“Bruk!” Ruby langsung terduduk manis di sekeliling semak-semak. Ia seperti merasakan kembali masa-masa indah dulu. Meskipun hanya bermain petak umpet sendiri, ia tetap merasa senang.
Tapi entah mengapa kali ini ia merasa ada yang aneh. Ia seperti merasakan kehadiran seseorang. Ia merasa seperti kaku karena ketakutan yang tiba-tiba saja datang. Dengan sisa keberanian yang ia miliki, dengan cepat ia menengok ke arah kanannya.
Dug!
Jantungnya serasa ingin lepas karena kekagetannya melihat sebuah sosok yang persis berada di sampingnya dalam jarak beberapa senti saja. Tubuhnya seakan kaku, beku, dan lemas. Bahkan untuk berkata-kata saja ia tak mampu. Apalagi sorot matanya menatap tajam ke arah Ruby.
”Apa kamu tidak apa-apa?” tanyanya dengan nada keheranan.
”Ti...ti...dak.” jawab Ruby dengan nada tergagap.
Orang itu memberikan sekaleng minuman yang langsung diminum oleh Ruby. Napasnya masih tidak karuan saking kagetnya.
“Kamu membuatku kaget setengah mati.” Ujarnya.
“Seharusnya aku yang mengatakan hal itu.” kilahnya.
Ruby terdiam sebentar, ”Lama tidak berjumpa.”
“Hah! Kamu ada di mana-mana. Ternyata di kota ini juga masih bertemu dirimu." gumannya.
Lelaki yang berada di samping Ruby adalah Pangeran, teman yang biasa ia jumpai kalau ada pesta. Lebih tepatnya teman sembunyi. Keduanya memang suka menghilang kalau disuruh datang ke pesta.
Ruby agak lama menatap wajahnya. Entah mengapa ia rasa lelaki di sampingnya itu terlihat semakin tampan dari waktu ke waktu. Benar-benar seperti pangeran.
"Kenapa melihatku seperti itu terus?" tegurnya.
"Ah, tidak.... " Ruby mencoba berkelit. ”Tidak biasanya kamu datang ke taman lebih dulu daripada aku.”
”Mungkin kamu yang terlalu lama di dalam pesta.”
Ruby merenung. Memang rasanya ini adalah waktu terlama ia bisa bertahan dalam suatu pesta. Biasanya baru sebentar ia sudah mau keluar. Pangeran memang tahu apa yang ia pikirkan.
”Di hotel ini ada lukisan sebuah pohon yang menarik perhatianku.”
"Lukisan apa?"
"Lukisan pohon.... "
Lelaki itu tampak menyunggingkan senyum, ”Kamu menyukai lukisan seperti itu?” katanya dengan nada mengejek.
”Tentu saja. Apa kau ingin merendahkan? Orang yang melukisnya pastilah memiliki kenangan berharga dengan pohon itu. Seandainya aku bisa melukis, pastilah sudah aku lukis pohon di taman kota yang sering aku panjat sejak kecil.” Ruby serasa tidak terima seleranya diremehkan. Apalagi lukisan itu seperti membawanya bernostalgia ke masa lalu.
”Kalau bisa di bawah pohon digambar seorang anak perempuan yang sedang menangis karena terjatuh dari atas pohon, kemudian ada Pangeran yang datang memberinya coklat untuk anak cengeng itu. Bukankah akan lebih bagus?"
”Kamu mengejekku?” protesnya dengan memandang sinis orang yang ada di sampingnya itu. Tapi Pangeran tetap asyik memandangi bintang di langit.
”Jangan marah. Meskipun cara pertemanan kita aneh, tapi rasanya aku tidak rela kehilangan teman sembunyi sepertimu. Bersembunyi tanpa teman rasanya tidak menyenangkan.”
Kata-kata Pangeran seperti kata-kata yang keluar dari mulut orang yang polos. Begitu jujur dan tanpa ekspresi. Ruby terdiam. Ia ikut memandang ke araha langit. Malam itu bulan bersinar sangat terang. Indah. Suasana juga tenang, walau sebenarnya di dalam sedang cukup dihebohkan dengan kesibukan orang mencari putra Pak Adinata yang pergi dari ruangan pesta.
”Pangeran.... keluarlah! Aku menyerah. Aku kalah. Tidak ada pesulap yang lebih hebat dari dirimu.”
Seru seseorang tak jauh dari tempat Ruby dan Pangeran berada.
“Pangeran….”
“Kamu tidak menjawab panggilan itu?” bisik Ruby.
”Aku tidak merasa sedang bermain petak umpet sekarang. Tapi aku sedang bernostalgia bersama seorang teman yang cukup lama tak aku jumpai.” balas Pangeran dengan nada datar dan tenang.
Sorot pandangannya terus terpaku ke arah langit.
“Pangeran.... keluarlah! Aku benar-benar telah lelah mencarimu. Apa aku harus menangis terlebih dahulu agar kamu mau keluar?”
Pangeran tetap tak bergeming mendengar panggilan itu. Ruby memandangi aneh orang di sampingnya yang terus terpagut dengan keindahan purnama. Padahal sebelumnya Pangeran selalu menghampiri orang yang memangginya tanpa harus mendengar orang-orang memohon padanya. Malam ini Pangeran berbeda.
“Pangeran, Tuan Muda, Yang Mulia, Raja, Guru, Bos, Orang tampan sedunia, Pria baik hati, ayolah keluar... apa kamu ingin menyiksaku? Seisi hotel telah aku periksa. Aku harap kamu ada di sini. Kalau tidak, aku benar-benar menjadi orang gila yang berteriak-teriak memanggil orang yang tidak ada.”
”Kamu tidak kasihan dengan orang yang mencarimu?” gerutunya.
“Dia kakakku.” ucap Pangeran lirih.
“Kalau begitu, mana boleh mengabaikan panggilan kakak sendiri.”
”Kamu bahkan mengabaikan panggilan puluhan orang yang mencarimu. Ini pertama kali bagiku.”
”Hey, Boy.... aku rela bertukar posisi menjadi adikmu asalkan kamu mau menjawab panggilanku.”
”Pangeran yang baik hati, apa kamu tega kakakmu ini dicap sebagai kakak yang tidak becus menjaga adiknya sendiri?”
”Pangeran... aku lebih baik mati daripada menghadapi masalah ini tanpamu. Biarlah semuanya hancur dan membuat ibu kecewa.”
”Pangeran....”
Akhirnya Pangeran luluh dan mau keluar dari persembunyiannya. Ruby tetap berada di tempatnya.
”Kakakku yang tampan sepertinya sudah terlalu banyak bicara hari ini.”
”Kalau tidak begitu, adik kesayanganku tak akan mau keluar. Kenapa hari ini kamu bandel sekali? Aku benci petak umpet denganmu.”
”Bukankah hari ini tidak ada agenda memainkan permainan ini? Kenapa kamu tetap mencariku?”
”Hey, kamu mau lari dari tanggung jawab seperti seorang pecundang? Acaranya akan segera dimulai. Ayo ikut aku.”
Sang kakak sudah bersiap menggenggam pergelangan tangan adiknya. Namun, Pangeran mematung tak mau mengikuti.
”Aku tidak mau.”
”Kenapa?”
”Kamu pasti tahu alasanku. Pakaianku sudah kotor. Acara itu tidak cocok untukku. Kamu yang lebih pantas berada di sana.”
”Tanpamu aku tidak mau. Di sana ada ibu dan ayah yang sangat kita sayangi. Kalau kamu ingin mengecewakan mereka, mari kita lakukan bersama.”
Mereka terdiam. Ruby mendengarkan percakapan kakak beradik itu dengan sangat jelas meskipun tak mengerti apa inti dari pembicaraan mereka. Sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki kakak beradik itu semakin menjauhi tempat Ruby berada. Akhirnya suasana kembali sunyi. Ruby sendiri. Menikmati ketenangan malam dengan purnama yang bersinar terang.
*****
"Papa akan mengurus kepindahanmu ke kampus yang baru."
Ruby tercengang dengan keputusan papanya. "Pa.... Katanya tidak mau ikut campur kan dengan pilihanku? Aku sudah suka belajar di kampusku yang baru.... " rajuk Ruby.
Selesai menghadiri acara pesta peresmian hotel, Ruby menelepon papanya untuk pulang lebih cepat. Sepulangnya dari pesta, mereka sempat makan malam bersama.
"Papa janji tidak akan ikut campur lagi sampai kamu lulus. Asalkan kamu kuliah di kampus yang papa rekomendasikan di kampus ini."
Badan Ruby rasanya seketika lemas. "Ya sudah, di kampus mana aku harus kuliah?"
"Universitas Pelita Bangsa."
Ruby membelalakkan mata, "Apa tidak ada kampus lain selain neraka itu?" ucapnya dengan nada meninggi.
Pak Wijaya mengerutkan dahi mendengar Ruby menyebutkan kata 'neraka'
Ruby menutup mulutnya sendiri, "Eh, maksudku tidak ada kampus selain Pelita Bangsa?" ucapnya sembari tersenyum lebar.
"Kalau tidak mau ya sudah kita pulang saja sekarang."
"Eh, Papa.... Aku kan sedang mengajak diskusi." Ruby memeluk lengan papanya sembari bergelayut manja untuk membujuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 288 Episodes
Comments
Bibirnya Kyung-soo🐧🍉
wkwkwkwkwk, neraka elit🤣
2023-11-07
0
Bibirnya Kyung-soo🐧🍉
ya ampun, drama queen🤭🤭
2023-11-07
0
Bibirnya Kyung-soo🐧🍉
Melvin lebih tua kan?? Reino adikkan??,,, jadi si Pangeran siapa?
2023-11-07
1