Bab 4

Keluarga pak Sugito adalah keluarga sederhana. Beliau memiliki dua orang anak, si sulung bernama Lita dan adiknya Leo yang kini duduk di bangku sekolah dasar.

Bu Ima, istri pak Sugito juga sangat ramah. Beliau menerima Bara dengan tangan terbuka terlebih setelah mendengar cerita suaminya yang sudah di tolong oleh Bara tadi.

"Kamu tinggal lah di sini, bersama kami sampai kamu mendapat pekerjaan" ucap Sugito lalu menyuap makanan nya ke dalam mulut.

Bara merasakan suasana damai dan sangat sederhana menyelimuti keluarga itu. Makanan yang tersaji pun sama dengan makanan Bara di kampung.

Setelah perut terisi penuh, pak Sugito mengajak Bara duduk di teras rumah. Suara anak-anak yang bermain riuh terdengar di halaman. Bara begitu bersyukur bisa bertemu dengan pak Sugito dan keluarganya. Dia berjanji, setelah mendapat pekerjaan akan membayar biaya hidup selama menumpang.

"Jangan pikirkan hal itu dulu. Yang terpenting kamu bisa mendapat pekerjaan, karena di Jakarta ini susah sekali mencari pekerjaan yang halal" ujar pak Sugito.

Pak Sugito bekerja menjadi supir di keluarga kaya raya. Awalnya menjadi supir anak majikannya, tetapi belakangan pak Sugito di pindahkan menjadi supir ibu dari tuan mudanya.

"Kami bisa menyetir?"

"Tidak bisa pak" jawab Bara terus terang. Kalau motor dia bisa bawa, itu pun karena belajar sama teman di sekolah. Salah satu anak juragan jengkol di desanya.

"Nanti bapak tanya ada lowongan ga di pabrik atau di kantor majikan bapak. Kalau jadi OB tidak apa, toh?"

"Kerja apa saja asal halal pak"

Keesokan harinya, Bara hanya tinggal di rumah. Membantu Bu Imah membersihkan pekarangan belakang rumah yang ditanami berbagai jenis sayur. Lita pagi tadi sudah berangkat sekolah. Gadis ayu itu sekarang sudah duduk di bangku kelas dua SMA.

Pendobrak kebiasaan di lingkungan mereka, yang jarang anak perempuan sekolah hingga tingkat SMA. Teman sebaya Lita bahkan sudah banyak yang menikah dan punya anak.

"Makan dulu nak Bara. Nanti di lanjutkan lagi" ucap Bu Ima dari arah rumah yang diangguk Bara. Sekilas Bara mencoba melihat ke arah langit, sinar matahari yang menembus pupil matanya membuatnya silau. Matahari tepat di atas kepala, berarti tepat pukul dua belas siang.

Seperti janji pak Sugito, sepulang dari bekerja, beliau membawa kabar baik. Di kantor anak majikannya, membutuhkan OB, jika mau besok Bara sudah bisa mulai bekerja tanpa harus melayangkan surat lamaran kerja. Berhubung HRD nya kenal dengan pak Sugito juga.

Malam menjelang tapi Bara belum juga bisa memejamkan matanya, padahal dia sudah me-sugesti pikirannya untuk segera tidur agar besok dapat bangun pagi. Tapi ternyata perasaan deg-degan memulai kerja besok membuatnya susah tidur.

Alhasil hingga bangkit dari dipan pukul lima pagi, Bara hanya dapat terpejam cuma tiga jam.

Bangunan bertingkat itu tampak megah. Di kampung halamannya, Bara tentu tidak akan menemukan bangunan seperti ini.

"Ini mbak Dewi, dia yang akan mengajarimu dan memberitahukan tugas-tugas mu ya. Bapak pamit pergi dulu"

Sepeninggal Sugito, Bara di ajak berkeliling. Mbak Dewi orang nya baik dan ramah. Bara bersyukur bisa bertemu orang-orang seperti mereka di Jakarta ini.

"Dari mana asal mu?" tanya Mbak Dewi yang lupa kalau tadi sudah di sebutkan Bara.

"Pekanbaru mbak"

"Oh..ada keturunan China atau Korea gitu?"

"Ga ada mbak. Kenapa gitu?" tanya Bara tidak mengerti.

"Kulit kamu putih bersih. Mana cakep lagi" ujar mbak Dewi sembari terkekeh.

"Mbak bisa aja"

Jam kerja Bara, mulai Senin hingga Jumat. Dari pukul tujuh hingga pukul lima sore, dan kalau ada lembut akan mendapat uang ekstra. Tugas nya hanya membersihkan bagian pantry dan lantai 20. Tidak termasuk kamar mandi, karena itu tugas OB lain.

Tiba jam pulang kerja, Bara harus berjalan sepuluh menit hingga sampai ke halte busway. Sesampainya di rumah, Bara ikut membantu Bu Imah, walau hanya sekedar menyapu halaman.

"Udah mas, Lita aja yang nyapu" ucap Lita dari arah belakang.

" Kamu Lit, ga papa. Biar aku aja"

Walau sudah di paksa, Bara tetap menyelesaikan kerjaan nya hingga selesai dan tentu saja di temani Lita. Walau baru beberapa hari kenal, mereka sudah tampak akrab. Dari kejauhan Bu Ima turut memperhatikan dan sebaris senyum tersungging di bibirnya.

"Sabtu ini bapak akan ajarin kamu nyetir. Nanti kita pinjam angkot pak Dadang" ucap pak Sugito saat makan malam bersama.

Ada nya Bara menambah ramai keluarga mereka. Canda tawa selalu terdengar dari dalam rumah itu. Leo apa lagi, begitu mengagumi Bara. Kalau Lita, dalam hati nya Bara sudah mempunyai posisi khusus yang malu untuk dia ungkapkan.

Sabtu pagi, Bara memang tidak masuk kerja, begitu pun pak Sugito. Waktu libur itu mereka gunakan untuk belajar menyetir mobil.

Bara adalah pria cerdas yang beberapakali diajari sudah bisa nangkap. Buktinya hanya empat kali belajar, Bara sudah bisa menyetir walau hanya jarak yang dekat-dekat saja.

"Kamu anak yang cerdas. Bapak bangga sama kamu. Tinggal di latih, dan di biasakan menyetir. Kalau kamu bisa jadi supir pribadi, gajinya lebih besar dari jadi OB" ucap Sugito menepuk pundak Bara.

Iming-iming gaji yang besar membuat Bara semakin semangat untuk mahir menyetir. Hari Minggu dia akan izin pada pak Sugito untuk ikut pak Dadang menarik angkot.

Pada awalnya dia jadi kernetnya, lama-lama pak Dadang mengizinkan nya menjadi supir dadakan.

Tidak terasa sebulan Bara bekerja. Gaji pertamanya dia kirim ke kampung untuk kedua orang tuanya melalui rekening salah satu tetangganya. Di temani Lita, Bara juga membeli ponsel seken.

"Udah dapat ponselnya, kita makan bakso yok" ajak Bara. Lita hanya mengangguk penuh senyum. Ini seperti dalam khayalnya. Dia memang sangat ingin jalan berdua dengan Bara. Bagi Lita, Bara adalah sosok pria yang sempurna. Tampan, baik dan juga sopan.

Lita patut berbangga, setiap gadis yang melihat ke arah Bara, pasti menunjukkan sikap tertarik pada pria itu. Bara tidak menanggapi, serius bicara pada Lita mengenai pelajaran yang tengah di hadapi Lita di sekolah.

Saat pulang, keduanya membawa sedikit oleh-oleh buat Bu Ima, Leo dan juga pak Sugito.

"Jangan boros. Tabung duit mu" ucap Pak Sugito saat menerima pemberian Bara berupa kemeja.

"Baik pak"

"Oh iya, anak majikan bapak butuh supir. Kebetulan supir nya yang lama sudah berhenti. Kamu mau jadi supir tuan Satria? kalau mau besok bapak bawa menghadap"

"Aku mau pak" ucap Bara sumringah. Sejak bisa menyetir, jujur Bara lebih suka ada di belakang kemudi dari pada menenteng kemoceng, kanebo dan juga kain pel.

***Hai..makasih udah mau mampir di novel aku yang baru. Sekalian nih aku mau rekomen novel teman aku yang ga kalah keren. Kuy mampir. 🙏😘

Terpopuler

Comments

Fano Jawakonora

Fano Jawakonora

jgn" perusahan yg bara krj itu adalah milik bara

2022-10-03

0

Arya Kelana

Arya Kelana

blom bisa kasih komentar kerna baru baca

2022-09-11

1

Z3R0 :)

Z3R0 :)

Hem apakah akan tertolak juga sama kaya novel sebelah

2022-07-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!