Bab 17

Satria masih tidak habis pikir, jalan pikiran neneknya. Mengangkat mantan supirnya yang tidak jelas asal usulnya serta sudah berani menggoda tunangannya, jelas membuat Satria murka. Belum lagi ucapan neneknya yang mengancam jika mempersulit Bara di rumah itu akan membuat pria itu menjadi ahli waris keluarga Cayapata menambah benci Satria untuk Bara.

Bara sudah bersiap di teras rumah menunggu Melo untuk berangkat ke kampus. Gadis itu mungkin masih menemani Christin sarapan. Beruntung bagi Bara, Satria tidak tinggal di rumah itu, karena sedikit banyak membuat Bara bisa bernafas lega.

"Bar.." suara Melo mengagetkan Bara yang terbuai dalam angan nya.

"Yuk.. berangkat" Bara berdiri dari duduknya, namun maksud Melo memanggil namanya bukan untuk mengajak pergi. "Nenek ingin bicara denganmu sebentar"

Perasaan Bara tiba-tiba merasa tidak tenang. Perihal apa yang akan dibahas neneknya terhadapnya. "Nenek memanggilku?" tanyanya saat memasuki ruang kerja Christin setelah mengetuk dan diperbolehkan masuk.

"Kemari lah nak.."

Pria itu mendekat, duduk di sofa yang sudah ditunjuk Christin untuk dia duduki.

"Bara.. nenek ingin bicara serius padamu. Kalau kau sudah menganggap ku sebagai nenek mu, sudah seharusnya kau mendengarkan perkataan ku" Christin memberi jeda, mengamati wajah pria itu yang selalu berhasil membawa Christin pada orang yang sangat dirindukannya.

"Bara, nenek harap mulai sekarang, kau menjauhi Zahra. Jangan cari masalah dengan Satria. Mereka dari dulu sudah di tunangkan. Lupakan gadis itu" perintah Christin.

Semua kalimat Christin dengan jelas dia dengar. Tapi kenapa rasanya sakit sekali dan Bara tidak yakin bisa melakukannya.

"Tapi nek, Zahra tidak mencintai Satria. Dia.."

"Lupakan dia. Dia tidak tepat bagimu"

Bara menunduk. Dia tidak membenci Christin karena ucapannya ini. Bara sadar, seharusnya dia memang menjauhi gadis itu yang nyata-nyata sudah menjadi milik orang lain. Tapi kenapa dia tidak mampu?

"Bara..kau mau menuruti perkataan ku?" kalimat Christin menyentak Bara untuk tersadar kembali.

"Iya nek. Aku akan coba"

***

Mungkin bagi Bara, ini semua adalah perintah. Dia si miskin harus mau melakukan apapun untuk menyenangkan hati orang kaya, seperti Satria. Dan karena Christin sudah mengangkatnya jadi cucu, menguliahkannya maka dia harus taat pada perintah neneknya.

"Bara, kelewatan itu" ucap Melo yang bingung melihat Bara meneruskan perjalanan mereka hingga melewati gerbang kampus.

"Duh, sorry Meo, pikiran aku bercabang gini"

"Makanya, nyetir jangan ngelamun. Lagian apa kata nenek itu benar, masa iya kamu mau sama tunangan orang" desis Melo

"Berarti kau ya yang ngadu sama nenek. Hah, kau belum pernah jatuh cinta sih, makanya ga paham"

Ucapan Bara yang hanya ingin menggoda Melo justru mengena di hati gadis itu. Benar kata Bara, dia memang tidak pernah merasakan jatuh cinta. Tapi masa iya karena cinta orang jadi kehilangan logika.

"Meo..kalau aku jalan sama Zahra, kau jangan kasih tau nenek ya. Please.." ucapnya menahan tangan Melo yang hendak keluar dari mobil.

"Ga mau. Jangan gitu dong. Aku udah anggap kau adik sendiri loh. Aku percaya banget sama mu" Bara membelai puncak kepala Melo yang membuat gadis itu tertegun. Bara tidak pernah sedekat ini pada seorang gadis dalam bentuk persahabatan. Pria itu sudah menganggap Zahra seperti adiknya, setelah mendengar cerita dari pak Sugi perihal Melo yang diangkat cucu oleh nenek Christin. Bara menganggap mereka senasib hingga perasaan nyaman dan percaya itu mengalir begitu saja.

Apa yang dilakukan Bara mungkin hanya biasa untuknya, tidak menimbulkan efek apapun tapi tidak bagi Melo. Dia belum pernah berinteraksi sedekat itu dengan lawan jenis. Sentuhan receh Bara bahkan bisa membuat jantung berdegup kencang.

Melo memutuskan untuk segera pergi. Membawa getar halus di dadanya. Belaian Bara nyatanya membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. Beberapa kali kedapatan oleh dosen sedang melamun hingga harus membuat satu paper yang membahas gramatikal dasar pada sebuah karya sastra.

***

"Kamu kemana aja sih? aku nungguin lama tau" ucap Zahra manja. Dia sudah menunggu kedatangan Bara cukup lama dikantin fakultas Bara.

"Sorry Ra. Kamu emang ga masuk?" Bara menarik kursi di depan wanita cantik itu.

"Ga. Aku malas. Lagian untuk apa aku kuliah, toh nanti aku hanya jadi istri juga" ucapnya membingkai senyum

"Jangan gitu juga dong, selesaikan kuliahmu Ra. Tidak semua orang seberuntung kamu bisa kuliah"

"Udah, ah..aku ga suka kamu ceramah. Yuk jalan. Aku mau shopping. Aku mau beliin kamu kemeja juga. Please jangan nolak," pinta Zahra bangkit dari duduknya.

Teringat omongan neneknya, Bara menolak ajakan Zahra dengan cara halus. Lagi pula, Melo masih kuliah, dan dia juga harus masuk mata kuliah berikutnya. "Sorry Ra, aku ga bisa. Aku harus masuk lagi habis ini"

"Kamu ga asik deh. Jadi kamu lebih milih kuliah kamu dari pada temani aku?" salak Zahra kesal.

"Ra, ada yang harus kita omongin, dan ini serius"

"Apa??" sahutnya tak bersahabat.

"Kita ga bisa gini terus Za. Aku ga bisa bersamamu kalau kamu masih berstatus tunangan Satria. Mungkin memang hubungan kita ini tidak seharusnya ada"

Bola mata Zahra membulat. Tidak menyangka kalau Bara akan berkata seperti itu. "Bar, kamu kok ngomong gitu? kamu bilang cinta sama aku, sayang sama aku"

"Itu benar Ra. Hanya ada kamu di hatiku. Tapi justru karena aku sayang sama kamu, aku ga mau menempatkan perasaan tulus aku sama kamu jadi hal yang menjijikan karena menjadi selingkuhan mu" terang Bara menatap sendu wajah Zahra. Bola mata gadis itu sudah mulai sembab, menahan arus air mata.

"Jadi aku harus gimana Bar?"

"Aku mohon jangan menangis" Bara menghapus air mata yang berhasil lolos di pipi Zahra. Gadis itu walaupun manja dan banyak maunya, tapi hatinya baik.

"Tidak ada jalan lain selain berpisah Ra. Kamu sudah menjadi milik pria lain. Aku yang salah seharusnya ga masuk dalam hubungan kalian"

"Tapi aku ga mencintai Satria, Bar. Kamu tahu itu"

"Lalu kenapa tidak putus dengannya?" susul Bara. Menurutnya hanya itu jalan agar mereka bisa bersama. Kalau mereka sudah tidak punya hubungan lagi, Bara sudah bisa mengangkat kepalanya, melawan siapapun yang menentang hubungannya dengan Zahra, asal gadis itu memang memilih tangannya, bersedia bersama nya bagaimana pun keadaannya.

Zahra menunduk. Dia tidak punya jawaban atas pertanyaan Bara. Dia tidak mungkin memutuskan pertunangannya dengan Satria, walau pun dia ingin. Orang tuanya pasti tidak akan setuju. Mereka justru sangat menginginkan Satria segera menikahi dirinya agar bisa membantu perusahaan papanya yang jauh dibawah Satria.

"Ra, maaf kalau aku menempatkan mu dalam posisi sulit, tapi hanya ini jalan satu-satunya. Kamu milih aku atau Satria?"

Terpopuler

Comments

Braiyen Siburian

Braiyen Siburian

jangan bermain api bara.....ikutilah kata2 nenek mu

2022-04-28

0

Fatchu Rohman

Fatchu Rohman

terus dilanjutin, thor

2022-04-27

0

Fradani Fradani

Fradani Fradani

Maksudnya Melo thor...

2022-03-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!