“Bi Minah…. !” Seru Ruby.
Wanita paruh baya yang sedang menyapu di halaman rumahnya yang terbilang sangat sederhana itu menghentikan aktivitasnya sejenak.
Ia tiba tiba merasa mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Namun, ia menganggap dirinya sedang bermimpi bisa mendengar suara yang dirindukannya.
“Bi Minah…. “
Sekali lagi terdengar suara yang sama. Ia yakin kali ini tidak sedang bermimpi. Bi Minah membalikkan badan. Dilihatnya seorang wanita muda yang cantik berdiri dengan kopernya di sana. Wanita muda yang masih tampak seperti anak kecil di matanya.
“Neng Ruby…. “ lirihnya.
Mata Bi Minah berkaca kaca. Sudah lama ia tidak bertemu dengan anak yang dulu pernah dia asuh sejak bayi hingga berusia 13 tahun.
Ruby berlari membawa kopernya. Ia memeluk dengan lembut tubuh wanita yang ikut berjasa dalam membesarkannya. Ruby ikut menitihkan air mata karena terharu.
Ketika Ruby dilahirkan, ibunya sakit sakitan, sering keluar masuk rumah sakit. Oleh karena itu, sejak bayi Ruby sudah diasuh Bi Minah. Seingat Ruby, selama mamanya hidup, mamanya selalu terlihat lemah. Kondisi kesehatannya selalu buruk hingga akhir hayatnya. Entah apa penyakit yang diderita mamanya, tapi penyakit itu tidak pernah bisa sembuh. Maka, ketika mamanya meninggal, Ruby tidak terlalu larut dalam kesedihan. Mamanya sudah tenang di alam sana, tidak menderita kesakitan lagi. Tuhan tahu yang terbaik untuk mamanya.
Ruby melayangkan pandangan ke setiap penjuru ruang tamu rumah mantan pengasuhnya. Menurutnya, kondisinya masih jauh dari kata layak. Sangat berbanding terbalik dengan rumah yang biasa ia tempati. Lantai rumah dengan tegel berwarna abu abu kusam, dinding rumah yang terbuat dari setengah pondasi dan setengah kayu, serta langit langit rumah tanpa plafon sehingga rangka rumahnya juga terlihat. Rumah itu berkuran kecil, sekitar 6 x 8 meter atau hanya seukuran kamarnya saja.
“Diminum dulu, Neng…. “ Bi Minah menghidangkan secangkir teh ke hadapan Ruby.
“Terima kasih, Bi.”
Bi Minah duduk di hadapan Ruby dengan senyuman yang terus merekah. Ia masih tidak menyangka anak yang 13 tahun diasuhnya kini sudah berubah menjadi gadis yang sangat cantik.
“Bi…. Rumahnya susah banget dicari. Aku sampai tiga hari mencari kesana kemari karena Bi Minah ternyata sering pindah pindah.” Keuh Ruby.
Bi Minah tampak menghela nafas, “Iya, Neng. Maafkan Bibi.”
Raut wajahnya berubah muram seperti ada yang sedang ia pikirkan.
“Bibi tinggal di sini sendiri?”
Bi Minah mengangguk.
“Em…. Suami Bibi dimana?”
Bi Minah menyunggingkan senyum, “Kami sudah lama berpisah. Setelah berhenti bekerja dari rumah Neng Ruby, Bibi diceraikan. Neng pasti tahu kan, alasannya apa?”
“Karena Bibi belum bisa hamil?”
Bi Minah mengangguk.
Saat diasuh oleh Bi Minah, Ruby pernah memergoki Bi Minah dan suaminya bertengkar karena belum juga memiliki anak setelah bertahun tahun menikah. Suaminya juga sering marah, memberi alasan katanya Bi Minah terlalu sibuk bekerja jadi tidak bisa punya anak. Padahal, Bi Minah juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena suaminya hanya pekerja serabutan yang penghasilannya tidak tentu. Belum lagi orangnya suka mabuk dan main kasar. Seharusnya Bi Minah sudah sejak dari dulu meninggalkan suami semacam itu.
“Lalu…. Kenapa Bi Minah tinggal di rumah seperti ini? Memangnya gaji dan pesangon yang diberikan Papa kurang, ya?” ada rasa bersalah melihat kehidupan orang yang pernah mengasuhnya itu terlihat meprihatinkan.
“Tidak, Neng…. Tidak. Pesangon yang Bapak berikan sangat lebih dari cukup. Bapak bahkan pernah membelikan rumah.”
“Tapi semuanya diambil oleh orang itu dan kabur dengan wanita seingkuhannya.”
“Makanya Bibi sekarang sudah tidak punya apa apa lagi. Rumah ini saja hanya rumah kontrakan, Neng.”
“Maaf ya, Bi. Aku jadi membuka luka lama.”
“Tidak apa apa, Neng. Bibi juga sudah melupakan semuanya. Hidup kan harus terus berjalan ke depan, bukan ke belakang.”
“Ngomong ngomong, Neng Ruby ada perlu apa mencari bibi?”
Launan singkat Ruby berakhir. “Ah, iya, Bi. Ruby mau minta tolong, boleh?”
“Apa yang bisa Bibi bantu?”
Ruby meraih kedua tangan Bi Minah, “Bi…. Boleh tidak aku tinggal dengan Bibi di sini?”
Bi Minah tampak membelalakkan mata. Anak yang biasa tinggal di rumah mewahnya dengan segala fasilitas tiba tiba datang mencarinya dan meminta ijin untuk tinggal bersamanya di rumah kontrakan kecil daerah kumuh.
“Neng, ada apa? Kenapa tiba tiba mau tinggal bersama bibi di tempat yang…. Aduh…. Bibi jadi ngeri sendiri membayangkan Neng tinggal di sini.”
“Aku kabur dari rumah, Bi.”
“Apa!?” Bi Minah kaget. “Bapak kasar ya, sama Neng Ruby?”
Ruby menggeleng, “Aku mau mencoba hidup mandiri, Bi. Bosan tinggal di rumah tidak ada tantangannya. Ruby mau juga merasakan rasanya hidup sebagai orang biasa.”
“Hahaha…. Keinginanmu aneh sekali, Neng. Hidup jadi orang biasa itu tidak enak, seharusnya Neng bersyukur bisa menikmati kehidupan yang nyaman dan berkecukupan. Tidak semua orang bisa menikmatinya.”
“Iya, Bi. Ruby juga tahu. Tapi, Ruby memang ingin melihat dan merasakan hal hal baru.”
“Apa Bapak sudah tahu dengan niat Neng Ruby?”
“Kalau Papa aku beri tahu, namanya bukan kabur, Bi.”
“Nanti Bapak pasti marah kalau tahu.”
“Ya jangan sampai Papa tahu…. Ini rahasia saja di antara kita berdua.”
“Neng…. Tolong dipikirkan lagi. Hidup sebagai orang biasa tidak seenak kehidupan yang sekarang Neng rasakan.”
“Tenang, Bi. Kalau aku tidak kuat, aku tinggal kembali ke rumah.” Ruby mencoba meyakinkan Bi Minah.
“Bibi juga tidak bisa memberikan fasilitas yang nyaman. Neng bisa lihat sendiri seperti apa rumah Bibi sekarang.”
“Tidak masalah, Bi. Aku yang akan mengikuti gaya hidup Bibi, bukan Bibi yang harus mengikuti gaya hidupku.”
Ruby memeluk Bi Minah dengan manjanya, “Bi…. Mau tidak Bibi menganggapku seperti anak sendiri?”
Bi Minah tertawa kecil, “Sejak dulu juga Bibi sudah menganggap seperti anak sendiri, Neng.”
“Kalau begitu, boleh ya, kalau Ruby panggil ‘ibu’…. “
Dalam hati Bi Minah seketika seperti bermekaran bunga bunga. Senang rasanya ada anak yang memanggilnya ibu. Meskipun tidak bisa meiliki anak, namun ia sudah menganggap Ruby seperti anak sendiri. Kasih sayang yang ia berikan dulu bukan semata mata karena tuntutan pekerjaan, melainkan ketulusan dari hatinya.
“Boleh…. Bi Minah senang sekali.” Bi Minah meneteskan air mata.
“Lah, katanya senang kok malah nangis…. “ Ruby mengusap air mata yang mengalir di pipi wanita yang hapir berusia 50 tahunan itu.
“Orang terlalu bahagia juga bisa nangis, Neng…. “
“Sudah ya, jangan nangis lagi. Mulai sekarang, Ruby mungkin akan merepotkan ibu. Mohon kesabarannya.”
“Kau ini ada ada saja.” Bi Minah mencubit lembut pipi Ruby.
Sekali lagi Bi Minah memandang bangga anak yang kini sudah tumbuh bahkan lebih tinggi darinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 288 Episodes
Comments
Bulan Biru
wkwk
2023-11-08
0
Bibirnya Kyung-soo🐧🍉
pikiran anak orang kaya emang susua ditebak yah🤭... bosan kaya katanya🤣
2023-11-07
2
Carlina Carlina
mampiirr thoorrr👍👍👍🙏🙏
2023-10-29
0