Pagi itu di sekolah, Lindy akhirnya masuk kembali setelah beberapa hari tidak masuk. Akira dan kawan-kawan segera menghampirinya. "Bagaimana?", tanya Akira tak sabar. "Tenanglah", kata Lindy. "Sepulang sekolah kita berkumpul kembali di markas", kata Lindy.
Seharian itu Akira tidak sabar menunggu bel pulang sekolah berbunyi.
Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Akira dan teman-temannya langsung berteleportasi ke rumah markas mereka.
"Nah", kata Lindy. "Beberapa hari kemarin aku berkeliling ke setiap Ancient Shrine di seluruh negeri dan bertanya pada keluarga penjaga disana untuk mencari informasi mengenai alchemist".
"Sayangnya, tidak ada satu pun yang tahu tentang keberadaan sang alchemist", kata Lindy.
"Yaahhh.....", seru Akira kecewa. "Jadi kita menemui jalan buntu donk", kata Akira.
"Tidak juga. Aku mendapat informasi lain". "Para elf memiliki keterikatan dengan hutan dan tumbuhan. Dengan meminta bantuan elf, kita bisa melacak jejak tumbuhan atau hutan yang paling dekat atau yang terakhir bersentuhan dengan sang alchemist. Apalagi biasanya alchemist tinggal di dalam hutan. Pasti kita bisa mendapat informasi dari pada elf.", kata Lindy dengan yakin.
"Wah, kalau begitu ayo kita segera ke tempat para elf itu", kata Akira.
"Mengenai lokasi para elf, sepertinya kunoichi kita lebih tahu lokasinya?", kata Lindy sambil menatap Meylin.
"Meylin, selama ini kau tahu?", tanya Akira terkejut.
"Para ninja memiliki beberapa jurus yang berhubungan dengan hutan, pohon, atau tumbuhan, serta desa tersembunyinya pun berada di dalam hutan. Itu karena kalian punya kerjasama dengan elf kan?", kata Lindy.
Meylin terlihat bimbang. "Sebenarnya sudah lama sepertinya kami tidak pernah bertemu dengan elf. Bahkan aku pun belum pernah bertemu sama sekali", kata Meylin. "Kalau hutan yang disebut-sebut sebagai tempat tinggal para elf aku tahu, saat kecil kami pernah berlatih disana. Tapi, meski sudah menjelajahi seluruh hutan, kami tidak menemukan elf disana".
"Karena itu aku ragu untuk menceritakan ini, karena mungkin para elf sudah pindah dari sana, dan mungkin Lindy tahu kemana mereka pindah. Jadi aku diam saja", kata Meylin.
"Sayangnya aku sama sekali tidak tahu menahu tentang elf karena Shrine kami tidak pernah berhubungan dengan elf", kata Lindy
"Ya sudah, daripada tidak ada petunjuk samasekali, kita ke hutan elf yang diketahui Meylin saja dulu, barangkali ada petunjuk", kata Akira akhirnya.
"Ya silakan saja kalau mau kesana. Aku antarkan", kata Meylin. "Oke sudah diputuskan kita kesana", kata Bofu. "Kapan?", tanyanya.
"Apa itu jauh, Meylin?", tanya Akira.
"Kalau berjalan kaki sekitar 4 jam", kata Meylin. "Teleport saja", kata Elvin sambil melihat ke arah Lindy. "Aku cuma bisa teleport diriku saja. Dan lagi hanya ke tempat yang aku sudah ketahui", kata Lindy.
"Terbang", kata Akira. "Yang bisa terbang hanya kau dan Bofu", kata Meylin. "Sepertinya kita memang harus berjalan kaki kalau ingin pergi bersama-sama", kata Bofu. "Mobil?", tanya Akira. "Hutannya rimbun. Mobil akan kesulitan melewati pohon-pohon yang berdekatan. Celahnya terlalu sempit", kata Meylin.
"Sepeda terbang...?", kata Akira lagi.
"Nah itu bisa!", kata Meylin. "Tapi tidak semua dari kita punya sepeda terbang", kata Elvin.
"Gampang", kata Bofu. "Ayahku akan menyiapkannya untuk kalian".
"Oke sudah diputuskan kita akan menggunakan sepeda terbang", kata Akira. "Kapan?"
"Dengan sepeda terbang, mungkin cuma butuh waktu 2 jam, atau kurang", kata Meylin.
"Kalau begitu besok sepulang sekolah bagaimana? Lebih cepat lebih baik, kan? Pulangnya kita tinggal teleport ke kamar Elvin", ujar Bofu. "Aku akan meminta ayahku untuk menyiapkan sepedanya besok".
"Sepertinya aku akan memindahkan checkporter ke halaman. Aku tidak rela kamarku berantakan lagi", kata Elvin dengan wajah kesal. Mereka pun tertawa.
"Oke, cukup pertemuan untuk hari ini. Sampai jumpa lagi besok", kata Lindy. Merekapun pulang ke rumah masing-masing.
***
Keesokan harinya, sepulang sekolah, Akira dan kawan-kawan sudah berkumpul di rumah Bofu. Disana sudah berjejer sepeda terbang beraneka warna buatan ayahnya Bofu, Om Cahya.
"Nah, ayo kita berangkat", kata Bofu. "Ayo", dengan beriringan mereka mulai mengayuh sepeda. Meylin sebagai penunjuk jalan berada di depan.
Mereka mulai bersepeda melewati perumahan, kampung-kampung, sawah, dan akhirnya sampai ke perbatasan hutan. Setelah beristirahat sejenak, mereka mulai memasuki hutan. Ternyata hutan itu jalannya tidak rata, tapi naik turun. Untung saja dengan sepeda terbang, hal itu bukanlah halangan. Setelah melewati beberapa tanjakan, turunan, mereka sampai di pinggir sungai. "Kita harus menyebrangi sungai ini", kata Meylin. "Tenang saja, sepeda inipun dapat melayang di atas air", kata Bofu. Merekapun menyebrangi sungai itu dengan mudah. "Tinggal sebentar lagi", kata Meylin.
Tak lama mereka memasuki hutan yang berkabut. Alalu setelah kabut itu hilang, Meylin berhenti. "Disini", katanya.
Mereka semua pun berhenti. Tapi dilihat dari mana pun, itu sama saja seperti hutan biasa, tidak ada bedanya dengan hutan yang sebelumnya mereka lewati.
"Yakin Mey? Kok rasanya sama saja ya? Tidak ada aura sihir juga?", kata Akira. "Ya memang. Makanya kupikir para elf itu sudah pergi", kata Meylin.
"Ya sudah istirahat saja dulu sebentar disini", kata Elvin.
Ia lalu duduk begitu saja di rumput, sedikit kelelahan.
Sedangkan Akira melihat ke sekitar.
"Di tengah hutan ini, ada pohon yang paling tinggi dan besar. Meski tidak terlalu menonjol, karena tinggi dan besarnya tidak terlalu berbeda dengan pohon yang lain. Hanya jika diperhatikan lebih seksama baru terlihat pohon itu lebih besar", kata Meylin.
"Ya sudah, bisa tolong antarkan aku kesana?", kata Akira penasaran. "Aku disini saja", kata Elvin.
"Aku juga disini saja", kata Lindy.
"Oke, jadi Meylin, Akira dan aku yang berangkat", kata Bofu. "Ya, hati-hati", kata Elvin.
Akira, Bofu, dan Meylin pun meneruskan perjalanan untuk melihat pohon yang dimaksud.
Setelah mengayuh beberapa saat, Meylin berhenti. "Ini pohonnya", katanya. Akira pun turun dari sepedanya. "Ini? Terlihat sama saja", kata Akira. "Ya memang. Kami bahkan harus mengukur menggunakan meteran baru yakin, pohon ini lebih besar, kata Meylin. "Karena lokasinya yang tepat berada di tengah hutan, pohon ini menjadi penunjuk arah bagi kami, para ninja", kata Meylin.
Akira melihat2 pohon itu. "Apa disini jarang turun hujan?", tanyanya melihat tanah di sekitar pohon itu terlihat retak-retak karena kering.
"Entahlah? Aku tak pernah memperhatikan. Lagipula pohon ini cukup jauh dari rumahku", kata Meylin.
Akira menjentikkan jarinya, dan hujan kecil pun turun.
"Kasihan pohon sebesar ini kalau kekurangan air", kata Akira sambil menyentuh pohon tersebut.
Tapi tiba-tiba Akira merasa tangannya ditarik ke dalam pohon. Tanpa bisa mengelak ia pun masuk ke dalam pohon tersebut. Sayangnya Meylin dan Bofu sedang melihat ke arah lain sehingga mereka tidak menyadari Akira yang terhisap masuk ke dalam pohon.
Begitu Bofu dan Meylin berbalik, mereka bingung karena Akira hilang. "Akira kemana?", tanya Bofu. Meylin hanya mengangkat bahunya bingung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments