Dengan mengendarai mobil tuanya, Laura memutuskan kembali ke rumah kontrakannya. Ia akan mengemasi barang-barangnya hari ini, setelah itu pulang ke panti asuhan. Setelah urusannya selesai, ia akan kembali ke kediaman Edward. Bagaimana pun juga sekarang dia sudah menjadi tawanan Edward. Pergi jauh sekalipun Edward pasti akan menemukannya. Jadi tidak ada gunanya menolak, uang sudah ditangan.
Clek...
Pintu kontrakan terbuka, Laura melihat ke sekeliling sebentar, lalu berjalan menuju kamarnya.
Ia mengambil koper kecil di pojokan kamar, dan mulai memasukkan pakaian dan barang yang akan ia bawa ke tempat Edward, tidak banyak, karena Laura juga tidak memiliki banyak barang, dan setengahnya juga ada di panti.
Setelah selesai berkemas, Laura menyeret koper kecilnya ke luar kamar. Melihat ke sekeliling rumah lagi, dengan perasaan sedih, rumah yang ia tempati hampir setahun ini, harus ia tinggalkan demi menyelamatkan adik-adiknya. Tak terasa air mata Laura pun menetes.
"Lala... mau kemana kamu membawa koper?" Terdengar suara Yulia membuyarkan lamunan Laura.
"Mbak... aku mau ke panti mbak". Jawab Laura
"Kamu sudah mendapatkan uangnya ?". Laura pun menganggukkan kepalanya. "Lalu kenapa kamu membawa kopermu? Apa kamu akan menetap di panti ?" Tanya Yulia lagi.
Laura menggeleng, "tidak mbak, besok setelah urusanku selesai dengan rentenir itu, aku akan pindah tempat tinggal". Jawab Laura lesu.
"Kamu akan tinggal dimana La?"
"A-aku..." terasa berat tenggorokan Laura untuk berbicara. "Aku akan tinggal ditempat pria itu mbak". Laura menjawab sambil menunduk.
Mata Yulia membola sempurna "apa kamu bilang ? Apa kamu sudah tidak waras, La ? Kamu menjual dirimu, hah?" Yulia mencecar Laura dengan banyak pertanyaan.
Laura pun terisak. "Maafkan aku mbak, aku tak punya pilihan lain".
"Aku sudah memberimu pilihan lain itu Laura Anastasia, kenapa kamu gegabah mengambil keputusan?". Yulia meninggikan suaranya.
"Maafkan aku mbak, tapi aku benar-benar tidak punya pilihan lain lagi, tadi pagi Leo menghubungi ku dan mengatakan kalau ibu sakit, aku pun sudah bicara dengan bibi Lily, dan katanya ibu sakit karena memikirkan masalah uang ini mbak". Tangis Laura pun pecah.
Yulia lalu memeluk tubuh Laura yang bergetar karena tangisannya.
"Apa kamu yakin dengan keputusanmu?"
"Tidak ada pilihan lain mbak, dan uang pria itu sudah ada padaku".
"Ya sudah, berhati-hatilah La, jaga dirimu baik-baik, jika pria itu hanya menginginkan tubuhmu, mbak mohon jangan sampai kamu hamil. Karena pria-pria seperti itu pasti akan membuang mu setelah ia puas".
Laura mengerti ucapan Yulia, ia pun menganggukkan kepalanya dalam dekapan Yulia.
"Jadi sekarang kamu akan ke panti ?" Sambung Yulia lagi.
"Iya mbak". Jawab Laura sambil menguraikan pelukan dan mengusap air matanya.
"Kamu hati-hati di jalan ya, kamu membawa banyak uang sekarang".
"Iya mbak, doakan aku ya mbak. Semoga semuanya baik-baik saja"
"Amin, pergilah. Besok datang lah ke restoran jika pria itu mengijinkan kamu keluar".
"Iya mbak".
Mereka berjalan beriringan keluar rumah. Laura mengunci rumahnya. Menatap kembali rumahnya, Laura memantapkan diri memasuki mobilnya.
Tanpa Laura sadari, dari jarak yang begitu dekat Edward mengawasi pergerakan Laura. Ya, Ed hanya sendiri. Karena di hari minggu adalah jadwal berkencan untuk Johan dengan kekasihnya. Setelah mendapatkan alamat rumah Laura, Ed memutuskan memantau Laura, ia akan mengawal Laura sampai ke panti nya.
*****
Setelah 2 jam berkendara Laura tiba di halaman panti asuhannya, di ikuti mobil Edward yang berada tak jauh dari pintu gerbang panti.
Waktu sudah menujukan pukul 2 siang, perut pun bersorak minta diisi. Setelah memastikan Laura sampai dengan selamat, Ed memutuskan mencari warung makan atau restoran di sekitar panti. Setelah itu ia akan kembali ke ibukota dan menunggu kedatangan gadisnya di penthouse mewah miliknya.
"Selamat siang, pak". Seperti biasa Laura menyapa tukang kebun yang sedang bekerja. Dengan menenteng tas yang berisi uang, Laura meninggalkan kopernya di dalam mobil agar tidak menjadi pertanyaan nantinya.
"Siang non". Saut tukang kebun itu ramah.
Laura tersenyum, ia lalu melangkahkan kakinya menuju panti, tak lupa ia menyapa adik-adiknya yang ia temui di halaman panti. Ada yang bermain berdua, ada yang bermain berempat bahkan ada yang menyendiri. Itulah pemandangan yang sering Laura lihat saat pulang ke panti. Canda tawa adik-adiknya adalah hal yang selalu ia rindukan saat berada di kota.
Pintu utama panti terbuka lebar, dengan langkah tegas, Laura memasukinya. Terlihat adiknya Ian sedang menyapu di ruang tengah.
"Selamat siang, dek. Kakak pulang". Kalimat itu yang selalu ia ucapan setiap kali memasuki panti.
"Siang kak Lala". Balas Ian dengan gembira.
"Kamu sendiri saja dek ?" Laura melihat ke sekitar.
Ya, di hari minggu memang menjadi kebiasaan anak-anak panti, yang usianya 8 tahun ke atas melakukan bersih-bersih menyeluruh di areal panti.
"Ada kak, kak Leo dan yang lainnya masih mencuci di belakang".
"Ibu dan bibi dimana dek?" Tanya Laura lagi.
"Bibi ada di kamar ibu kak, ibu masih sakit. Dan bibi yang lainnya masih membersihkan kamar-kamar yang lain".
"Kalian sudah makan siang?".
"Sudah kak, tadi pagi kami membersihkan perpustakaan dan setelah makan siang, kami lanjut lagi".
"Baiklah, kalau begitu kakak ke kamar ibu dulu". Kata Laura sambil mengacak rambut adiknya.
Laura mengetuk pintu kamar ibu Maria, meski sedikit terbuka, tetapi ia tak langsung masuk. Ia harus tetap sopan meski disini juga rumahnya.
"Masuk" terdengar suara bibi Lily dari dalam.
"Ibu, bibi aku pulang" kata Laura saat memasuki kamar.
"Nak kamu datang ?" Suara ibu Maria terdengar bergetar.
Laura tau, ada kesedihan dan beban mendalam dari nada suara tersebut.
"Iya Bu, aku sudah mendapatkan uangnya, ibu tenang saja. Kita tidak akan kehilangan panti ini". Jawab Laura sembari mendekat ke arah tempat tidur ibu Maria dan mendudukkan tubuhnya disisi tempat tidur.
"Laura.. anakku". Ibu Maria pun meraih tubuh Laura dan memeluknya. Tangis kedua wanita beda usia itu pun pecah. Bibi Lily yang sedari tadi hanya melihat pun ikut bergabung dan memeluk mereka.
Setelah puas menangis dan menguraikan pelukan mereka. Mereka pun mengobrol.
"Darimana kamu mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat, Nak?" Tanya ibu Maria
"Hufh..." Laura menghela nafas panjangnya. Ia pun menceritakan apa yang ia alami kemarin kepada ibu dan bibinya. Tetapi ada sedikit cerita yang diubah. Ia mengatakan jika orang yang memberinya pinjaman uang, meminta dia menjadi asistennya dengan ikut tinggal dirumah orang itu.
Ibu dan bibinya tak begitu saja percaya cerita Laura, karena Laura mendapatkan uang begitu cepat dan mudah. Tapi Laura tetap meyakinkan bahwa ia benar-benar bertemu dengan orang baik. Dan semoga saja, Edward memang orang baik.
"Jadi mulai besok kamu akan pindah ke rumah orang itu, nak?" Tanya bibi Lily
"Iya bi, mungkin ia takut aku menipunya. Karena itu setelah urusanku selesai, ia meminta ku langsung kesana".
"Semoga dia memang orang baik ya Nak". Imbuh ibu Maria
"Amin Bu".
"Apa kamu sudah makan siang nak?" Tanya ibu Maria lagi. Dan Laura menggelengkan kepalanya.
"Astaga Laura.. ayo ikut bibi ke dapur, kita makan siang. Bibi akan menyiapkan makanan untukmu". Kata bibi Lily.
"Iya bi.. ibu aku titip uang ini ya. Besok kita sama-sama berikan pada rentenir itu". Laura pun meninggalkan tas berisi uang 300 juta itu di sisi tempat tidur ibu Maria.
"Iya Nak, pergilah isi perutmu dulu. Jangan sampai kamu sakit". Ibu Maria tersenyum kecil.
"Iya Bu. Aku permisi dulu".
.
.
.
To be continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Maghfirah Azizah
Laura harus semangat ya
kasihan ank2 di panti
2022-08-20
0
aniya_kim
Laura Fighting!!!!!!!!!
2022-08-10
0
Wa Dini
kasian laura
2022-07-28
0