Hujan mengguyur tubuh Ruby yang semakin melemah. Rasanya ia sudah tidak tahan dan lebih baik pingsan. Ia merasa pusing. Pandangannya kurang jelas karena hujan begitu deras. Dicobanya menggeliat-geliatkan tubuh, berusaha melepaskan ikatan yang mengekangnya.
”U huk...huk...!” Ruby terbatuk karena ada air hujan yang masuk ke mulutnya. Ia merasa kedinginan. Sudah sekitar lima belas menit hujan membasahinya, tapi belum ada tanda-tanda akan reda, bahkan semakin deras hujannya.
Ruby semakin merasa tak berdaya. Ia prediksikan sebentar lagi ia akan terkapar di tempat eksekusi. Tak ada yang akan datang menolongnya. Semua orang sedang menikmati kehangatan di ruang perkuliahan. Hanya ia, orang aneh yang harus berdiri di bawah guyuran hujan deras. Rasa pusingnya semakin menjadi-jadi. Penglihatannya sedikit kabur akibat derasnya hujan.
Ketika keadaan badannya semakin tak menentu, samar-samar ia melihat bayangan seseorang mendekat ke arahnya. Hujan yang deras membuat sosok orang itu tak jelas. Lambat laun sosok orang itu semakin jelas. Dalam keadaan pusing, ia masih bisa mengenali kalau orang itu seperti Pangeran. Seperti ada energi tambahan yang menyusup ke dadanya ketika melihat Pangeran.
Di bawah guyuran hujan, Pangeran menatapnya dengan tatapan iba. Karena terlalu bahagia melihat kedatangan pengeran, Ruby tak bisa menahan tangisannya. Ia terisak-isak sama seperti ketika pertama kali bertemu Pangeran ketika ia terjatuh dari atas pohon.
”Kenapa menangis? Aku sudah ada di sini.” katanya.
Pangeran melepaskan ikatan yang melilit di tubuh Ruby yang masih terisak itu. Ketika ikatan telah terlepas, tubuh Ruby hampir jatuh seandainya tak ditahan oleh Reino. Kakinya sangat lemas tak bertenaga. Kepalanya pusing tapi hatinya merasa sangat gembira meskipun diekspresikan dengan air mata. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Reino langsung menggendongnya, membawanya pergi meninggalkan tempat eksekusi.
Isak tangis Ruby belum mereda seperti hujan yang mengguyur.
”Kali ini aku tak membawa coklat. Berhentilah menangis. Anggap aku berhutang sebatang coklat padamu.” ucapnya.
"Kamu pikir aku anak kecil!"
Ruby tertawa kecil di sela-sela tangisannya. Ia mengingat kembali masa lalu. Setiap ia menangis, Pangeran selalu memberinya coklat. Tapi setelah dewasa dan ia tak menangis, ia tak pernah mendapat coklat lagi dari Pangeran. Ini adalah kali pertama setelah sekian lama Pangeran tak memberinya coklat.
”Pangeran....” lirihnya sebelum akhirnya ia pingsan dalam gendongan Pangeran.
Rasanya seperti sedang bermimpi. Ia menjadi seorang putri yang diselamatkan oleh seorang pangeran. Pangeran yang tubuhnya terasa hangat meskipun hujan deras membasahi mereka.
*****
Hujan telah reda ketika Ruby tersadar dari pingsannya. Ia kebingungan, mendapati dirinya telah ada di sebuah ruangan bercat putih dengan selang infus di tangannya. Dipandanginya setiap sudut kamar tempatnya dirawat. Tak ada Pangeran. Padahal ia sangat yakin kalau Pangeran yang telah membawanya ke tempat itu.
Baju yang ia kenakan sudah diganti. Sementara bajunya yang terkena hujan tampak sudah kering dan dilipat rapi di atas meja. Tas, ponsel, dan buku-buku jusa sepertinya sudah ikut dikeringkan.
Pandangannya beralih ke jendela. Masih tampak sisa-sisa hujan yang membasahi kaca jendela. Pepohonan di luar sana juga terlihat basah. Langit masih tampak mendung. Ruby tersenyum. Betapa bahagia perasaannya saat ini. Pangeran telah menolongnya. Pangeran yang selalu datang di saat ia membutuhkan seorang teman.
Krek!
Terdengar suara pintu dibuka. Ruby menoleh ke arah pintu. Ia tersenyum, seakan tahu kalau orang yang datang pasti Pangeran.
Namun, senyum itu memudar ketika melihat yang datang ternyata Si Ikan Pari. Spontan ia langsung memalingkan pandangannya.
"Sudah sembuh?" tanyanya.
Ruby diam seakan tidak sudi menjawab pertanyaan itu.
"Trisia Ruby, 19 tahun, Tinggi Badan 160 cm, Berat Badan 48 kg, ukuran BH 32 Cup A."
"Heh!" teriaknya. Ruby langsung melotot kepada makhluk aneh yang berani-berani menyebut ukuran pakaian dalamnya.
"Hahaha.... Masih bisa bersuara juga setelah hampir sekarat." Melvin tertawa lepas mendapat respon darinya.
"Bercandamu keterlaluan! Kalau aku sampai mati, berarti kamu sudah jadi pembunuh."
"Uuuhhh.... Kedengarannya menyeramkan."
"Lagipula siapa yang mau membiarkanmu mati? Membuatmu merasa tersiksa itu lebih menyenangkan. Sampai kamu sendiri yang memutuskan untuk keluar dari kampus ini."
Keluar dari kampus sama saja Ruby harus kembali ke rumah. Itu artinya, dia kalah dan harus menuruti semua kemauan papanya. Mimpinya menjalani hidup sebagai orang biasa akan pupus. Dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tiga tahun yang berharga ini akan ia nikmati dengan sebaik-baiknya. Sekalipun harus melawan Si Ikan Pari, akan ia lakukan.
"Siapa yang mau keluar dari kampus ini? Kenapa bukan kamu saja yang keluar?"
"Oh.... Baru kali ini ada orang miskin begitu arogan dan percaya diri. Kita lihat saja seberapa lama kamu bisa bertahan."
Melvin kembali mengangkat kertas di tangannya, "Pindahan dari kampus biasa, kampus rakyat jelata. Hahaha.... " ledeknya.
"Bisa diterima di sini lewat jalur prestasi karena pernah juara panahan tingkat provinsi. Orang tua sudah bercerai, hanya tinggal bersama ibu yang bernama Minah. Pekerjaannya berdagang nasi rawon pinggir jalan. Rumah kontrakan di daerah kumuh xxx."
"Mengambil informasi dan data seseorang tanpa ijin adalah tindakan yang ilegal." tegur Ruby. Ia tidak menyangka semudah itu pihak kampus akan memberikan informasi tentangnya kepada orang itu.
"Ternyata kamu lebih miskin dari yang aku kira." Melvin menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kita benar-benar hidup di dunia yang berbeda seperti langit dan bumi."
Ruby tersenyum seringai, "Ya, benar. Dunia kita memang benar-benar berbeda. Kamu tetaplah hidup di atas dan biarkan aku tetap berpijak di bumi. Aku juga tidak sudi bertemu denganmu lagi."
"Oh, iya? Ucapanmu sungguh sangat berbeda dengan apa yang kamu tulis di buku itu. Kamu menyukaiku, kan?
Ruby benar-benar melongo mendengarkan kepedean dari orang gila itu. Bertemu dengannya saja baru kali ini dan dia bilang Ruby menyukainya? Setolol-tololnya orang tidak akan punya pikiran seperti itu.
"Dengar ya, sudah aku bilang buku itu bukan milikku."
"Oh, iya?"
Melvin bergerak mendekati ranjangnya. Ruby beringsut memundurkan badan hingga punggungnya menempel kepala ranjang.
"Aku sudah berkata jujur."
"Hmm.... "
Melvin merapatkan tubuhnya. Ia mengungkung Ruby dengan kedua tangannya. Tatapannya tajam dan penuh kesungguhan. Membuat Ruby takut lelaki itu bisa berbuat sesuatu yang di luar batas. Wajah mereka hanya berjarak satu jengkal.
"Kalau memang kamu menyukaiku, katakan saja sekarang di depanku."
"Are you crazy?"
Melvin memegangi dagu Ruby dengan kuat, "Aku gila? Kamu yang gila. Bukankah kamu sebegitu terobsesi denganku?"
Plak!
Ruby menepis tangan Melvin dengan keras, "Jangan bercanda! Bahkan bertemu denganmu saja membuatku merasa sial."
Ruby melirik ke arah jam dinding yang terpajang di sana. Sudah hampir jam dua siang.
"Ah! Sial!" pekiknya seraya mencabut paksa selang infus dari tangannya. "Ah!" pekiknya lagi menahan kesakitan. Sedikit darah yang keluar dari tangannya ia usap begitu saja.
"Mau kemana?" Melvin menahan tangannya.
"Aku orang miskin, perlu kerja untuk bertahan hidup."
Ia hempaskan tangan itu. Dibereskannya semua barang-barang miliknya lalu bergegas pergi dari ruang kesehatan tempatnya dirawat.
Melvin masih terpaku di tempatnya. Ini pertama kalinya ia bertemu dengan wanita seberani itu padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 288 Episodes
Comments
Bibirnya Kyung-soo🐧🍉
awas jatuh cinta🤣🤣
2023-11-07
0
Bibirnya Kyung-soo🐧🍉
anjirrr😌
2023-11-07
0
Bibirnya Kyung-soo🐧🍉
anjirrr, ngapain pake sebut ukuran b* segala😭😭. dasar ikan pari
2023-11-07
0