Netra Abimanyu terbuka saat cahaya matahari mulai masuk ke dalam kamarnya. Ia tak terkejut melihat pemandangan pertama yang ada di depan mata adalah sang istri.
Abimanyu masih ingat betul apa yang terjadi semalam. Suatu kejadian di masa lalu kembali terputar di dalam mimpinya. Mimpi yang kerap menghantuinya sejak ia masih kecil hingga sekarang. Mimpi yang sangat ingin ia lupakan, tetapi mimpi itu seolah menempel kuat padanya dan akan muncul dalam malamnya pada saat tertentu saja.
Namun, berbeda dengan semalam, saat ia memutuskan untuk meminta Caca menemaninya. Rasa tenang langsung menyerap ke dalam hati Abimanyu. Kekhawatiran yang selalu muncul setiap kali mimpi itu datang hilang entah ke mana. Entah ada apa, Abimanyu pun tidak tahu. Yang pasti ia mendapatkan kembali kenyamanan yang sangat ia rindukan.
Abimanyu turun dari tempat tidur setelah memastikan Caca belum terbangun. Ia bahkan menaikkan selimut gadis itu hingga sebatas dada agar Caca tak terbangun .
Pemuda itu turun ke dapur. Ia mencari teh hijau kesukaannya. Ia menyeduh teh itu sendiri tanpa bantuan ibu ataupun asisten rumah tangganya.
“Nggak kuliah, Bi?” tanya Nabila saat melihat Abimanyu masih menggunakan kaus semalam, padahal hari sudah cukup siang.
Abimanyu yang sudah hampir keluar dari dapur akhirnya berhenti sejenak. “Enggak, dosen aku katanya lagi sakit, jadi libur dulu,” jawabnya.
“Kamu bikin apa barusan?” tanya Nabila lagi penasaran.
Abimanyu mengangkat cangkirnya sembari menjawab, “Aku buat teh hijau.”
Nabila hanya ber-oh saja. Tampaknya wanita itu terlalu fokus dengan masakannya hingga ia tidak menyadari akan suatu hal.
Abimanyu kembali ke kamarnya. Ia mendudukkan diri di balkon sembari menikmati teh hijau kesukaannya. Pandangan Abimanyu lurus ke depan. Ia mengingat kembali masa kelam itu. Masa di mana ia berjuang sendiri melawan ketakutan. Saat dirinya harus melawan beberapa orang, bahkan harus kehilangan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya.
Pada masa itu juga, Abimanyu dipertemukan dengan seorang dokter perempuan yang memberinya kasih sayang yang begitu penuh. Trauma yang pernah hadir dalam hidupnya, perlahan hilang atas bantuan dokter itu. Dokter yang tak lain adalah mertuanya sendiri.
Memantikkan api pada sebatang rokok. Abimanyu menghisap benda bernikotin itu secara perlahan. Menikmatinya tanpa beban, sembari berusaha melupakan mimpi semalam.
**
Mengerjapkan mata perlahan. Caca mencoba membuka matanya yang masih terasa begitu berat. Namun, cahaya matahari yang terasa semakin panas membuatnya memaksa kedua kelopak matanya untuk terbuka.
Caca mencoba mengingat bagaimana dirinya bisa tidur dengan nyaman di atas tempat tidur itu. Padahal seingatnya, kemarin ia terbangun di atas sana juga. Bukankah seharusnya pagi ini ia berada di atas sofa? pikir gadis itu.
Sembari mengucek mata dan mendudukkan diri Caca mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Hingga akhirnya ingatan Caca kembali pada kejadian itu, saat dirinya hendak tertidur kemudian mendengar Abimanyu meracau, dan akhirnya ia menemani pemuda itu tidur.
Kepala Caca berkeliling. Matanya menyisir seluruh ruangan yang cukup luas itu, mencoba mencari keberadaan suaminya. Namun, tampaknya pemuda itu sudah terbangun sejak tadi, melihat suhu sisi ranjang sebelahnya telah dingin.
Caca pun beranjak berdiri untuk segera membersihkan diri, karena pagi ini ia harus menghadiri kelas pagi. Gadis itu menggeleng melihat jam dinding yang tergantung di kamar sudah menunjukkan pukul enam pagi. Itu artinya, masakan sang ibu mertua sudah hampir siap, dan ia sangat terlambat bangun pagi ini.
Mata Caca memicing saat melewati pintu balkon yang terbuka. Ia yang awalnya ingin segera masuk ke kamar mandi tiba-tiba mengurungkan diri. Gadis itu berjalan pelan mendekati seseorang yang tampaknya tengah merokok di sana. Terlihat dari kepulan asap yang muncul dari balik kepalanya.
“Pagi-pagi udah ngerokok,” celetuk Caca sembari menyandarkan tubuhnya pada pintu balkon.
Abimanyu yang sempat terkejut mendengar suara secara tiba-tiba langsung menoleh ke belakang. Ia hanya menggelengkan kepala melihat istrinya yang masih menggunakan kaus kebesarannya semalam.
“Semalem lo kenapa?” tanya Caca. Ia tak memedulikan Abimanyu yang terlihat tak acuh padanya.
“Ngigo,” jawab pemuda itu asal. Ia kembali menghisap rokoknya kemudian mengembuskan asapnya pelan.
“Lo inget nggak sih Bi, kalau semalem lo itu tiba-tiba meluk gue? Dan sekarang lo memperlakukan gue seakan kejadian semalem nggak pernah terjadi?” Alis Caca terangkat sebelah. Merasa jengkel dengan tingkah Abimanyu yang tak memedulikannya sama sekali.
“Nggak inget,” jawab Abimanyu lagi dengan asal.
Caca benar-benar geram dengan suaminya itu. Ia bahkan sampai meremas udara dan berpura-pura meninju kepala Abimanyu untuk melampiaskan rasa kesalnya.
“Mungkin ini istilah habis manis sepah dibuang,” gumam Caca. Ia pun segera pergi meninggalkan Abimanyu sendiri.
Senyum miring Abimanyu timbul begitu saja. Ia memang sengaja sedikit mengabaikan Caca. Ia tidak mau gadis yang ia anggap cerewet itu banyak tanya padanya. Abimanyu masih belum siap untuk menjelaskan apa yang terjadi semalam.
**
“Ca, ini tolong kamu teruskan sebentar, Bunda ada telepon dari asisten Bunda di toko.” Nabila buru-buru memberikan sudip kepada Caca, lantas pergi begitu saja keluar dari dapur.
Caca memegang sudip dengan tatapan bingung. Ia tidak tahu ibu mertuanya itu tengah mengolah apa dan saat matanya beralih ke kompor, ia menemukan sebuah wajan berisi adonan bakwan jagung yang sudah hampir matang. Gadis itu segera membalik bakwan jagung tersebut. Ia melanjutkan pekerjaan ibu mertuanya dengan telaten hingga selesai dalam waktu lima belas menit.
Tak lama setelah Caca selesai, Nabila datang. Wanita itu tersenyum lebar melihat seluruh sarapan telah matang dan sudah dipersiapkan dengan baik sesuai wadahnya. Ia memang tidak salah dalam mendapatkan menantu, pikirnya.
“Sudah, Ca?” tanya Nabila.
Caca membalas senyuman Nabila tak kalah lebar. Ia mengangguk pelan sebelum kembali menata bakwan jagungnya yang baru matang tadi ke atas piring saji.
Kedua orang itu menata sarapan ke atas meja makan. Sedangkan seorang asisten rumah tangga membersihkan dapur dan mencuci perabotan yang tadi Nabila gunakan.
Saat keduanya sama-sama kembali ke dapur, Nabila mengingat sesuatu. Ia pun bertanya pada Caca, mencoba memastikan dugaannya.
“Ca, Bunda mau tanya,” ujar Nabila.
Caca mengalihkan pandangan pada Nabila setelah meletakkan gelas berisi air putih yang baru ia ambil dari dalam kulkas.
“Tanya apa, Bun?” tanya Caca.
“Apa semalam Abi mimpi buruk?” Gurat khawatir terlihat jelas memenuhi wajah Nabila. Wanita itu awalnya tak menyadari saat tiba-tiba Abimanyu berada di dapur dan menyeduh teh hijau. Ia baru teringat saat pemuda itu sudah keluar dari sana.
Diam, Caca tampak bingung harus menjawab apa. Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi pada Abimanyu semalam, tapi melihat dari kecemasan yang timbul saat pemuda itu masih menutup mata, membuat Caca mau tak mau berspekulasi bahwa suaminya itu mengalami mimpi buruk.
“Iya, Bun. Kayaknya Abi mimpi buruk. Waktu aku baru mau tidur, aku denger dia teriak-teriak bilang jangan beberapa kali. Terus aku bangunin Abi, waktu dia bangun tiba-tiba peluk aku, katanya suruh nemenin dia, dia takut,” jelasnya menceritakan kejadian semalam. Tak lama kemudian kening Caca berkerut, ia tidak tahu bagaimana ibu mertuanya bisa tahu Abimanyu mimpi buruk semalam. Mencoba mengurangi rasa penasarannya, Caca pun bertanya,
“Kok, Bunda tahu semalam Abi mimpi buruk?”
Seketika Nabila menoleh mendengar pertanyaan menantunya. Wanita itu mengembuskan napas lemah sebelum bercerita.
“Jadi, Abi itu selalu mengalami mimpi buruk yang sama setiap dia kelelahan. Lalu, di pagi harinya Abi akan membuat teh hijau yang memang selalu dia sediakan di dapur. Sekarang Bunda yakin Abi lagi merokok di balkon.”
Caca mengerjapkan matanya. Bagaimana bisa ibu mertuanya tahu Abimanyu sedang merokok di balkon kamar. Apakah itu berarti Abimanyu sering mengalami mimpi buruk seperti semalam? tanyanya dalam hati.
“Abi sering mimpi buruk, Bun?” Caca benar-benar tak bisa membendung rasa penasarannya, dan gadis itu memberanikan diri bertanya lebih jauh.
Nabila mengangguk, tetapi kemudian menggeleng. “Nggak sering banget, Ca. Cuma kalau lagi kecapean Abi pasti mimpi buruk. Berulang kali seperti itu. Bahkan mimpinya pun tak pernah berubah, selalu sama,” jawab wanita itu. Tatapannya berubah sendu, seolah ini merupakan beban yang sangat berat bagi wanita itu.
“Emang Abi mimpi apa, Bun?” Caca semakin penasaran dengan suaminya itu.
Menghela napas panjang, agaknya Nabila sedikit ragu menceritakan kisah sang putra di masa lalu.
Caca yang sedikit mengerti gelagat sang ibu mertua pun akhirnya hanya bisa mengusap lengan wanita itu sambil berucap, “Kalau memang nggak bisa cerita nggak usah dicertain, Bun.” Caca tersenyum lembut pada Nabila.
Nabila menggeleng. Ia harus memberitahukan menantunya tentang kisah masa lalu Abimanyu yang memang mengorek luka siapa pun yang ada di rumah itu.
“Dulu saat umur sepuluh tahun Abi pernah diculik. Dia disekap di ruangan yang sangat gelap. Dia dibentak, diberi makan dengan makanan yang tidak layak, dan terkadang dia dipukul jika tidak menurut dengan penculik itu. Saat itu kami sudah berusaha mencari Abi. Kami mengerahkan banyak orang untuk mencari keberadaan Abimanyu, tetapi karena tempat penyekapannya berada di luar kota membuat tim kami kesulitan mencari dia.” Nabila kembali menghela napas panjang.
“Pada satu hari, Abi bisa melarikan diri. Pada hari itu juga kami bisa melacak keberadaannya. Nenek Abi yang saat itu berada di dekat sana langsung mencari Abi. Sayangnya saat itu nenek Abi terlalu gegabah sampai tidak membawa orang bersamanya, Oma Dian hanya bersama sopirnya. Beliau menyusuri perkebunan tempat Abi disekap sampai mereka bertemu, tapi ....” Nabila tampak tak kuasa untuk melanjutkan ceritanya.
Caca yang paham akan kondisi sang ibu mertua hanya bisa mengusap lengannya. Ia tak menuntut wanita itu untuk melanjutkan ceritanya. Hingga seorang asisten rumah tangga memberitahu bahwa Arjuna, Dio, dan Abimanyu sudah menunggu di meja makan.
Kedua wanita itu akhirnya memilih untuk menghentikan cerita dan bergegas menuju meja makan untuk sarapan.
Caca tak lagi ingin tahu mengenai cerita masa lalu Abimanyu yang bahkan sampai kini masih menghantui pemuda itu. Ia berpikir cerita itu terlalu mengusik hati seluruh keluarga itu dan Caca tak mau melihat mereka bersedih hanya karena masa lalu yang diungkit kembali.
***
Gaess maaf, ya, kalau nunggu cerita ini sangat lama. Aku tegesin sekali lagi, kalau kalian bosen nunggu, kalian bisa tinggalin aja cerita ini.
Aku dari dulu memang nggak bisa update setiap hari seperti author lainnya. Kesibukan aku di real life emang padet banget. Apalagi selama bulan ini aku beberapa kali sakit dan kegiatan di kampus memang lagi banyak-banyaknya. Aku nggak bisa mengabaikan itu begitu saja. Tapi, selama waktu memungkinkan aku tetap berusaha nulis. Dan bahkan sebelum aku up cerita aku harus baca cerita ini berulang kali sampai aku bener-bener mantep dan bisa di-up.
Jadi, buat kalian yang nggak mau nunggu, nggak usah nunggu. Sekian terima kasih🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Hemi Imut
😊😊😊
2022-06-19
0
wong_oseng
ya tuhannn sampek kering nungguin UP nya 1🤣🤣🤣🤣
2022-04-01
0
Hera Farida
santai sajaaahhh
2022-04-01
0