Ruang makan di penuhi dengan dua keluarga yang sedang asyik menyantap makan malamnya. Orang tua Syedza dan orang tua Moehe, Tuan Maiher beserta istrinya.
Fram dan beberapa pengawal lainnya mengantar makan malam ke kamar pengantin itu.
Tookk...
tokkk..
tookk...
"Masuklah!" Perintah Moehe.
"Makan malamnya sudah siap tuan muda". Fram dan rombongannya masuk, kemudian menata makanan itu di atas meja.
"Apa ada lagi yang tuan muda dan nona butuhkan?". Tanya Fram seperti siap jika menerima tugas apapun.
"Apa kita bisa pindah ke kota B besok pagi, Fram?". Moehe memandang Syedza, menyentuh pipi Syedza dengan anak jarinya, kemudian tersenyum licik.
Ihhh apa maksudnya? Mempercepat pindah ke kota itu berarti akan mempercepat melahap ku juga kan?. Syedza bergidik merinding membayangkan apa yang akan terjadi.
"Tidak!, tidak!". Setelah beberapa saat hening suara Syedza pecah.
Sorot mata Moehe menatap tajam ke arah Syedza.
"Ahh maksudku aku tidak tahan lagi ingin menyantap makanan itu". Syedza mengelak dengan menunjukkan makanan yang ada di depannya itu.
Iya, begitulah Syedza. Sebenarnya ia bisa saja membantah semua kemauan Moehe yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi saat melihat sorot mata lelaki itu, nyalinya seakan menciut, tak bisa membantah lagi. Setiap ia melihat sorot mata Moehe yang tajam ia selalu teringat sosok ayahnya ketika memerintah.
Moehe hanya bisa tersenyum melihat tingkah Syedza yang tiba-tiba tidak jelas begini.
"Baik tuan muda, saya akan mempercepatkan segala urusannya". Jawab Fram menunduk sopan.
Aaahhhh, aku selalu kalah melawan dua makhluk ini, manusia gila dan manusia baja. Batin Syedza.
"Kau sangat lapar?" Tanya Rizwan pada Syedza.
Syedza mengangguk.
"Ayo kita memulai makannya!". Ajak Rizwan.
"Tuan muda, nona. Saya permisi dulu". Pamit Fram menunduk sopan dan hilang dibalik pintu kamar.
Syedza melahap banyak makanan malam ini, ia baru sadar terakhir kali ia makan Saat makan malam dirumah Rizwan kemarin.
Pantas saja aku begitu lapar, aku butuh banyak nutrisi untuk menggantikan energi ku yang telah banyak terkuras saat menangis, menerima kenyataan pahit dan menjalani hidup ini yang begitu berat. Batin Syedza.
"Dengarkan, aku ingin bicara". Syedza menarik lengan Moehe dengan lembut.
"Berbicaralah sayang. Memangnya kapan aku tak mendengarkan mu?". Jawab Moehe menoleh ke arah Syedza.
"Aku belum siap kalau kita pindah besok". Syedza merengek
"Kenapa?" Tanya Moehe santai
Aahhh kenapa? alasan apa yang harus aku buat ini? Aaaahhh Syedza.... Kenapa kau tak berpikir dari tadi? sudah tau kau susah berkutik di depan manusia gila ini. Syedza berpikir panjang sambil memijit pelipisnya.
"Kenapa? Apa kau sakit kepala sayang?". Moehe kembali bertanya, mendengar tidak ada jawaban dari Syedza, ia khawatir wanita yang di depannya ini benar-benar sakit.
"Tidak!. Aku hanya ingin menikmati tempat ini dulu sebelum kita pindah ke kota lain itu". Jawab Syedza cepat.
"Menikmati tempat ini? bukankah masa kecil mu di habiskan di kota ini? Bahkan kau dilahirkan di kota ini. Apa itu belum puas?". Moehe bersungut, ia sadar itu hanya alasan Syedza untuk menundanya pindah ke kota B itu.
"Aku mohonnn... besok aku ingin bertemu teman-temanku dulu sekalian pamit. Aku mohon hanya besok". Syedza memohon dengan mengatup kedua tangannya.
"Bertemu dengan teman mu? Alasan semacam apa itu? Memangnya siapa yang mengizinkan kau pergi?". Moehe tergelak berseringai nakal
Bagaimana aku bisa berbicara seperti itu? Mana mungkin dia mengizinkan aku untuk pergi. Jangan pun pergi, terlepas dari penglihatannya pun mungkin tak bisa lagi. Apa yang ku harapkan? Ia kan manusia gila.
"Apa kau sedang mengatur rencana untuk lari dari ku?". Moehe berbisik lembut di telinga Syedza, tangan nya menyentuh-nyentuh pipi kiri Syedza.
"Memang siapa yang ingin lari dari mu? Aku hanya ingin refreshing sebentar". Jawab Syedza membela diri.
"Kita akan Refreshing sekaligus honeymoon di kota B nanti". Jawab Moehe santai, masih melakukan aktivitas kesukaannya itu di pipi Syedza
"Kenapa dia ini suka sekali dengan pipi ku? Ahh sudahlah memang apa lagi yang bisa dia lakukan? Dia kan memang manusia gila!" Gumam Syedza pelan tapi masih bisa didengar oleh Moehe
Moehe tersenyum licik mendengar apa yang diucapkan Syedza barusan. "Kau sebut aku apa?"
"Eeeh Aku sudah kenyang, sudah selesai makannya". Syedza mengalihkan pembicaraan sambil meletakkan piring makannya di atas meja.
"Manusia gila? Kau yang sudah tergila-gila dengan ku. Hahaha". Moehe tertawa menang.
"Iiihhhhhh.. Benar-benar menyebalkan". Syedza meringkuk di atas sofa, kakinya ditekuk hingga lututnya menopang dagu lancipnya itu.
Berkali-kali Moehe tergelak melihat tingkah Syedza yang kadang kekanak-kanakan. Moehe seperti mendapatkan mainan barunya.
Syedza berdiri dari tempat duduknya ingin pergi keluar kamar.
"Kau mau kemana sayang? duduklah!". Tiba-tiba Moehe menarik lengan Syedza.
"Aku mau ke dapur sebentar, aku mau membuat salad". Ucap Syedza datar.
"Kau tak perlu repot begitu, aku bisa meminta Fram membawa nya kesini". Rayu Moehe agar Syedza tak meninggalkan nya.
"Aku ingin membuatnya sendiri, salad buatan koki di rumah ini tidak enak". Syedza masih bersikeras ingin keluar dari kamar itu, setidaknya ia bisa terlepas dari pandangan Moehe sebentar saja.
"Kalau begitu aku bisa menyuruh Fram membawa semua bahan salad ke sini sekarang". Rayu Moehe lagi seolah tak mau walau sebentar saja Syedza lari dari pandangannya.
"Aku hanya pergi sebentar. Percayalah hanya sebentar. Apa kau ini bisa mati kalau ku tinggal sebentar saja? Tidak kan? Jadi biarkan aku pergi sekarang". Syedza berusaha lagi merayu Moehe dengan lembut, berharap kali ini caranya bisa berhasil.
"Aku susah bernafas kalau kau jauh dari ku sayang, Karena kau separuh dari nafasku". Rayu Moehe lagi, kali ini rayuannya tidak seperti biasanya.
"BUCIN!". Erang Syedza ketus
Moehe hanya tersenyum mendengar kata yang dikeluarkan dari mulut Syedza barusan. Ia pun tidak menyangka dari mana ia memiliki kata-kata rayuan seperti yang diucapkannya tadi.
Apa yang diucapkan Syedza barusan benar? Aku sedang bucin? "HAHAHAHA". Kenapa aku geli membayangkan makna dari kata itu! . Moehe tergelak membayangkan sikapnya sekarang.
"Kau menertawakan ku?". Sapa Syedza memecah lamunan Moehe.
"Aaaah tidak sayang. Aku hanya teringat sesuatu". Jawab Moehe santai.
Kali ini Moehe sudah merenggangkan genggamannya pada pergelangan Syedza. Tangan kiri Moehe mengusap-usah wajahnya sendiri menyadarkan diri dari apa yang terjadi padanya barusan. Kata-kata bucin itu selalu terngiyang ditelinga Moehe.
"Cepatlah kembali sayang". Ucap Moehe sambil melepas cengkramannya pada tangan Syedza.
"Jangan khawatir, aku hanya ke dapur. Bukan pergi untuk mengembala beruang kutub". Ucap Syedza sekenanya.
"Apa!? Kau bilang aku beruang kutub?". Tanya Moehe menggoda Syedza
"AAHHH sudahlah! Aku pergi sekarang". Syedza berhambur menuju pintu dan hilang dibalik pintu kamar itu.
Bersambung,
\=\=\=\=
Author berterimakasih kepada readers yang telah membaca novel ini, semoga dapat terhibur.
Tips, Kritik dan saran dari pembaca semua sangat dibutuhkan untuk menentukan arah alur cerita kedepannya 😊.
Trims, Arunika_sky.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments