Simon mengunakan kekuatan hutannya. Dari dalam tanah muncul tanaman rambat raksasa yang langsung mengikat sang monster. Sedangkan Clasifian menggunakan apinya untuk membakar monster itu. Sejenak serangan itu terlihat berhasil, tapi ternyata tidak. "Gruuaaaaaa....", dengan satu teriakan si monster, tanaman rambat itu hancur semua, pun dengan api Clasifian sepertinya tidak ada pengaruh apa-apa terhadap si monster.
"Kelihatannya, ini akan sulit", kata Clasifian sambil menghela nafas.
Tapi, ini baru permulaan. Sejenak kemudian, dari atas langit muncullah benda terbang berbentuk seperti piringan. Benda itu jumlahnya banyak sekali. "Apa lagi ini...", keluh Simon.
Piringan terbang itu kemudian mulai menembakkan sinar-sinar yang menghancurkan dan meledakkan semua yang dikenainya.
"Ziiiinnnggg.... Duarr.... duarrrr...", rumah-rumah penduduk desa pun hancur.
"Groooaaaaaa.....", ditambah lagi monster raksasa itu kembali mengamuk.
"Ck! Simon, apa yang harus kita lakukan", kata Clasifian. Ia khawatir semua kekacauan ini semakin meluas dan merusak semua desa yang ada.
Simon melihat sekitarnya, kemudian memejamkan matanya. Sekejap kemudian ia membuka matanya, dan matanya bersinar biru muda. Ia melihat aliran energi tipis dari monster itu ke piringan-piringan terbang dan ada energi tipis lain dari monster itu ke atas menembus awan. Ia tidak bisa melihat ada apa di balik awan itu karena terlalu jauh.
"Sepertinya monster ini adalah intinya. Monster ini memiliki kekuatan yang luar biasa besar, dan dia membagi-bagikan kekuatannya itu ke piringan terbang sehingga meski piringan terbang itu kecil, tapi daya hancurnya besar karena energinya terus-terusan diisi kembali oleh monster itu. Selain itu, aku melihat aliran energi dari monster ke suatu benda di balik awan, tapi aku tidak bisa menembusnya", jelas Simon.
"Kalau begitu, kita harus menghentikan monster itu", kata Clasifian. "Kekuatan kita berdua saat ini belum cukup. Satu-satunya cara yang kutahu, hanyalah cara itu", kata Clasifian.
"Ya benar, kita cuma bisa pakai cara itu", kata Simon.
Clasifian kemudian meminta teman-teman dari desanya dengan telepati untuk menahan monster itu untuk sementara.
Warga desapun berdatangan. Sekuat tenaga mereka memnggunakan beragam kemampuan yang mereka miliki untuk menahan monster raksasa dan juga serangan dari piring terbang.
Sementara itu, Simon dan Clasifian yang sedari tadi melayang, turun ke tanah, di tempat yang cukup aman.
Simon merentangkan tangannya, sambil memejamkan mata. Dia sepertinya sedang melakukan sesuatu. Begitu juga dengan Clasifian, dia berdiri di belakang Simon dan seperti merapal mantra.
Simon membuka matanya, matanya kembali bersinar biru terang.
"foraminis kampa!", tiba-tiba tanah di bawah monster itu amblas. Rupanya, dengan kekuatan hutannya, Simon melubangi bagian bawah tanah tempat monster itu berpijak.
"Ignatius madaharsa!", teriak Clasifian.
Tiba-tiba monster itu terbakar oleh api suci berwarna putih.
"umuryagowera kulawangsa", kata Simon dan Clasifian dengan berbarengan. 2 larik cahaya merah dan hijau keluar dari tongkat Clasifian dan Simon mengelilingi si monster raksasa, kemudian muncul pintu besi raksasa berbentuk lingkaran dari bawah kaki si monster yang tiba-tiba terbuka. "Grooooooouuuu....", monster itu terjatuh masuk ke dalam pintu, dan pintu itu langsung tertutup seketika. Kemudian pintu raksasa itu menyusut menjadi kecil, kira-kira seukuran diameter lubang sumur.
Begitu monster raksasa itu lenyap, tiba-tiba saja seluruh piringan terbang itu mundur. Mereka kembali terbang ke atas langit dan hilang begitu saja.
"Terimakasih Tuhan... Kita berhasil!!!", seru Simon gembira. "Yah, untunglah", kata Clasifian. Ia merasa sangat lelah. "Eh, apa itu?", Simon tiba-tiba melihat sebuah kalung bermata indah tergeletak diantara rerumputan tidak jauh dari sana. Ia mendekatinya, kemudian mengambilnya. "Clasifian! Kalung ini.. bukankah kalung ini....", Simon tidak melanjutkan ucapannya. Clasifian pun datang menghampirinya. "Itu seperti kalung milik Rove. Kenapa bisa ada di situ?", tanya Clasifian. Kalung milik Rove bentuknya sangat unik. Tiba-tiba Simon membelalakkan matanya. "Clas! Ini benar-benar milik Rove", pekiknya. "Aku ingat sekarang, saat melihat energi monster itu, aku merasa tidak asing. Monster itu.. Adalah Rove...", ucap Simon setengah tidak percaya. Tapi ia yakin penglihatannya tidak mungkin salah. Clasifian terkejut. "Apa?? Apa yang sebenarnya terjadi?", Clasifian bingung. Tapi ia yakin Simon tidak mungkin berbohong. Ia kemudian menatap pintu besi di tanah yang menyegel monster itu, kemudian berjalan mendekatinya.
Ia berjongkok kemudian menyentuh daun pintu tersebut. "Maafkan aku sobat. Aku tak tahu itu kau. Pun aku tidak bisa melakukan apa-apa", ujarnya sedih.
Simon pun hanya bisa terdiam. Ia dan Clasifian sama-sama tahu yang bisa membuat seseorang berubah menjadi monster hanyalah kutukan. Tapi, entah kutukan seperti apa yang membuatnya menjadi raksasa yang mengerikan seperti itu.
"Sudahlah, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Besok kita harus mengumpulkan orang-orang di desa untuk menceritakan semuanya", kata Clasifian. Simon mengangguk tanda setuju. Kemudian mereka kembali ke desa tempat tinggal mereka.
Sampai disitu Elvin menutup bukunya. Ia kemudian memandang kedua orangtuanya. Ibunya segera berkata, "mungkin kalau kau membaca buku itu sekilas, kau tidak akan percaya, karena buku itu seperti buku cerita biasa. Tapi kalau kau memegang ini, kau pasti mengerti", kata ibunya sambil memberikan sebuah batu permata berwarna jingga gelap.
Elvin bingung, tapi akhirnya ia mengambil juga permata itu. Seketika, semua berubah menjadi gelap.
Perlahan, Elvin tiba-tiba berada di antara kerumunan orang ramai. Semuanya berpakaian seperti pakaian jaman dahulu. Semua orang sedang menghadap ke podium. Di podium itu berdiri seseorang berpakaian merah dan celana cokelat dengan gagah. "Apakah itu.. Clasifian?", pikir Elvin. Di belakangnya berdiri seseorang yang tak kalah gagah dengan atasan putih dan bawahan berwarna biru tua. "Sepertinya itu Simon", pikir Elvin.
Clasifian mulai berbicara, "penduduk desa sekalian, kemarin kita menghadapi bencana besar. Kita semua telah melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Tapi, syukurlah akhirnya kita bisa menyegel monster itu. Tapi, masih ada masalah lainnya", kata Clasifian.
"Segel itu hanya bertahan untuk 300 tahun. Setelah itu hancur. Sedangkan monster raksasa yang berada di dalamnya, saat ini sedang dalam keadaan tertidur panjang. 300 tahun ke depan saat segel pintu besi itu hancur, ia akan bangun dan kemungkinan akan mengamuk kembali", jelas Clasifian.
"Untuk itu, pada saat itu, saat monster raksasa itu akan bangkit, aku akan mewariskan kekuatanku pada keturunanku di masa itu. Aku harap, keturunanku bisa mengalahkan monster raksasa itu", lanjut Clasifian.
"Dan untuk kalian warga desa, kalian harus mempertahankan cerita ini, sekaligus merahasiakannya dari orang luar. Aku khawatir orang luar akan menjadi panik, atau justru penasaran dengan pintu besi itu. Lebih baik, orang luar tak perlu tahu. Juga, kita harus terus mengingatkan akan kebangkitan monster tersebut agar keturunan kita bisa bersiap-siap".
"Ceritakanlah kisah ini pada keturunan kita yang telah menikah, agar mereka lebih dewasa dalam memahami cerita ini. Kepala keluarga kalian masing-masing akan diberikan batu mustika rekaman pengunguman ini untuk anak cucu kalian agar mereka semakin percaya", kata Clasifian lagi.
“Dan agar orang-orang di luar sana melupakan kejadian hari ini, aku akan menghapuskan hari ini dari kalender berikut ingatan orang-orang tentang selama hari itu. Dan agar orang-orang tidak menjadi curiga dengan hilangnya satu hari tersebut, aku akan menggunakan para astronom di luar sana untuk menghitung ulang penanggalan kalender agar tidak ada yang menyelidiki kehilangan hari tersebut lebih jauh”. "Desa ini kemudian akan kami beri perisai penghalang kasat mata. Perisai itu akan aktif jika desa ini mendapat ancaman. Terutama, ancaman dari monster raksasa itu 300 tahun mendatang. Inilah perjanjian desa kita, Perjanjian Desa Betung", tutup Clasifian.
Dan Elvin kembali berada di kamarnya. "Jadi begitu ceritanya", kata Elvin. Sekarang ia mengerti, mengapa komplek mereka aman dari serangan alien. Ternyata komplek perumahan mereka dulunya adalah desa Clasifian, sehingga ada perisai penghalang di komplek perumahan mereka. "Lalu, siapakah keturunan Clasifian yang dimaksud itu, bu?", tanya Elvin pada ibunya. Ibunya tersenyum, "salah teman sekelasmu adalah keturunan Clasifian. Dialah, Akira", kata ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments