mengolah bahan makanan. Membuat sebuah menu sarapan yang cukup sering ia hidangkan saat di rumah kedua orang tuanya dulu.

Nabila memperhatikan menantunya dengan saksama. Ia tersenyum bangga pada gadis itu. Ada perasaan bahagia bisa mendapat seorang menantu yang begitu rajin. Wanita itu kembali menghaluskan bumbu untuk membuat menu masakan lain. Ia fokus pada bahan-bahan yang telah ia ambil dari dalam kulkas. Meninggalkan menantunya untuk berkreasi sendiri.

Menghapus keheningan yang melanda keduanya. Nabila mengangkat bicara dengan menanyakan apakah Abimanyu sudah bangun atau belum.

Caca menghentikan gerakan tangannya yang tengah menumis bumbu. Kepalanya menggeleng sambil menatap sang bunda.

“Belum deh, Bun, kayaknya,” jawab Caca. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda sekejap.

Membicarakan Abimanyu, Caca jadi teringat saat ia bangun tadi pagi. Caca cukup terkejut saat dirinya bangun di atas tempat tidur. Bagaimana bisa?, pikirnya. Namun, ia juga merasa sangat dongkol saat mendapati Abimanyu tertidur nyaman di sofa yang ternyata bisa diubah menjadi tempat tidur.

Sialan, batin Caca saat itu. Caca berdecak sebal. Ia sangat kesal dengan suaminya, karena pria itu tidak memberitahu bahwa ternyata sofa itu memiliki desain seperti itu. Jika ia diberitahu, tubuhnya tentu tidak akan terasa sakit saat bangun kemarin.

“Ca, garamnya habis, ya?”

Suara Nabila menyeret Caca kembali ke dunia nyata. Gadis itu segera melihat wadah yang biasanya terisi garam.

“Eh, iya habis. Tadi aku pake, Bun. Maaf,” ucapnya sedikit merasa bersalah.

Bukannya marah. Nabila malah tertawa pelan, melihat tingkah menantunya. Ia pun berkata tidak apa-apa, karena garamnya memang tinggal sedikit dan ia lupa membelinya. Wanita itu pun memanggil putra bungsunya yang tak sengaja lewat di dekat dapur dan menyuruh remaja itu untuk membelikan garam di toko yang tak jauh dari rumah mereka.

Tanpa berdebat, Dio mengiyakan perintah ibunya dengan senang hati. Remaja laki-laki itu lantas beranjak dari dapur setelah mendapatkan uang dari ibunya.

Melihat hal tersebut, Caca jadi teringat adik ke duanya. Ata, remaja yang memiliki usia sama dengan Dio itu sangat susah untuk dimintai bantuan terutama saat sang ibu menyuruhnya membeli kebutuhan dapur di toko dekat rumah mereka.

Adik Caca itu selalu saja memiliki berbagai alasan untuk menolak perintah sang ibu. Hingga semua orang merasa sangat geram terhadap bocah itu.

**

Setelah berkutat cukup lama di dapur. Akhirnya Caca dapat menyelesaikan sayur capcay ekstra pedasnya. Gadis itu lantas mematikan kompor, kemudian meminta seorang asisten rumah tangga untuk melanjutkan pekerjaannya.

Caca berpamitan pada ibu mertuanya untuk kembali ke kamar lebih dulu, karena sejak tadi ia belum membersihkan diri.

“Tolong bangunin Abi sekalian, ya, Ca. Biasanya jam segini dia belum bangun,” pinta Nabila sebelum menantunya keluar dari dapur.

“Iya, Bun,” jawab Caca seraya meletakkan apron kembali ke tempatnya.

Membuka pintu kamar dengan pelan. Caca melongokkan kepalanya terlebih dahulu sebelum masuk. Takut-takut kejadian semalam terulang kembali. Gadis itu bernapas lega saat kamar itu terlihat kosong. Ia pun segera masuk ke dalam sana.

Namun, alangkah terkejutnya Caca saat melihat Abimanyu berbaring di atas tempat tidur. Itu berarti sebenarnya pria itu sudah bangun, tetapi hanya untuk berpindah tempat dan kembali tidur.

Caca menggelengkan kepala, tak percaya akan apa yang ia lihat itu. Di luar sudah tampak begitu terang, dan pemuda itu seperti tak terganggu sama sekali.

Caca hendak membangunkan Abimanyu, tetapi urung dan memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu.

**

Dua puluh menit kemudian Caca keluar dari kamar mandi dengan setelan rapi. Rambutnya tampak basah dan tengah diusap dengan handuk kecil. Gadis itu berjalan keluar kamar mandi. Ia berdecak kesal kala melihat Abimanyu masih berbaring tenang di atas tempat tidur.

Tak ingin diinterogasi oleh sang ibu mertua, karena Abimanyu belum juga bangun. Akhirnya Caca menyudikan diri untuk membangunkan pemuda itu.

“Bi, bangun!” Caca menggoyangkan lengan Abimanyu dengan jari telunjuk.

“Bi, udah siang, ditunggu ayah sama bunda sarapan!”

“Hm,”

Abimanyu tampak tak terganggu. Pria itu malah mengganti posisinya menjadi miring.

Semakin kesal saja Caca rasanya, melihat kelakuan Abimanyu. Gadis itu lantas memukul lengan Abimanyu dengan cukup keras dan kembali mengguncangkannya.

Namun, nahasnya saat Caca mengguncangkan lengan Abimanyu, tangan gadis itu malah digenggam dan ditarik oleh Abimanyu hingga tubuhnya terjatuh di atas tempat tidur.

“Aaa!” pekik Caca, terkejut. Dan itu berhasil membuka mata Abimanyu yang masih terasa lengket.

“Ngapain, lo?” Abimanyu yang terkejut melihat Caca berbaring di sampingnya tampak membulatkan mata dan memundurkan tubuh.

“Mau merkosa gue ya, lo” tuduh Abimanyu sembari menudingkan jari telunjuknya.

Mata Caca membulat sempurna. “Ini tu gara-gara, lo. Bego!” sembur gadis itu tak terima. Ia lantas beranjak dari samping suaminya sembari mengusap lengannya, seakan baru saja terkena kotoran.

Pria itu tampak mengernyit tak mengerti. Hingga Caca mengatakan hal sebenarnya. Namun, Abimanyu tidak merasa bersalah. Pria itu malah berlalu ke kamar mandi. Mengabaikan Caca yang menyuruhnya minta maaf.

“Abimanyu gila!” teriak Caca geram. Gadis itu meremas udara. Merasa begitu kesal dengan tingkah suaminya.

**

Universitas ternama di kota itu terlihat begitu ramai. Para mahasiswa tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang sibuk mengerjakan tugas di taman, ada yang sibuk bercengkerama sembari membicarakan gosip artis terbaru, dan ada juga yang sibuk bermesraan dengan kekasihnya.

Suasana yang tak pernah sepi itu selalu menjadi pemandangan indah bagi Abimanyu. Pria itu tak pernah jemu memandang seluruh kegiatan yang ada di kampusnya.

Saat ini, pria yang baru tiba itu tengah berjalan di koridor. Ia memasang senyum ramah, menyapa setiap orang yang ia lewati.

“Wei, Pak Bos baru dateng!” Aldi merangkul leher Abimanyu tanpa sungkan. Kemudian menyeret pria itu menuju kelas mereka.

“Eh, tadi lo dicariin Bu Siska,” ucap Aldi, setelah melangkah cukup jauh.

Abimanyu tampak mengernyitkan kening. Setahunya, semester ini mereka tidak mendapatkan mata kuliah dari wanita itu. Lalu, untuk apa mencarinya?. Menghilangkan rasa penasaran, Abimanyu bertanya kenapa Bu Siska mencari dirinya.

“Kita nggak tahu lah, Bi. Mungkin terkait sosialisasi kampus.”

Jawaban Aldo membuat Abimanyu mengangguk mengerti. Kegiatan tahunan yang selalu diselenggarakan oleh pihak kampus itu akan menjadi tanggung jawabnya saat ini.

“Lo disuruh ke ruangannya sekarang, Bi,” ucap Aldi membuat Abimanyu menghentikan langkahnya secara mendadak.

“Kenapa nggak bilang dari tadi, sih!” seru Abimanyu kesal. Teman rasa musuhnya ini memang suka sekali membuatnya melakukan dua kali pekerjaan.

“Ya, lo nggak nanya,” jawab Aldi dengan tampang tanpa dosa.

Abimanyu menghadap pada si kembar yang ia hafal wajahnya itu. Tatapan Abimanyu tampak serius dan tajam.

“Harusnya, lo bilang ke gue dari tadi dan nggak nyeret gue ke sini,” omel pria itu dengan suara tajam.

“Lo tu demen banget kalau gue harus balik lagi ke depan,” imbuh Abimanyu seraya memutar kakinya kembali ke gedung depan. Raut wajahnya tampak kesal, karena harus menuruni tangga kembali.

“Awas lo, Di!” teriak Abimanyu dari arah anak tangga. Ia mengacungkan kepalan tangan di udara, mengancam Aldi.

Pemuda bernama Revaldi itu bergidik ngeri membayangkan apa yang akan Abimanyu lakukan padanya nanti.

“Bang, gimana nih? Keknya Abi marah sama gue.” Aldi berdecak menatap kepergian Abimanyu.

“Gue nggak bisa lindungi lo, ya, Di. Kalau Abimanyu mau mukul lo, gara-gara lo bikin dia kesel,” ucap Aldo tak peduli. Ia sangat tahu perangai adiknya yang selalu jail terhadap orang lain, terutama Abimanyu.

“Yah, Bang. Kok lo gitu sih,” keluh Aldi seraya mengikuti langkah kakak kembarnya, yang sudah lebih dulu berjalan menuju kelas mereka.

**

Abimanyu masih menahan kesal pada Aldi, karena telah membuatnya kembali ke ruangan yang telah ia lewati sebelumnya bersama pria itu. Ia tampak terdiam sejenak ketika hendak mengetuk pintu. Terdengar ada sedikit percakapan yang begitu samar di dalam ruangan tersebut.

Namun, mengingat dirinya dipanggil, Abimanyu memberanikan diri mengetuk pintu dan membukanya setelah mendapatkan instruksi untuk masuk.

“Permisi,” ucap Abimanyu seraya melangkahkan kakinya melewati pintu.

“Oh, Abi. Silakan duduk, Bi,” ucap dosen itu sembari menunjuk satu kursi di depan mejanya. Tepat bersebelahan dengan seorang gadis yang sejak tadi juga berada di sana.

“Ada apa, ya, Bu, mencari saya?” tanya Abimanyu tanpa basa-basi.

“Oke, langsung saja, ya, tidak perlu basa-basi. Jadi, kalian saya minta menjadi koordinator untuk kegiatan sosialisasi kampus di beberapa SMA yang ada di kota ini. Kalian cari teman yang bisa diajak kerja sama. Nanti saya beritahu alurnya. Bagaimana?”

“Kalian?” tanya Abimanyu lirih.

“Iya, kalian. Kamu sama Caca,” jawab wanita itu.

“What?” pekik keduanya bersamaan.

**

“Jangan dia!”

“Jangan dia!”

“Jangan dia!”

Brak

Caca terperanjat saat tangan Abimanyu menggebrak meja tepat di depan wajahnya. Saat ini mereka tengah berada di kantin kampus, untuk membahas siapa saja yang akan mereka jadikan rekan selama beberapa minggu ke depan.

“Mau lo tu gimana sih, Ca!” sentak Abimanyu emosi. Ia sangat kesal dengan Caca. Sejak tadi gadis itu menolak nama yang ia ajukan sebagai rekan mereka dalam sosialisasi kampus yang akan segera diadakan.

“Santai aja kali, Bi, nggak usah gebrak meja gitu,” cibir Caca.

“Gimana gue bisa santai kalau lo dari tadi nyuruh gue coret nama yang gue ajuin.” Abimanyu mengangkat kertas berisi nama-nama temannya.

“Nih, lo liat. Hampir semua gue coret namanya. Terus lo mau minta bantuan siapa kalau semua ini nggak lo terima,” ucap Abimanyu kesal. Napasnya naik turun menahan rasa geram terhadap ... ah, istrinya sendiri.

“Salah lo sendiri nulis nama tanpa tanya gue.” Gadis itu tampak tenang membalas Abimanyu.

Caca mengambil alih kertas suaminya. Lalu, menuliskan beberapa nama teman yang ia kenal dan cukup bisa diandalkan dalam bekerja sama. Sesekali ia mengetukkan pulpen pada keningnya saat mencoba mengingat nama temannya yang lain.

“Banyak banget yang lo tulis?”

“Ini Cuma usulan dari gue, Bi. Dan lo berhak coret salah satu nama ini!” jawab Caca sembari menggeser kertas tersebut ke dekat Abimanyu.

Pemuda itu lantas menerima kertas tersebut, kemudian memfokuskan diri dengan beberapa nama-nama itu. Ia mencoret satu persatu nama yang baginya tidak perlu diikutsertakan.

Mereka berdiskusi cukup lama. Abimanyu tampak tenang menjelaskan apa yang akan dilakukan mereka terkait kegiatan tersebut. Ia memiliki sedikit pengalaman dari kegiatan tahun sebelumnya. Dan Caca terlihat mendengarkan dengan fokus. Namun, terkadang ia juga membantah dan mengutarakan pendapatnya yang begitu bertolak belakang dengan apa yang Abimanyu sampaikan.

“Gue nggak setuju, ya, Bi. Ini tuh harusnya dibagi jadi tujuh kelompok, biar cepet. Dua puluh delapan anak cuma lo jadiin empat kelompok nanti kelamaan agenda kita. Kan kata lo banyak yang bakal dikunjungi,” usul Caca dengan nada tegas.

Abimanyu memikirkan apa yang Caca usulkan. Memang benar, ada banyak sekolah yang akan dikunjungi. Sehingga jika ia hanya membuat empat kelompok akan terlalu lama. Ia pun menimbang-nimbang usulan Caca. Dan setelah beberapa saat, akhirnya ia mengangguk setuju.

Mereka berdua menjadwalkan pertemuan dengan teman-teman yang akan menjadi bagian dari mereka pada keesokan harinya. Namun, sebelum itu Caca membuat grup chat dan memasukkan beberapa nomor orang-orang yang ia dan Abimanyu pilih sebagai rekan mereka nanti.

Caca masih sibuk dengan ponselnya saat seorang gadis tiba-tiba duduk di depannya. Ia pun mendongakkan kepala mencari tahu siapa yang baru saja duduk.

“Lo Caca, kan?”

Kedua alis Caca terangkat heran. Tidak mengerti maksud gadis itu menanyakan namanya yang tentu saja jawabannya adalah iya.

“Menurut lo?” tanyanya balik.

Mata gadis itu memutar. Tanpa basa-basi gadis itu mengutarakan tujuannya mencari Caca.

“Gue tahu hubungan lo sama Kak Abi nggak baik. Jadi, mending lo ngundurin diri sebagai koordinator sosialisasi kampus, daripada nanti kegiatan itu malah nggak berjalan gegara lo selalu beda pendapat sama dia,” ujarnya tanpa rasa takut.

Sontak Caca terbahak mendengar apa yang gadis itu katakan. “Lo waras kan?” selorohnya membuat gadis itu menatap tak suka.

“Siapa sih, lo? Kok, lo bisa tahu gue sama Abi yang jadi koordinator. Padahal gue sama dia belum kasih pengumuman dan cuma buat gc doang.” Caca masih ingin menyemburkan tawanya jika tidak melihat raut kesal gadis itu.

“Lo nggak tahu siapa gue?” tanya gadis itu sedikit kesal. Terutama saat Caca menggeleng tanpa beban.

“Gue Crystal. Calon istri Kak Abi!”

***

Abimanyu versi aku🤭

Cahaya Bulan yang judesnya kebangetan 😆

***

Jangan lupa like dan komen❤

Terpopuler

Comments

Hemi Imut

Hemi Imut

😍😍😍

2022-06-18

0

❦ℝ𝕒𝕟𝕚❦🍇

❦ℝ𝕒𝕟𝕚❦🍇

kepedean tingkat dewa 🤣🤣🤣

2022-04-01

0

Rahmalia Nurodin

Rahmalia Nurodin

semangat terus Thor.....

2022-03-16

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Flashback
3 Flashback 2
4 Memelas
5 Tak Sopan
6 Tetap percaya
7 Perjanjian
8 Kegamangan
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Musuh baru?
12 Tak cocok
13 Ganteng
14 Kagum
15 Mimpi buruk
16 Habis manis sepah dibuang
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34 : Tidak masuk akal
35 Bab 35 : Memperjuangkan
36 Bab 36 : Perhatian kecil
37 Bab 37 : Tak terganggu
38 Bab 38 : Sakit
39 Bab 39 : Panik
40 Bab 40 : Menangis
41 Bab 41 : Mengusir
42 Bab 42 : Aku malu
43 Bab 43 : Pertanyaan yang membosankan
44 Bab 44 : Halusinasi
45 Bab 45 : Kejadian
46 Bab 46 : Menertawakan
47 Bab 47 : PDKT
48 Bab 48 : Penasaran
49 Bab 49 : Dibela
50 Bab 50 : Salah menilai
51 Bab 51 : Mikirin kamu
52 Bab 52 : Menggoda
53 Bab 53 : Rencana
54 Bab 54 : Jalan-jalan
55 Bab 55 : Sedikit perubahan
56 Bab 56 : Pertama kali
57 Bab 57 : Pertanyaan
58 Bab 58 : Mengantarkan pulang
59 Bab 59 : Sedekat apa?
60 Bab 60 : Memenuhi kepala
61 Bab 61 : Berlebihan
62 Bab 62 : Tanpa sadar
63 Bab 63 : Sikap
64 Bab 64
65 Bab 65 : Sederhana
66 Bab 66 : Oma
67 Bab 67 : Masa lalu
68 Bab 68 : Pesan
69 Bab 69 : Yang benar saja!
70 Bab 70 : Seseorang
71 Bab 71 : Menjelaskan
72 Bab 72 : Menyangkal
73 Bab 73 : Tidak fokus
74 Bab 74 : Goyah
75 Bab 75 : Kecewa
76 Bab 76 : Jangan tinggalkan aku!
77 Bab 77 : Perdebatan kecil
78 Bab 78 : Berbeda
79 Bab 79 : Baru kali ini
80 Bab 80 : Maaf
81 Bab 81 : Ternyata!
82 Bab 82 : Menonton pertandingan
83 Bab 83 : Mengakui
84 Bab 84 : Kebahagiaan kecil
85 Bab 85 : I'm yours
86 Bab 86 : (Bukan) yang pertama
87 Bab 87 : Menerima
88 Bab 88 : Berangkat liburan
89 Bab 89 : Vila
90 Bab 90 : Pesta
91 Bab 91 : Cemburu
92 Bab 92 : Mengenyahkan
93 Bab 93 : Khawatir
94 Bab 94 : Perasaan
95 Bab 95 : Parasit
96 Bab 96 : Maaf
97 Bab 97 : Menyembunyikan
98 Bab 98 : Mengganggu
99 Bab 99 : Tidak akan!
100 Bab 100 : Jail
101 Bab 101 : Masalah kecil
102 Bab 102 : Menyadarkan
103 Bab 103 : Sejak dulu
104 Bab 104 : Rindu
105 Bab 105 : Masih rindu
106 Bab 106 : Kejutan?
107 Bab 107 : Tragedi
108 Bab 108 : Kesedihan
109 Bab 109 : Senyuman
110 Bab 110 : Menghabiskan Uang
111 Bab 111 : Kondisi
112 Bab 112 : Tidak menginginkan
113 Bab 113 : Kembali
114 Bab 114 : Nyaman
115 Bab 115 : Dean
116 Bab 116 : TAMAT
Episodes

Updated 116 Episodes

1
Prolog
2
Flashback
3
Flashback 2
4
Memelas
5
Tak Sopan
6
Tetap percaya
7
Perjanjian
8
Kegamangan
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Musuh baru?
12
Tak cocok
13
Ganteng
14
Kagum
15
Mimpi buruk
16
Habis manis sepah dibuang
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34 : Tidak masuk akal
35
Bab 35 : Memperjuangkan
36
Bab 36 : Perhatian kecil
37
Bab 37 : Tak terganggu
38
Bab 38 : Sakit
39
Bab 39 : Panik
40
Bab 40 : Menangis
41
Bab 41 : Mengusir
42
Bab 42 : Aku malu
43
Bab 43 : Pertanyaan yang membosankan
44
Bab 44 : Halusinasi
45
Bab 45 : Kejadian
46
Bab 46 : Menertawakan
47
Bab 47 : PDKT
48
Bab 48 : Penasaran
49
Bab 49 : Dibela
50
Bab 50 : Salah menilai
51
Bab 51 : Mikirin kamu
52
Bab 52 : Menggoda
53
Bab 53 : Rencana
54
Bab 54 : Jalan-jalan
55
Bab 55 : Sedikit perubahan
56
Bab 56 : Pertama kali
57
Bab 57 : Pertanyaan
58
Bab 58 : Mengantarkan pulang
59
Bab 59 : Sedekat apa?
60
Bab 60 : Memenuhi kepala
61
Bab 61 : Berlebihan
62
Bab 62 : Tanpa sadar
63
Bab 63 : Sikap
64
Bab 64
65
Bab 65 : Sederhana
66
Bab 66 : Oma
67
Bab 67 : Masa lalu
68
Bab 68 : Pesan
69
Bab 69 : Yang benar saja!
70
Bab 70 : Seseorang
71
Bab 71 : Menjelaskan
72
Bab 72 : Menyangkal
73
Bab 73 : Tidak fokus
74
Bab 74 : Goyah
75
Bab 75 : Kecewa
76
Bab 76 : Jangan tinggalkan aku!
77
Bab 77 : Perdebatan kecil
78
Bab 78 : Berbeda
79
Bab 79 : Baru kali ini
80
Bab 80 : Maaf
81
Bab 81 : Ternyata!
82
Bab 82 : Menonton pertandingan
83
Bab 83 : Mengakui
84
Bab 84 : Kebahagiaan kecil
85
Bab 85 : I'm yours
86
Bab 86 : (Bukan) yang pertama
87
Bab 87 : Menerima
88
Bab 88 : Berangkat liburan
89
Bab 89 : Vila
90
Bab 90 : Pesta
91
Bab 91 : Cemburu
92
Bab 92 : Mengenyahkan
93
Bab 93 : Khawatir
94
Bab 94 : Perasaan
95
Bab 95 : Parasit
96
Bab 96 : Maaf
97
Bab 97 : Menyembunyikan
98
Bab 98 : Mengganggu
99
Bab 99 : Tidak akan!
100
Bab 100 : Jail
101
Bab 101 : Masalah kecil
102
Bab 102 : Menyadarkan
103
Bab 103 : Sejak dulu
104
Bab 104 : Rindu
105
Bab 105 : Masih rindu
106
Bab 106 : Kejutan?
107
Bab 107 : Tragedi
108
Bab 108 : Kesedihan
109
Bab 109 : Senyuman
110
Bab 110 : Menghabiskan Uang
111
Bab 111 : Kondisi
112
Bab 112 : Tidak menginginkan
113
Bab 113 : Kembali
114
Bab 114 : Nyaman
115
Bab 115 : Dean
116
Bab 116 : TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!