Ricky memandangi istrinya yang nampak bersemangat menceritakan rencananya yang akan menjodohkan Ramadhan dengan Azkia. Rasanya tak sampai hati dia menentang keinginan wanita yang dicintainya itu.
" Papa nggak setuju ya sama rencana Mama? Kok dari tadi diam saja nggak kasih respon?" Anindita yang melihat suaminya hanya diam tanpa komentar langsung menduga jika Ricky keberatan dengan rencananya.
Ricky langsung bangkit dan terduduk dengan punggung bersandar pada headboard tempat tidurnya membuat Anindita pun ikut melakukan hal yang sama dengan suaminya itu.
" Bukan begitu masalahnya, Ma."
" Kenapa, Pa?" Anindita merasa jika suaminya sedang memikirkan sesuatu.
" Tadi aku baru saja bertemu dengan Tuan Gavin."
" Suaminya Rara?"
Ricky menyahuti dengan anggukan kepalanya.
" Lalu? Apa hubungannya dengan rencana aku yang ingin menjodohkan Rama dengan Azkia?" tanya Anindita penasaran karena dia merasa tidak ada sangkut-pautnya antara pertemuan suaminya dan Gavin dengan rencana perjodohan yang sedang dia atur.
" Masalahnya Tuan Gavin juga ingin menjodohkan putrinya dengan Rama, Ma."
Anindita terkesiap mendengar ucapan Ricky yang mengatakan jika suaminya pun sudah memiliki kesepakatan menjodohkan putranya dengan putri dari Gavin.
" Ya ampun, jadi bagaimana ini? Papa sudah menyetujuinya?" tanya Anindita dengan nada cemas.
" Iya, makanya Papa mau bicarakan ini sama Mama."
" Aduh, aku nggak enak sama Natasha dong, Pa. Dia pasti sudah cerita sama suaminya masalah ini. Mana mereka berdua saudaraan pula ..." Anindita merasa serba salah
" Lagian kenapa Mama nggak bilang dulu sama Papa tentang rencana menjodohkan Rama dengan Azkia?"
" Mama pikir Papa pasti akan setuju jadi ya sudah Mama bilang saja dulu sama Natasha." Anindita mendesah, karena dia merasa jika telah terlalu terburu-buru mengambil suatu keputusan.
" Jadi bagaimana ini, Pa?"
" Kita tidak enak jika harus menolak permintaan Tuan Gavin, Ma."
" Aduh, aku benar-benar tidak punya muka kalau harus berhadapan dengan Natasha, Pa."
Ricky tersenyum menanggapi istrinya yang nampak senewen. Dia lalu menangkup wajah Anindita.
" Mana sini Papa lihat, wajahnya cantik seperti ini dibilang nggak punya muka." Ricky kemudian membenamkan kecupan di bibir Anindita.
" Jangan cari-cari kesempatan deh, Pa." Anindita memberengut, di saat dia merasa gundah suaminya itu sempat-sempatnya mencuri kesempatan menciumnya.
" Biar Mama nggak jadi stres mikirnya." Ricky terkekeh. " Ya sudah, kita istirahat saja dulu, besok kamu bisa hubungi Natasha kalau rencana pertunangan itu cancel."
" Mama mesti kasih alasan apa, Pa?"
" Nanti kita obrolkan dengan mereka, kita atur saja jadwalnya, nanti Papa yang bicara dengan Natasha dan suaminya tentang kesalahpahaman ini," tutur Ricky mencoba menenangkan.
Anindita lalu merengkuh tubuh suami keduanya itu.
" Makasih ya, Pa. Mama beruntung punya suami seperti Papa." Anindita tak ragu memuji suaminya itu.
" Nggak menyesal 'kan sekarang menikah sama Papa?" Ricky menyindir istrinya yang dulu sempat menolak keberadaannya.
" Sudah, ah ... kita tidur saja." Anindita lalu merebahkan tubuhnya kembali ke atas tempat tidur dan diikuti oleh Ricky.
***
" Baby ..." Gavin mengusap wajah putrinya yang nampak masih terlelap dalam tidurnya.
" Dad ..." Rayya berusaha mengerjapkan matanya saat terasa sentuhan lembut di pipinya diikuti dengan suara panggilan kesayangan Gavin kepadanya.
" Baby belum bangun? Ini sudah setengah lima, Baby sudah sholat Shubuh belum?" tanya Gavin saat terlihat Rayya sudah membuka matanya.
" Setengah lima? Rayya belum Shubuh, Dad." Rayya langsung menyibak selimutnya lalu berlari menuju arah bathroom.
" Baby, hati-hati! Jangan lari-lari nanti terjatuh!" Gavin mencoba menegur putrinya agar tidak ceroboh.
" Iya, Dad." Dari dalam bathroom Rayya menyahuti teguran Gavin.
Selepas Rayya berlari ke arah kamar mandi, Gavin memilih duduk di sofa seraya memperhatikan sudut demi sudut ruang kamar putrinya itu. Dia menarik nafas perlahan. Rasanya baru kemarin dia mengalami couvade syndrome saat istrinya itu hamil Rayya. Rasanya baru kemarin dia belajar mengendong Baby Rayya saat memindahkan bayi mungil itu ke box bayi berlapis emas. Dan kini putrinya itu sudah berusia tujuh belas tahun. Baginya waktu berjalan begitu cepat. Mungkin beberapa tahun ke depan dia akan melepas putrinya itu kepada laki-laki yang akan menjadi pendamping hidup Rayya.
Membayangkan jika Rayya harus berpisah dengannya menimbulkan ketakutan tersendiri dalam hati Gavin. Untuk itu dia harus mempersiapkan jodoh yang terbaik untuk Rayya. Saat Gavin mengetahui jika putrinya sangat menyukai Rayya, Gavin memutuskan untuk menjodohkan Rayya dengan putra dari kerabatnya.
Bukan tanpa pertimbangan Gavin memutuskan untuk menjodohkan Rayya dengan Ramadhan. Selain karena putrinya memang menyukai pria itu, dia juga menilai jika Ramadhan adalah sosok pemuda yang mempunyai kepribadian baik dan sosok yang sangat mumpuni akan menjadi eksekutif muda yang akan sukses membawa Angkasa Raya Group lebih maju. Atau jika Ramadhan berminat, dia ingin Ramadhan yang akan menghandle bisnis perhotelan yang selama ini dikelolanya menunggu adik-adik Rayya dewasa.
" Dad? Dad melamun?"
Gavin mengerjapkan saat Rayya kini sudah duduk di sampingnya.
" Katanya kamu mau sholat Shubuh, Baby."
Rayya terkekeh mendengar ucapan Gavin.
" Dad dari tadi melamun, ya? Rayya baru saja selesai sholat Shubuh," sahut Rayya.
" Benarkah? Ah, mungkin Dad tadi mengantuk sehingga Dad tidak melihat kamu sholat." Kali ini Gavin lah yang terkekeh.
" Melamun apa sih, Dad?" tanya Rayya penasaran.
" Dad sedang melamun tentang kamu, Baby."
" Dad melamun soal Rayya? Memang nya Dad melamunkan Rayya kenapa, Dad?"
" Baby ..." Gavin mengusap kepala Rayya dengan penuh kasih sayang.
" Ya, Dad?"
" Apa Baby sekarang ini mempunyai rasa suka terhadap teman laki-laki Baby?"
Rayya terkesiap mendengar Daddy nya bertanya tentang ketertarikan kepada lawan jenisnya.
" Hmmm, memangnya kenapa, Dad?" tanya Rayya kemudian.
" Jawab saja pertanyaan Dad. Apakah sekarang ini kamu sedang menyukai seseorang?" Gavin ingin mengetahui apakah putrinya itu berani mengatakan isi hatinya yang sebenarnya.
" No, Dad." Rayya menampik pertanyaan Daddy nya dengan berkilah mengatakan jika dia tidak sedang menyukai seseorang kemudian memberikan alasan, " Bukankah Dad sendiri bilang Rayya mesti fokus dengan sekolah dulu?"
Gavin tersenyum menanggapi jawaban anaknya yang menyembunyikan tentang perasaannya itu
" Baby, kamu yakin tidak menyukai seseorang pria saat ini?" Gavin kembali memberikan pertanyaan. Sekali lagi dia ingin melihat putrinya akan jujur atau terus mendustai hatinya.
" Nggak ada orang yang sedang Rayya sukai kok, Dad." tepis Rayya mencoba meyakinkan.
" Oke kalau memang tidak ada. Berarti kalau Dad punya rencana untuk Baby, apa Baby akan menerimanya?"
" Rencana apa, Dad?"
" Dad ingin menjodohkan Baby dengan pria pilihan Daddy."
Seketika hati Rayya serasa mencelos mendengar Gavin akan menjodohkannya dengan pria pilihan Daddy nya itu.
" Menjodohkan Rayya?" Suara Rayya terasa tercekat di tenggorokan.
" Iya, Baby nggak keberatan jika Dad ingin menjodohkan kamu dengan pria pilihan Daddy, kan?"
Rayya menarik nafas yang seketika terasa sesak untuk dihirupnya. Bagaimana mungkin Daddy nya yang selama ini melarangnya berhubungan dengan pria, tiba-tiba berencana ingin menjodohkan dia dengan pilihan Daddynya.
Bersambung ...
*
*
*
Hai Readers yang menanti cerita tentang Azkia, langsung masukin ke favorit ya, dukung selalu novel²ku, makasih 🙏
Happy Reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Neulis Saja
kurang suka sama Rama karena tdk bisa menjaga attitude seorang yg bukan muhrim main nyosor ke Kayla kalau ada lagi laki yg bisa menjaga aturan agamanya dgn utk rayya please jgn Rama 🙏
2023-09-22
1
Lukman Siregar
Gavin si Rama itu ngga cocok sama Rayya si Rama itu suka terlalu memaksakan kehendaknya... si Kayla dah benar" berhati baik me nolak cintanya dengan sangat hati" ehhhh malah si Rama malah nyium si Kayla se akan² memaksakan kehendaknya....
2022-01-26
1
t_noey
siyappppp Mak thor
2022-01-26
0