"Kamu tahu 'kan bahwa presdir kita itu kejam? Dia paling tidak suka ada yang memakai lift pribadi miliknya. Kalian ingat, dengan kejadian satu bulan yang lalu, saat lift karyawan rusak? Kita harus menggunakan tangga agar naik ke lantai atas dan tidak ada satu pun yang boleh menggunakan lift pribadi milik presdir," ucap salah satu karyawati, yang bertag nama Indri di bajunya. Indri adalah karyawati yang memulai gosip ini.
"Dan aku ingat betul, ada salah satu karyawan yang tidak sengaja menggunakan lift pribadi milik presdir, dan langsung dipecat hari itu juga," timpal Sarah memperjelas keadaan waktu itu.
"Lantas siapakah wanita cantik tadi? Kok, dia bisa dijemput langsung oleh pak Arya? Terus, dapat menaiki lift pribadi milik presdir pula?" tanya Indri.
"Memang benar apa yang dikatakan Sinta. Pasti wanita itu adalah orang penting, makanya dia bisa naik begitu mudahnya di lift itu. Dulu aku sempat dengar gosip, Seingatku presdir kita itu anti terhadap wanita, dan tidak suka jika ada wanita yang masuk keruangan pribadi miliknya," sahut Sarah.
"Dengar-dengar nih yah, pak Presdir sudah bertunangan. Tapi, sampai sekarang aku tidak pernah melihat wanita yang berada di samping presdir kecuali wanita tadi, dan dia juga tidak dilarang masuk ke lift pribadi milik Presdir," ujar Indri.
"Apa jangan-jangan ... wanita tadi adalah tunangan presdir?" timpal Sinta.
"Siapapun Wanita itu, pasti sangatlah istimewa. Pertama datang ke kantor saja,sudah langsung dijemput oleh pak Arya. Ini kejadian langkah yang pernah kulihat selama aku kerja di sini." ujar Sarah.
"Sstt! Kalian tidak takut jika kita ketahuan bergosip di sini? Lebih baik kita lanjut bekerja. Jangan sampai pak Azka mengetahuinya dan memecat kita," jelas salah satu karyawati yang bertag Rani di bajunya.
Mereka semua lebih memilih diam dan melanjutkan pekerjaan mereka. Benar apa yang dikatakan oleh Rani salah satu teman mereka. Lebih baik bekerja dari pada bergosip, karena mereka masih membutuhkan pekerjaan ini dan tidak ingin dipecat.
Kini Amel dan Arya sudah berada di depan ruangan pribadi milik Azka. Mereka mendengar suara amarah di dalam sana, sedang berbicara dengan seseorang yang sedang ketakutan.
"Berani-beraninya Anda mengkhianati saya!" ucap Azka tersulut emosi.
"Am--Ampun T--Tuan. Sa--Saya juga ... juga ter--terpaksa!" Terdengar jelas suara pria itu bergetar ketakutan memohon pengampunan.
Arya mempersilahkan Amel masuk duluan ke dalam ruangan. Awalnya Amel ragu untuk masuk. tetapi, dia mencoba memberanikan diri, tanpa harus bertanya lagi pada Arya.
Saat Amel memasuki ruangan pribadi milik Azka. Amel dikejutkan dengan tendangan kuat yang diberikan oleh Azka untuk orang yang ada di depannya.
Kriet ...
Bruukk!!
Bunyi pintu terbuka dan tendangan hampir bersamaan.
Amel membuka pintu sebelum Azka menendang seseorang. Tendangan Azka kuat membuat orang di depannya terpental jauh sampai di depan Amel.
Sontak membuat Amel kaget dan membelalakkan matanya. Amel mematung memperhatikan seseorang yang berada di bawahnya dan belum melihat siapa pria yang menendang orang tersebut.
Setelah Amel masuk Arya pun ikut masuk. Arya sudah tidak heran lagi dengan pemandangan yang ada di depannya, karena setiap ada pengkhianat, tuannya akan selalu bertindak kejam dan tidak berbelas kasih pada orang tersebut. Amel masih diam mematung dan masih setia dengan posisinya. Azka memberi isyarat pada Arya.
Arya yang mendapat isyarat dari Azka sontak langsung mengetahui apa yang dimaksudkan oleh Azka. Ia langsung bergegas menyeret pengkhianat itu keluar dari ruangan. Kini tinggal Amel dan Azka yang berada di ruangan itu.
"Ehem," Suara deheman Azka membuat Amel tersadar dari keterkejutannya. Amel pun tidak berani melihat orang yang ada di depannya.
Bosnya galak bener lagi! Aku sampai merinding dibuatnya. Pantas saja saat melewati ruangan parah karyawan tadi, tidak ada satu pun yang berbicara, semua serius dengan pekerjaan mereka masing-masing. Mereka hanya menatapku heran. Perusahaan besar ini seperti rumah hantu bagiku, batin Amel.
"Ada keperluan apa sampai kamu datang ke ruangan saya?" tanya Azka datar, pura-pura tidak tahu.Suara Azka membuyarkan lamunan Amel.
Dia yang memanggil,malah dia juga yang bertanya, batin Amel kesal.
"Kok diam?" tanya Azka datar.
"Ma--Maaf Pak," jawab Amel gugup.
"Terus?"
"Sa--Saya ke sini untuk menandatangani kontrak pekerjaan Pak," ucap Amel masih saja menunduk.
"Kalau bicara itu yang sopan," ucap Azka dingin.
Emang kamu siapa? Heh, kamu pikir aku tidak berani menatap wajahmu yang kejam itu. Aku tidak selemah itu. Amel mengerutu dalam hati.
Amel lalu memberanikan diri mendongak menatap orang itu. Cukup lama Amel menatap pria di depannya.
Deg!!!
Jantung Amel serasa mau copot melihat orang yang berdiri tak jauh di depannya. Pengen sekali dia melompat dari gedung tinggi itu.
Apa aku tidak salah lihat? Dia begitu mirip dengan pria sewaan waktu itu? Tapi, tidak mungkin pria itu berada di sini dan menjadi Bosku 'kan? Atau dia beneran lagi, dia pria sewaan waktu itu? Kalau bener gimana nih, aku tidak mau dia mengetahui kalau aku melahirkan anak-anaknya dan merebutnya dariku. Semoga saja dia tidak mengingat kejadian waktu itu, bisa mati aku, jika telah menyinggung orang besar seperti dia, batin Amel panjang lebar. Berbagai pertanyaan keluar dari benaknya.
Pria itu pun mulai mendekati Amel. "Apakah wajah saya setampan itu? Sampai kamu tidak bisa berpaling dari wajah saya?" ucap Azka melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Amel.
Seketika Amel sadar dari lamunannya, ia diam terpaku merasa gugup melihat Azka yang sangat dekat dengan dirinya. Telapak tangannya pun sudah muncul keringat. Azka sedikit menundukkan kepalanya agar sejajar dengan Amel.
Nih, orang percaya dirinya kebangetan, kuakui sih wajahnya memang tampan. Tapi ... hais ya sudahlah, batin Amel.
"Apa yang sedang kamu fikirkan? Apakah kita pernah bertemu?" tanya Azka datar mengintimidasi.
"T--Tidak Pak. Ini kali pertama kita bertemu." ucap Amel sedikit gugup dan canggung. Amel mencoba untuk tetap tenang dan tersenyum membalas tatapan intimidasi Azka.
Cih, rupanya pura-pura tidak ingat padaku, batin Azka mendecih.
"Kalau begitu kemarilah dan tandatangani kontrak," ucap Azka berjalan menuju meja kerja, mengambil dokumen yang harus Amel tandatangani.
Tanpa banyak bicara Amel pun menandatangani kontrak kerja. Meski hatinya sedikit ragu, tetapi saat mengingat senyuman bocah-bocah kecilnya di rumah ia membuang semua keraguannya itu. Melihat Amel sudah menandatangani kontrak. Azka sedikit mengangkat sudut bibirnya ke atas tanpa dilihat oleh Amel.
"Kapan saya sudah mulai bekerja, Pak?" tanya Amel mulai berani.
"Hari ini juga boleh. Besok juga boleh," ucap Azka datar.
Dasar pria aneh! batin Amel.
"Kamu, mulai sekarang bekerja sebagai sekretaris pribadi saya," sambungnya lagi.
"Baik Pak."
"Tugasmu menuliskan jadwal sehari-hari saya dan menemani saya saat sedang rapat," jelas Azka datar.
"Baik Pak."
"Hari ini kamu sudah bisa pulang. Besoknya datang dan mulai bekerja. Ingat saya paling tidak suka dengan orang yang tidak tepat waktu," tegas Azka lagi.
Bosnya saja sudah seperti Bongkahan Es tebal di bagian kutub selatan. Tidak heran juga, jika Asisten pribadinya itu seperti Kulkas, batin Amel mengumpat.
"Kenapa kamu diam? Atau kamu sedang mengumpat saya?" tanya Azka datar, asal menebak.
"Eh. Ti--Tidak kok Pak," ucap Amel tersenyum paksa, melambaikan tangannya berulang-ulang.
Kok dia bisa tahu aku mengumpatnya, batin Amel. "Sebaiknya harus cepat-cepat keluar dari tempat ini."
"Jika sudah tidak ada yang perlu dibahas lagi. Saya permisi undur diri, Pak." Amel pamit pada Azka.
Kali ini aku membiarkanmu pergi. Ke depannya tidak akan lagi, batin Azka.
Azka melihat Amel keluar begitu saja. Amel menutup pintunya dengan pelan, sesampainya di depan pintu ruangan Azka. Amel mengatur nafas dan mengambil nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan nafasnya dengan kasar.
Hufff ...
"Hampir saja aku mati kehabisan nafas, dadaku serasa sesak, badanku panas dingin, dibuatnya. Untunglah aku dapat menahan diri saat berada di dalam ruangan itu. Kalau tidak, mungkin aku sudah membeku, udah gitu wajahnya itu menyebalkan, kejam pula lagi," gerutu Amel pelan, yang masih berada di depan pintu ruangan Azka.
Amel tidak menyadari ada seseorang yang tengah memperhatikan apa yang dia lakukan barusan. Siapa lagi kalau bukan Arya.
Arya yang sudah selesai membereskan pekerjaannya, memilih menunggu di depan ruangan milik Azka dan tidak berani menganggu pembicaraan Azka dan Amel.
Arya memutuskan untuk masuk saat Amel sudah keluar. Tidak disangka dia melihat Amel keluar terburu-buru dari ruangan Azka dan mendengar dengan jelas apa yang Amel gumamkan.
"Ehem," deheman itu sontak membuat Amel kaget dan melihat siapa orang yang mengagetkannya.
"Eh. Pa--Pak Arya. Saya pamit dulu Pak," ucap Amel tersenyum canggung.
Pak Arya tidak mendengar apa yang aku ucapkan tadi 'kan? Bisa gawat kalau Asisten Kulkas ini melaporkanku ke Bos dinginnya. Mending aku cepat-cepat pergi dari sini, batin Amel berlalu pergi munuju lift.
Bersambung❣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Gebby Syalsa Billa
aku suka cerita kakak, baru ini baca novel tulisannya rapi, ceritanya gak berbelet dan gak panjang, gak garing ceritanya kakak, tetep terus menulis kakak😍😍😍
2022-10-14
0
mom arzy
bagus ceritanya bahasanya juga bagus aku penasaran... lanjut bacaaa....
2022-10-13
0
Eni Ernawati
😂😂😂bikin ngakak si amel nie
2022-10-09
1