Bab 12

"Bara.." Satu kata yang keluar dari mulut Christin membuat pak Sugi mengalihkan pandangannya pada nyonya besarnya.

"Maaf, dia ponakan saya Nyah"

"Ini pak.." Mulut Christin kembali terkatup tidak jadi melayangkan pertanyaan nya pada Sugi. Dia hanya menatap lekat pada Bara. Kalau benar Bara ponakan Sugi artinya tidak mungkin Bara adalah cucunya.

"Kau ga kerja?" tanya Christin memandangi Bara, salah satu hal yang dia sukai semenjak mengenal Bara. Karena dengan begitu dia bisa sedikit melepas rindunya pada anak nya yang telah lama tiada.

"Oh..ga nyonya. Saya sudah berhenti. Tepatnya di pecat" ucap Bara menggaruk kepalanya, menundukkan wajahnya karena malu.

Mata Christin membulat, mungkin itu berita duka untuk Bara, tapi bagi nya itu kabar gembira.

"Ya sudah kamu pulang, makasih Bar" ucap Sugi menunduk hormat pada Christin untuk mengantar kan Bara keluar gerbang.

"Tunggu.."

Kedua pria itu menghentikan langkah nya saat mendengar aba-aba dari nyonya besar berbalik menghadapnya.

"Kalau kau sudah berhenti bekerja pada Satria, kebetulan aku membutuhkan supir, apa kau bersedia bekerja untuk ku?"

Tentu saja tawaran Christin sangat menggoda, tapi apa baik dia tetap bekerja pada keluarga ini? bagiamana pun ini adalah keluarga Satria, orang yang sudah dia khianati kepercayaan nya.

"Tapi nyonya, saya merasa tidak enak dengan tuan Satria. Sejujurnya, alasan saya di pecat, karena dia kecewa pada saya"

"Aku tidak perduli alasan dia memecat mu. Jawab saja, kau mau atau tidak?" tanya Christin  penuh ketegasan, bukan seperti saat dulu, berupaya membujuk Bara dengan memohon. Kali ini posisi berbalik. Dia punya power, dan saat ini Bara sangat membutuhkan pekerjaan.

Sekilas Bara menatap Sugi, meminta pendapat akan permintaan Christin. Setelah Sugi mengangguk lemah, Bara pun berpaling pada Christin. "Saya bersedia nyonya"

***

Besok nya, bersama Sugi, Bara tiba di rumah besar itu, duduk di teras menunggu Christin. Apa yang dikatakan Sugi di rumah tadi menjadi bahan pikiran untuk Bara.

"Untuk apa nyonya Christin memperkerjakan kamu menjadi supir, sementara supirnya sendiri masih ada"

Apa yang di ucapkan Sugi sangat beralasan. Selain memang masih punya sopir pribadi, Christin sendiri jarang keluar rumah. Lebih banyak menghabiskan waktu nya untuk mengurus suaminya yang dirawat di ruang atas.

Entah lah, Bara tidak bisa memikirkan kemungkinan yang ada, dia hanya bisa mengikuti alur takdirnya. Melakukan apa yang dianggapnya benar, bekerja sepenuh hati.

Salah seorang pelayan pribadi Christin menghampiri Bara yang masih duduk bersama lamunannya. "Maaf, anda di panggil nyonya Christin"

Bara mengangguk dan segera mengikuti langkah si pelayan menaiki anak tangga menuju lantai atas. Saat masih anak menginjakkan kaki di anak tangga pertama, Bara berpapasan dengan Nina yang lagi-lagi memandangnya seperti melihat hantu. Bara hanya mengangguk hormat lalu meneruskan langkahnya.

Wajah pucat pasi Nina setiap kali melihatnya membuat Bara di penuhi tanda tanya. Tapi saat melintas kamar besar, yang seukuran setengah dari rumah pak Sugi, Bara tersadar.

Langkah nya terhenti di depan satu frame photo di dinding. Photo seorang pria yang memeluk istrinya yang terlihat sangat cantik. Bukan karena kecantikan istrinya yang membuat Bara terpukau hingga lututnya lemas, tapi wajah si pria itu. Itu wajah nya!

Dia bahkan tanpa sadar mundur satu langkah karena terkejut. Photo itu Miri sekali seperti dirinya, walau pria dalam photo itu lebih tua sepuluh tahun dari nya.

"Kau sudah sampai?" suara Christin yang sudah berdiri di samping nya berhasil mengagetkan nya.

"Dia.."

"Itu photo anak dan menantu ku. Sehari setelah mereka menikah" ucap Christin meninggalkan Bara yang masih terpaku di sana. Christin sudah terlalu tua untuk bisa tahan berdiri lebih lama hingga memilih untuk duduk di salah satu kursi di ruangan itu.

Kembali sadar, Bara menoleh kebelakang, lalu menghampiri Christin. "Duduk lah"

Mengikuti dengan patuh, Bara duduk di dekat Christin. Tatapan wanita itu kembali tampak sedih. "Anak pertama ku, Aldebaran dan istrinya yang saat itu sedang mengandung, hilang hingga saat ini" Christin menghapus air matanya yang turun mengingat hal yang menyakitkan itu.

"Nyonya" Bara menunduk di hadapan wanita itu, khawatir akan kesedihan Christin karena kembali mengingat anaknya.

"Sudah lah. Suatu hari, aku akan menceritakan semua nya padamu. Untuk sekarang aku meminta mu untuk di sini bersama ku. Menjaga ku. Bara, tinggal lah di rumah ini"

Siapapun akan tercengang mendengar permintaan Christin yang saat itu dianggap Bara karena sudah pikun dan di balut kesedihan akan kematian anak nya yang kebetulan berwajah mirip dengannya.

Ingin menolak, tapi Bara ga sampai hati. Dia kasihan melihat Christin yang masih dalam lingkaran kenangan anaknya.

"Kau mau kan Bara?"

Ragu-ragu Bara mengangguk. Wajah Christin seketika berubah ceria. Dia mengulurkan tangannya pada Bara agar di genggam pria itu.

"Duduk di sampingku" ucap Christin lembut. Dia tidak pernah merasa sedamai ini di dekat orang, apa lagi orang asing.

"Sayang darah yang mengalir di dalam tubuh mu bukan darah keluarga Cayapata" gumam Christin dalam hati.

"Hubungan keluarga dengan Sugi atau istri nya?"

"Sebenarnya aku bukan keponakan pak Sugi. Beliau sudah membantu ku saat pertama kali tiba di kota ini nyonya"

"Panggil aku nenek. Aku mohon" pinta wanita itu setulus hati. Penjelasan Bara membuat Christin kembali bersemangat. Kemungkinan Bara adalah cucunya masih terbuka lebar.

"Maaf nek, jadi tugas aku apa?"

"Oh, iya sampe lupa" ucap nya menepuk tangan Bara. "Melody.. Melo" teriak nya memanggil seseorang dari dalam kamar yang tidak jauh dari tempat mereka duduk.

Tidak lama, seorang gadis, berambut panjang yang di ikat ekor kuda keluar. Kalau di lihat, wanita itu seumuran dengan Bara. Hanya saja untuk gadis jaman sekarang gaya berpakaian gadis itu menurut Bara terlalu sederhana dan tidak modern. Walaupun Bara juga tidak mengenal banyak gadis, tapi selama sebulan tinggal di Jakarta, sudah banyak gadis yang dia lihat di jalan, atau di kampus tempat Zahra kuliah.

Ah..dia jadi ingat Zahra lagi. Seminggu sudah dia tidak bertemu gadis itu. Pesan yang dia kirimkan terakhir pada Bara, hanya menanyakan keadaannya, setelah itu tidak pernah lagi ada kabar dari Zahra.

"Bara, ini Melody. Gadis yang selama ini mengurus nenek. Kalau nenek tebak kalian seumuran. Dia akan kuliah di universitas Pusaka Bangsa. Nah tugas kamu adalah mengantar dan menjemput nya" Terang Christin. Bara hanya manggut-manggut.

Kalau Bara hanya melirik sekilas pada Melody, lain hal nya dengan gadis itu. Dia menatap Bara lama. Tepatnya gadis itu sudah terpesona pada Bara. Ini bukan lah pertemuan pertama mereka. Saat Bara mengantar Christin pulang untuk pertama kali, Melo sempat melihat sosok Bara saat di meja makan. Melihat sosok pria itu dari kejauhan, karena memang Melo tidak pernah diajak bergabung untuk makan malam bersama keluarga ini.

Terpopuler

Comments

Braiyen Siburian

Braiyen Siburian

ikuti aja permintaan nenekmu bara.... kau akan tahu siapa kau sebenarnya

2022-04-28

0

said dansel

said dansel

7yt

2022-03-18

0

Salamsyiah Syam

Salamsyiah Syam

semakin menarik

2022-01-12

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!