"Nona Amel sudah keluar dari beberapa menit yang lalu Tuan," jelas Arya yang sudah mengetahui arti dari tatapan Azka pada pintu ruang kerja Amel.
Azka yang mendengar itu pun begegas pergi ke parkiran. Amel yang sedang menunggu Azka, memilih duduk berjongkok di parkiran.
"Sudah lama menunggu, ya?" tanya Azka tiba-tiba, yang sudah berdiri di depan Amel.
Menurutmu? Kamu tahu tidak, cacing di dalam perutku ini telah mendemo dari tadi gara-gara menunggumu. Makanku jadi tertunda karenamu. ketus Amel dalam hati.
Amel berdiri dari duduknya dan memberikan setengah senyumannya pada Azka. "Eh, tidak kok Pak." Bohong Amel.
Kruukk ... kruukk ... kruukk
"Nyatanya perutmu lebih jujur dari mulutmu," ejek Azka.
"Hehehe," kekeh Amel.
"Ayo ikut saya!" seru Azka.
Azka berjalan menuju mobil lamborghini hitam miliknya diikuti Amel yang mengekorinya dari belakang. Setelah sampai di dekat mobil.
"Beneran Pak kita pakai mobil ini?" tanya Amel berhenti sejenak tidak percaya.
Azka berhenti. "Terus?" tanya Azka datar.
"Bagaimana kalau pakai motor saya saja?" ucap Amel memberi saran.
"Kamu tidak sakit, kan?" tanya Azka heran seakan tidak percaya dengan saran yang Amel berikan.
Azka Pratama Abraham diajak naik motor. Mau taruh di mana wajahku yang tampan ini, huh. protes Azka dalam hati.
"Emang apa salahnya, Pak?" ucap Amel polos. Amel yang baru sadar dengan apa yang diucapkannya.
Ya ampun. Aku lupa dia 'kan seorang Presdir. Mana mau dia naik ojek, butut pula lagi," batin Amel menepuk jidatnya pelan.
"Maaf Pak. Saya lupa!" ucap Amel cengengesan.
"Ya sudah naik! Mau pergi makan saja, harus ribet," ucap Azka datar.
Azka masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi pengemudi sedangkan Amel masuk dan duduk di kursi belakang.
"Hei, apa yang sedang kamu lakukan?" ucap Azka. Azka membelalakkan matanya melirik Amel dari kaca spion.
"Duduk Pak," ucapnya serius menatap Azka.
"Cepat duduk di depan! Kamu pikir saya supirmu apa!" tegas Azka.
"Sekali-sekalilah Pak, jadi supir tampan dikit napa sih!" ucap Amel yang belum bergerak turun.
"Enak saja kamu, cepat turun!" ucap Azka sedikit membentak.
"Iya deh Pak, tidak usah ngegas juga kale," sindir Amel. Amel bergegas turun pindah tempat duduk di samping Azka.
Amel memasang sabuk pengaman tetapi tidak bisa-bisa juga. Azka yang melihat Amel kesulitan memasang sabuk pengaman pun meraih sabuk pengaman dari tangan Amel dan memasangnya.
"Pasang sabuk pengaman saja lama," ketus Azka memandang wajah Amel.
"Ma--Maaf Pak, habisnya susah," ucap Amel memandang wajah Azka.
Deg!
Jantung keduanya berdesir sangat cepat. Mereka berdua bertatapan hampir semenit dan dikagetkan dengan suara perut Amel.
Krukk ... krukk ... krukk
"Tuh, urusin cacingmu yang sudah mendemo," ujar Azka mengerutkan alisnya.
"Bapak sih! Kelamaan jalannya, harus inilah harus itulah," ucap Amel kesal.
"Kamu mulai berani ya sama saya?" gertak Azka.
"Iya deh Pak. Maaf," ucap Amel mengalah.
Mobil lamborghini milik Azka meluncur melewati jalan perkotaan. Amel hanya diam memalingkan wajahnya keluar jendela.
"Kenapa kamu diam?" tanya Azka memecah keheningan.
"Karena saya sudah sangat-sangat-sangat lapar Pak dan sekarang saya hampir K.O." Amel memalingkan wajahnya ke arah Azka yang sedang mengemudi, setelah itu memalingkan wajahnya kembali keluar jendela.
Huh, makanya jadi orang itu jangan sedingin Bongkahan Es dong! umpat Amel dalam hati.
Azka yang melirik Amel sekilas, melihat Amel hanya memandang keluar jendela.
"Ya sudah, kamu pilih saja tempat yang akan kita singahi untuk makan. Nanti saya yang traktir, bagaimana?" bujuk Azka dengan datarnya, seakan tahu kalau Amel sedang merajuk.
"Beneran nih, Pak? Bapak tidak sedang becanda, kan?" tanya Amel berbinar menatap Azka.
"Emang tampang saya seperti becanda apa?" bukan menjawab pertanyaan Amel, Azka malah balik bertanya.
"Eh tidak kok Pak. Saya hanya heran saja sama Bapak. Tapi, beneran ya Pak, Bapak mau ikut saya makan di tempat yang saya tentukan?" tanya Amel tersenyum manis.
"Iya. Jadi bagaimana? Mau makan di Restoran atau di Cafe?" tanya Azka.
"Bapak tenang saja. Tempat yang saya rekomendasikan sangatlah murah dan tidak menguras kantong Bapak," ucap Amel terkekeh.
"Tapi beneran ya, Pak?" tanya Amel lagi.
"Jangan sampai saya menarik kata-kata saya tadi," ancam Azka.
"Ja--Jangan dong Pak. Oke-oke saya sudah milih tempatnya. Tapi Bapak janji tidak boleh nolak, ya?"
"Iya. Saya tidak akan menjilat ludah saya sendiri."
"Di depan belok kiri ada tempat penjualan pedagang kaki lima Pak. Nah, kita berhenti di situ saja, Pak!" ucap Amel serius.
Apa aku tidak salah dengar?" batin Azka.
"Kamu serius makan di situ?" tanya Azka tanpa ekspresi.
"Iya Pak, emang kenapa? Saya pengen banget Pak makan di situ," ucap Amel dengan mata berbinar.
"Bapak sendiri sudah janji, kan? Jadi tidak boleh menjilat ludahnya sendiri," ucap Amel mengingatkan Azka dengan apa yang Azka ucapkan.
Pintar merekam juga ya kamu? batin Azka.
Akhirnya mereka sampai juga di area tempat penjualan pedagang kaki lima. Mobil mewah Azka menjadi pusat perhatian para pengunjung di tempat itu. Azka memarkirkan mobilnya di tempat yang tidak di larang parkir.
"Ayo kita turun Pak!" seru Amel.
"Sebentar!" Azka mengambil kacamata hitam dan memakainya.
"Sudah 'kan, Pak? Ayo kita turun!" ucap Amel tak sabar. Amel melepas sabuk pengaman dan turun dari mobil.
Semangat amat. batin Azka mengikuti Amel turun dari mobil.
"Hei, lihat sana! Jarang-jarang orang kaya makan di tempat seperti ini," bisik salah satu pengunjung. Sedangkan pengunjung yang lain hanya mengiyakan.
Azka yang sudah turun dari mobilnya tidak bergeming untuk berjalan.
Seumur hidup baru pertama kali bagiku makan di tempat seperti ini. Bahkan ini akan menjadi yang pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sini. Azka apa yang terjadi padamu?" batin Azka.
Azka susah payah menelan ludahnya tampak keraguan dan penyesalan di wajah tampannya. Amel yang melihat Azka sedang melamun dan tidak bergeming dari tempatnya, segera menghampirinya dan menarik pergelangan tangan Azka.
"Ayo jalan Pak! Jangan bengong saja!" ucap Amel menuntun Azka agar masuk ke dalam warung sederhana itu.
"B--Baiklah." Azka luluh dengan sentuhan tak sengaja yang Amel berikan padanya.
Azka hanya mengikuti Amel, menikmati sentuhan tangan Amel di pergelangan tangannya. Azka yang melihatnya sedikit menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya.
Amel menuntun Azka memasuki salah satu warung bakso yang ada di situ. Amel memilih tempat yang tidak ada pengunjung lain di dalamnya. Amel takut Azka tidak nyaman berada di dalam jika ada pengunjung lain, karena melihat tatapan para pengunjung saat mereka turun dari mobil membuat Azka agak risih.
Setelah mereka duduk. "Bang, baksonya 2 dan es tehnya 2, ya!" ucap Amel ramah.
"Baik Neng," ucap pedagang itu tersenyum.
"Bapak, tidak apa-apa 'kan makan di tempat seperti ini?" tanya Amel yang melihat Azka sedang termenung.
Azka sedari tadi hanya diam karena Amel belum juga melepaskan genggaman tangannya. Amel yang sadar dengan apa yang dilakukan olehnya langsung secepat kilat melepaskan genggaman tangannya dari tangan Azka.
"Ma--Maaf Pak," ucap Amel tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.
"Habisnya saya sudah tidak sabar, karena cacing di perut saya sudah mendemo, Pak. Hehe," sambungnya lagi tersenyum canggung.
"Iya. Tidak apa-apa," ucap Azka santai.
Mau genggam semaumu juga tidak apa-apa, batin Azka.
Dia memang kejam, tapi sejauh ini dia lumayan baik padaku, batin Amel tampak kekaguman di wajahnya.
"Pesanannya sudah siap, Neng," ucap pedagang itu ramah. Pedangang itu meletakan bakso dan teh di meja mereka.
"Makasih ya, Bang." Amel tersenyum.
Amel mengambil satu mangkok bakso dan mulai mencampurkan bahan-bahannya. Azka yang melirik dengan kacamata hitamnya bingung dengan apa yang Amel lakukan pada bakso itu.
"Ini buat Bapak!" ucap Amel menyodorkan semangkuk bakso di depan Azka. Amel lalu mengambil mangkuk bakso untuk dirinya dan mencampurkan bahannya. Setelah itu, Amel memakannya dengan lahap.
Amel melihat Azka belum makan. "Makan saja Pak. Dijamin enak kok dan tentunya tidak ada racun di dalamnya," ucap Amel dengan mulut yang penuh makanan. Amel mengacungkan tangan memperlihatkan ibu jarinya pertanda bahwa bakso itu memang sangatlah enak.
Amel yang melihat Azka tidak ada pergerakan untuk memakan baksonya, berinisiatif mengambil garpu dan langsung menusuk pada bulatan bakso yang ada di mangkuk Azka. Setelah itu Amel segera bersiap menyuapi Azka.
"Buka mulut Pak. Nanti saya suapin. Aaaa," ucap Amel menyodorkan bakso ke mulut Azka. Azka refleks membuka mulutnya dan memakan bakso yang disuapi oleh Amel.
Hm ... enak, batin Azka.
Azka menikmati setiap kunyahan bakso dalam mulutnya.
"Enak 'kan Pak? Nah, sekarang makan sendiri!" ucap Amel. Amel menaruh kembali garpu ke mangkuk Azka dan meneruskan makannya lagi.
Bersambung❣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
gah ara
🤣🤣🤣🤣cari mati
2022-10-17
0
Ryta Maya
😂
2022-10-12
0
ww
semoga yg di mksd lamborghini urus
2022-10-06
0