Merasa diperhatikan, Laura menutupi bagian tubuhnya dengan bantal sofa. "Mak-maksud tuan a-apa?" Laura mengerti kemana arah pembicaraan Edward.
"Nona, pikirkan lagi tawaran yang bos ku berikan, dimana lagi nona akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu 2 hari". Jo seolah memanasi keadaan.
"Tapi pak Jo...". Laura menggelengkan kepalanya lagi. Dia tidak mau menjual tubuhnya.
Edward mengeluarkan sebuah kartu nama, menulis deretan angka di bagian belakang kartu dan menyodorkan kepada Laura. "Itu nomer pribadiku, mungkin sekarang kamu menolak, siapa tau besok kamu berubah pikiran, untuk saat ini pulanglah, kamu pasti lelah. Kalau kamu mau kamu bisa beristirahat disini".
"A-aku permisi saja tuan, aku akan pulang ke kontrakan agar lebih dekat, Terimakasih tuan dan pak Jo sudah menemdengarkan cerita ku, aku permisi". Laura bangkit dan berjalan menuju pintu, dia berhenti saat ingat sesuatu. "Maaf pak Jo, dimana kunci mobilku?" Mendekat kembali ke arah Johan berada.
"Ini nona" Jo menyerahkan kunci mobil Laura.
Laura kembali berjalan ke arah pintu. Edward terus memperhatikan langkah Laura. "Jo.. kamu tau apa yang harus kamu lakukan?".
"Tentu bos". Jo pun bangkit dan pergi meninggalkan Edward sendirian.
"Ara..Ara.. kamu pasti akan datang lagi padaku". Edward bergumam sambil tersenyum smirk.
****
Laura mengendarai mobilnya menuju kafe tempat ia bekerja. Dia ingin menemui Yulia, atasannya sekaligus orang yang ia anggap seperti kakaknya sendiri.
Johan dengan setia mengikuti kemana arah mobil tua yang Laura kendarai.
"Yulia's kitchen". Gumam Johan ketika membaca nama tempat yang Laura tuju.
Ia pun turun dari mobil, membenahi penampilannya dengan menggunakan kaca mata hitam.
Tempat ini lumayan besar, walau bukan restoran bintang lima. Johan memilih duduk dipojokkan.
"Permisi tuan, silahkan menunya". Seorang pramusaji datang menghampiri Johan.
"Aku pesan kopi dan kue tiramisu". Johan mengembalikan buku menu kepada pramusaji.
Dan pramusaji itu pun undur diri.
Setelah beberapa saat, pramusaji itu datang lagi membawa pesanan Johan.
"Silahkan tuan, selamat menikmati kopi anda, apa ada yang lain lagi tuan?". Pramusaji itu tersenyum ramah.
Jo mengedarkan pandangannya ke semua penjuru ruangan, tapi ia tak menemukan keberadaan Laura. Bukannya gadis itu masuk kesini tadi?
"Aku mau bertanya siapa pemilik restoran ini?" Sembari ia menyendok sedikit kuenya.
"Restoran ini milik mbak Yulia tuan, sesuai dengan nama restoran ini". Jawab pramusaji itu sopan.
"Apa kamu kenal seorang gadis yang bernama Laura Anastasia?" Tanya Jo lagi.
"Lala,. Iya kami semua mengenalnya. Dia pekerja paruh waktu disini. Dia sudah seperti saudara untuk mbak Yulia". Imbuhnya lagi.
"Apa ada masalah dengan Lala tuan?"
"Ah..tidak, aku tak sengaja bertemu dengannya dan dia sudah membuatku penasaran". Johan berkata seperti pria genit.
*****
Sementara itu di waktu yang sama, dibagian lain Yulia's kitchen tepatnya di ruangan sang pemilik restoran, Luara sedang terisak dipelukan Yulia. Ia menceritakan semua yang ia alami hari ini.
"Aku harus berbuat apa mbak..? Aku tak mungkin membiarkan adik-adikku terlantar. Jika hanya ada aku saja, aku akan membiarkan mereka menggusur rumah itu. Tapi disana ada adik-adikku mbak, ada ibu Maria, bibi Lily dan yang lainnya, jika panti itu di ambil orang, mereka harus kemana mbak? Mereka tidak punya rumah yang lain". Tangis Laura pun semakin deras, ia tak bisa membayangkan adik-adiknya terlantar dijalanan. Mereka hampir sebagian dalam usia tanggung, jadi sangat sulit mencarikan orang tua asuh.
"Bagaimana dengan tawaran yang pria itu berikan? Kamu tidak mau mempertimbangkan nya ?" Yulia bertanya tentang pria itu, karena Laura tak menyebutkan nama pria itu.
"Mbak..apa aku harus menerima tawarannya? Tapi mbak aku tidak bisa memenuhi syarat yang dia berikan mbak". Laura mengusap pipinya.
"Memangnya apa yang dia minta La?".
"Tubuhku mbak, dia mau memberi ku uang, asal aku menggadaikan tubuhku padanya?". Laura kembali terisak. Haruskah ia menjual tubuhnya pada Edward Hugo?
"Astaga.. Lala.. dimana-mana pria kaya sama saja. Karena merasa punya, mereka jadi semaunya sendiri. Mbak tidak setuju, jangan lakukan itu. Masa depan kamu masih panjang, jangan hancurkan masa depanmu La". Yulia memeluk tubuh bergetar itu.
"Aku bingung mbak, panti itu rumah impian ayahku. Tak mungkin aku membiarkan panti itu diambil orang”.
"Kamu jangan khawatir La, mbak punya tabungan. Kamu gunakan itu saja, mbak rasa cukup untuk membayar hutang ibumu". Yulia bergegas menuju meja kerjanya mengambil buku tabungan di dalam laci.
"Tapi mbak..."
"Sudah La, kamu gunakan ini. Tidak ada tapi-tapian.
"Mbak.. rentenir itu meminta uangnya lusa..." belum selesai Laura berbicara, sudah dipotong oleh Yulia,
"Memang nya kenapa kalau dia minta lusa, bukannya lusa hari Senin ? Kamu masih bisa ke bank mengambil uang di pagi hari kan?"
"Tapi mbak.. hari Senin tanggal merah". Ucap Laura lemas.
"Hah.." Yulia menganga "tanggal merah? Astaga.. apa kamu tidak boleh memberi uang di hari Selasa ?"
"Aku tidak tau mbak? Mbak simpan dulu buku tabungannya. Nanti aku datang lagi, doakan aku mbak, agar semua bisa ku atasi". Laura berdiri dari duduknya.
"Kamu mau kemana La, ini sudah mulai petang, apa kamu akan pulang ke panti?".
"Tidak mbak, aku akan pulang nanti sambil membawa uangnya, sekarang aku mau ke kontrakan dulu". Mereka berpelukan sekali lagi tanda perpisahan.
****
Johan kembali mengikuti kemana mobil tua Laura melaju. Tadi setelah kopinya habis, dan mengabari bos nya tentang Laura, Ed meminta Jo tetap disana menunggu Laura keluar. Dan setelah hampir 15 menit, sampailah mobil itu di sebuah pekarangan rumah yang sederhana.
Johan berhenti tidak jauh dari situ. Melihat Laura yang mengunci pintu gerbang sederhana itu, Jo menyimpulkan jika itu adalah rumah kontrakan Laura, ia pun lalu meninggalkan tempat itu.
*****
Setelah membersihkan diri, Laura membuat mie instant untuk makan malamnya. Ya tidak ada makanan lain, karena rencana nya dia akan menginap di panti tapi malah berakhir seperti ini sekarang.
"Huft... aku harus berbuat apa?"
Hanya kata itu yang selalu terlintas di kepalanya dan keluar dari bibirnya.
Laura memakan mie nya dengan malas, sungguh dia bingung saat ini. Dibukanya handpone yang langsung memperlihatkan foto pernikahan usang milik orang tuanya.
"Ayah... Ibu... tolong aku.. Aku bingung harus kemana lagi mencari uang itu”. Laura berbicara sendiri dengan foto orang tuanya.
Hahh…
“Aku berharap ada keajaiban besok, dan semua masalah ini terselesaikan. Ayah.. Ibu.. tolong sampaikan pada Tuhan, kalau aku sedang membutuhkan bantuan saat ini”.
.
.
.
To be continue
Mohon kritik, saran, like dan komentarnya teman Readers. Aku baru belajar menulis 🤗
TerimaGaji ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Indh Fitrya
karyamu bagus thor,,,kata2nya rapi enk di baca
2022-08-23
2
Syee Aashiqui
Hai kak 🙋mampir juga yuk di novel pertama ku mencari cinta sang pewaris tahta mohon dukungannya ya terimakasih 🙏💕
2022-08-18
1
Maghfirah Azizah
aku doakan ya laura, semoga besok ada keajaiban...
2022-08-13
0