Pencerahan

"Mengalahkan raja alien...?", pikir Akira. "Untuk bisa sampai ke planet raja alien saja tidak mungkin aku ke sana. Mau naik apa? Eh, sebentar. Apa mungkin ayahnya Bofu punya pesawat untuk pergi kesana ya?", pikir Akira lagi.

"Mungkin sebaiknya aku ke rumah Bofu dulu, sekalian bertanya pada Bofu apa yang sebaiknya aku lakukan".

Ya, bertanya pada teman bisa jadi mendapatkan solusi yang baik. Bagaimanapun dua kepala lebih baik daripada satu kepala. Akira kemudian berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk pergi ke rumah Bofu.

Akira memutuskan pergi dengan menaiki sepeda terbangnya. Sebenarnya bisa saja ia sendiri langsung terbang menuju rumah Bofu dengan sihirnya, tetapi ia sedang malas menggunakan sihir. Sepeda terbangnya merupakan inovasi teknologi yang dibuat ayahnya Bofu dengan menggunakan prinsip magnet. Bedanya dengan sepeda biasa, sepeda ini melayang, sehingga meski jalanan rata, naik atau turun, tenaga kayuhannya sama saja. Dengan santai Akira mengayuh sepedanya menuju rumah Bofu sambil menikmati pemandangan sore hari itu.

Dalam kurun waktu sepeminuman teh, Akira akhirnya sampai ke rumah Bofu. Rumah Bofu itu pagarnya otomatis, begitu ia sampai, pagar rumahnya langsung terbuka, karena sudah ada sensor yang mengenali wajah Akira. Akira langsung masuk dan memarkirkan sepedanya.

Akira kemudian berjalan menuju pintu depan. Rumah Bofu ini dari luar tampak seperti kastil kecil, dengan taman-taman di sekelilingnya. Tapi jangan salah, di dalamnya penuh dengan teknologi canggih, dan laboratorium ada di bawah tanahnya.

Sampai di pintu depan rumah Bofu, pintu itu otomatis terbuka, dan di dalam rumah sudah ada Bofu yang menunggunya dan mempersilakannya duduk.

"Hai bro. Apa kabar? Kau sudah baikan?", tanya Bofu ramah. "Ya.. Lumayan. Kau sendiri bagaimana?", Akira balik bertanya. "Ya seperti kau lihat sendiri, aku sehat bugar", jawab Bofu enteng. "Besok kita sudah bisa sekolah lagi seperti biasa. Semua kerusakan kota sudah diperbaiki dengan robot-robot ayahku, sehingga pengerjaannya bisa sangat cepat. Untunglah pemerintah memiliki dana darurat yang bisa dipakai untuk membeli material untuk perbaikan", kata Bofu. "Ya. Pemerintahnya itu kan, ayahku", jawab Akira. Lalu mereka berdua tertawa. Ayah Akira memang memegang jabatan penting di pemerintahan kota tersebut selain statusnya sebagai jenderal pesawat tempur yang bergerak dalam bidang keamanan. "Hanya saja.. Sekolah mungkin akan sedikit sepi dan masih suasana berkabung akibat penyerangan alien kemarin", kata Akira. "Ya, kau benar. Tapi, kita harus terus melangkah, demi orang-orang yang telah gugur juga", kata Bofu memberi semangat.

"Oya, ngomong-ngomong, aku ingin bertemu ayahmu. Ada yang ingin kutanyakan", kata Akira. "Ayah sedang berada di laboratorium. Ayo kita kesana saja", ajak Bofu.

Mereka berdua kemudian pergi menuju lift untuk turun ke ruangan bawah tanah rumah Bofu.

Di ruangan bawah tanah yang tampak megah dan futuristik, mereka berdua langsung menuju ke ruangan kontrol. Disitulah ayah Bofu sedang berada.

"Selamat sore, Om Cahya", sapa Akira. "Hoooo.. Sore Akira, sang penyelamat bumi, hehehe", ayah Bofu menyambut kedatangan Akira dengan ramah dan sedikit bercanda. "Ahh, om terlalu berlebihan. Yang aku lakukan cuma mengamuk saja kemarin", jawab Akira. Lalu mereka semua tertawa.

"Jadi begini om, barusan aku bertemu Rove", kata Akira. "Hah??", Bofu terkejut. Sedangkan Om Cahya terlihat biasa saja. Mungkin baginya sudah tidak ada yang perlu dibuat terkejut lagi setelah pertempuran kemarin.

"Jadi begini ceritanya... ", Akira menceritakan pertemuannya dengan Rove di alam bawah sadarnya. Om Cahya dan Bofu mendengarkannya dengan seksama.

"Nah begitu om.. Kira-kira om punya pesawat untuk pergi ke planet alien itu, tidak?", tanya Akira.

"Kebetulan Om sedang meneliti salah satu ufo yang masih utuh. Om sedang mempelajari teknologi yang digunakan oleh para alien untuk membuat pesawat itu. Dan Bofu juga kemarin membawa banyak data dari kapal induk, salah satunya data tentang kapal induk itu sendiri", kata Om Cahya. "Dugaan sementara, ada beberapa material asing yang tidak ditemukan di bumi untuk membuat kapal itu. Makanya Om sedang meneliti bahan apa itu", kata Om Cahya lagi. "Tapi apa kau sudah benar-benar siap untuk pergi kesana, Akira?", tanya Om Cahya. "Kalau tentang itu, sebenarnya saya masih bimbang, Om....", jawab Akira.

Bofu kemudian mengajak Akira kembali ke ruang tamu.

"Kenapa kau ragu, Akira?", tanya Bofu. "Jelas aku ragu. Bagaimana caraku mengalahkan raja alien coba? Apa aku harus menggunakan spirit bond seperti Ghina..", jawab Akira. Tiba-tiba dadanya terasa sesak kalau harus mengingat kejadian itu lagi. "Cukup Ghina saja yang menggunakan jurus itu!", tiba-tiba suara Bofu meninggi. "Aku tidak mau kehilangan orang-orang terdekatku lagi!".

"Ya... ya... ", Akira sedikit salah tingkah terkejut dengan reaksi Bofu. "Mungkin kita harus berlatih lagi agar semakin kuat. Sampai cukup kuat untuk mengalahkan raja alien. Toh kita masih punya banyak waktu sampai ayahku bisa membuat pesawat luar angkasa", kata Bofu. Akira sebenarnya agak pesimis. Entah harus latihan seperti apa atau berapa lama untuk bisa mengalahkan raja alien. "Bofu, apa yang membuatmu yakin kalau aku bisa mengalahkan raja alien itu?", tanya Akira. "Tentu saja aku yakin. Karena, orang itu adalah kamu", ucap Bofu enteng. Akira terbelalak. Bagaimana mungkin Bofu bisa begitu percaya padanya, atau apa Bofu terlalu berlebihan menilai dirinya, atau hanya sedang menggodanya. "Seandainya Ghina tidak menggunakan spirit bond, mungkin kau akan menemukan cara untuk mengalahkan monster alien itu. Entah cara apa. Aku sedikit menyayangkan keputusan Ghina, tapi mungkin memang sudah harus seperti itu", kata Bofu. Akira terdiam. Ya, di perang kemarin ia memang bisa dibilang kurang persiapan dan kurang berkepala dingin. Seharusnya ia memikirkan banyak cara, tidak terfokus hanya menyerang dengan sihir cuaca. Seharusnya ia mencari titik lemah si monster raksasa. Kenapa hal sesederhana itu tidak terpikirkan sebelumnya? Sesal Akira. Tapi yang sudah terjadi biarlah terjadi. Yang penting sekarang ia harus lebih siap untuk menghadapi segala kemungkinan.

"Baiklah. Mungkin perang kemarin kita memang sangat kurang persiapan. Kita cuma punya waktu tiga hari saat itu. Kalau sekarang, kita harus benar-benar siap", kata Akira. "Nah semangat seperti itu yang aku tunggu-tunggu", kata Bofu sambil tersenyum. "Aku dan Meylin pasti akan membantumu", kata Bofu lagi. "Kita bertiga tidak akan cukup untuk melawan seluruh planet, Bofu. Kita butuh pasukan, tapi kapasitas pesawat pasti terbatas. Yang kita perlukan adalah orang-orang pilihan", kata Akira. "Zeta dan Zita bisa kita rekrut", kata Bofu. "Ya. Tapi masih kurang", jawab Akira. "Ya sudah, kita pikirkan sambil jalan saja", kata Akira. "Hari sudah mulai gelap, aku harus pulang".

"Ya sudah. Nanti kita pikirkan lagi bersama-sama. Sampai ketemu besok di sekolah", kata Bofu. Akira kemudian pamit pulang, mengambil sepedanya di parkiran dan pulang ke rumahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!