Rayya segera kembali bercermin sebelum membuka pintu karena ada orang yang mengetuk pintu kamarnya yang dibarengi dengan suara bel, karena dia tidak ingin terlihat seperti habis menangis. Setelah dia memastikan tidak terlalu sembab dia pun lalu segera membuka pintu.
" Selamat malam, Nona Rayya. Maaf mengganggu. Ini ada titipan kado dari teman Nona." Seorang pegawai wanita hotel milik Dad David menyodorkan sebuah paper bag kepada Rayya.
" Teman saya, Mbak?" Rayya mengeryitkan keningnya karena semua kado sepertinya sudah dia terima.
" Tadi sih bilang ke security namanya Raffa. Dia tidak bisa masuk ke dalam karena tidak menunjukkan kartu undangan, Nona." Pegawai itu menjelaskan.
" Kak Raffa?" Rayya kemudian menerima paper bag yang disodorkan kepadanya itu. Dia memang tidak mengundang Raffasya di acara birthday party nya karena pasti akan dilarang keras oleh Daddy nya.
" Terima kasih ya, Mbak." ucap Rayya.
" Sama-sama, Nona. Saya permisi ..." Pegawai hotel pun kemudian meninggalkan Rayya.
Rayya kemudian menaruh paper bag itu di atas sofa lalu dia beranjak ke peraduan karena ingin segera mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
Keesokan paginya setelah keluarga besar Gavin dan Azzahra selesai sarapan bersama, sebagian keluarga sudah kembali ke tempat masing-masing. Abi dan Umi Rara kembali ke Bogor, begitu juga dengan Dad David dan Tante Linda pun sudah pulang ke rumahnya.
Azzahra sendiri sudah pulang bersama Rashya juga Raihan. Sedangkan Gavin ada di ruangan kantornya di hotel itu karena ada beberapa tugas yang tertunda kemarin yang harus segera diselesaikan. Rayya sendiri masih berada di hotel itu karena selain dia menunggu pekerjaan Daddy nya selesai, dia juga masih ingin berbincang dengan William yang akan kembali ke Singapura siang ini.
" Kak Willy kok buru-buru sih pulangnya? Padahal Rayya masih ingin mengobrol sama Kakak," sesal Rayya karena dia harus berpisah kembali dengan kakak laki-lakinya itu.
" Kakak mesti kuliah dan kerja juga," sahut Willy seraya mengemas pakaian ke dalam kopernya.
" Kenapa Kak Willy kuliah sambil bekerja? Kalau Kak Willy butuh uang, kenapa Kak Willy nggak minta sama Daddy saja? Jadi Kakak bisa fokus ke kuliah." Rayya merasa heran, karena William selain kuliah dia juga bekerja sebagai News Anchor di sebuah stasiun televisi swasta di Singapura.
" Sebagai laki-laki, Kakak harus belajar hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang tua. Meskipun Dad Gavin dan Grandpa punya banyak uang tapi Kakak tidak ingin memanfaatkan itu untuk menopang kehidupan Kakak ke depannya," tekad Willy.
Rayya tersenyum bangga melihat semangat William.
" Kak, kalau Rayya lulus sekolah nanti, Rayya juga ingin kuliah di kampus Kakak, deh."
William menoleh ke arah Rayya yang duduk di tepi tempat tidur memperhatikan dirinya mengemas pakaian.
" Memang Daddy kasih ijin, Baby?" ledek William seraya mengacak rambut Rayya. William tahu jika Gavin sangat posesif terhadap Rayya. Karena Rayya satu-satunya anak perempuan di antara empat anak Gavin termasuk dirinya.
" Kak Willy jangan ikut-ikutan Daddy panggil Baby gitu, deh! Rayya tuh malu kalau dipanggil Baby terus sama Daddy, apalagi kalau di depan teman-teman Rayya," protes Rayya sembari mencebikkan bibirnya.
" Itu 'kan panggilan kesayangan Daddy untuk Rayya." William tersenyum meledek.
" Tapi nanti kalau Rayya kuliah di sana, Rayya ikut tinggal sama Kak Willy, ya?" Rayya kembali ke topik pembicaraan tentang keinginannya melanjutkan kuliah di Singapura.
" Urusan tinggal sama Kakak itu hal mudah, masalahnya Daddy akan kasih ijin atau tidak? Bukan Dad Gavin saja, Auntie Rara juga belum tentu setuju jauh dari kamu, Rayya." William berpendapat.
" Tapi Rayya juga ingin belajar mandiri, Kak. Seperti Kak Willy." Rayya merasa termotivasi dengan prinsip yang dijalani kakaknya itu.
" Kakak sama kamu itu beda Rayya." William menepuk pundak Rayya. " Kakak itu laki-laki, punya tanggung jawab terhadap adik-adik kakak terutama dari Dad Peter. Kakak juga nanti akan punya tanggung jawab kepada keluarga Kakak jika kelak Kakak menikah. Berbeda dengan kamu yang perempuan. Kamu cukup menunggu setoran dari suami kamu kalau sudah menikah." William terkekeh.
" Apaan sih, Kak. Masih kecil juga udah ngomongin nikah. SMA juga belum tamat." Rayya kembali mencebik.
" Oh ya, kamu sudah punya pacar belum?" tanya William kemudian.
" Rayya mau fokus sekolah dulu, Kak. Lagipula Daddy pasti nggak kasih ijin Rayya pacaran dulu, Kak." Rayya menjelaskan.
" Tapi ada 'kan laki-laki yang Rayya suka?"
" Nggak ada." Rayya berjalan ke arah balkon. Rayya tidak ingin William mengorek lebih detail tentang soal asmaranya. " Oh ya, Kakak pulang jadwal penerbangan jam berapa?" tanya Rayya.
" Jam sebelas lima belas menit."
" Yaaahh ... bentar lagi, dong."
" Iya, makanya Kakak mau pamit sama Daddy dulu."
" Ya sudah, ayo aku antar, Kak." Rayya kembali masuk ke dalam lalu mengajak William ke ruangan kerja Gavin di hotel itu.
***
Azkia membantu Rayya unboxing kado-kado dari tamu-tamu undangan yang hadir di acara pesta ulang tahun Rayya semalam.
Azkia menautkan alisnya saat membuka kartu ucapan yang ada di salah satu paper bag.
" Memangnya si tengil kamu undang, Ray?" tanya Azkia kemudian.
" Si tengil itu siapa, Kia?" Rayya tidak memahami maksud dari ucapan Kia.
" Siapa lagi kalau bukan pengagummu, Ray?" Azkia tergelak seraya menyodorkan kartu ucapan yang tadi dia baca kepada Rayya.
" Oh, Kak Raffa ... semalam pengawai hotel Daddy ada yang antar ini ke Rayya, bilangnya sih dari Kak Raffa yang nggak diijinkan masuk karena nggak bawa undangan."
" Wuih ... kasih cincin dia. Mau langsung melamar?" Azkia kembali tertawa meledek. " Tapi bagus cincinnya." Azkia kemudian memasangkan cincin itu ke jari tangannya sendiri.
" Eh, aduh ... kok susah dilepasnya, sih?" Azkia kesulitan saat ingin mengeluarkan cincin itu dari jari manisnya.
" Sini Rayya bantu." Rayya kemudian mencoba membantu Azkia melepaskan cincin itu dari jari Azkia.
" Aawww sakit, Ray!" rintih Azkia saat Rayya mencoba melepaskan cincin itu.
" Sakit, ya? Ya sudah kalau begitu cincinnya buat Kia saja, deh. Anggap saja itu bonus karena bawain kado-kado ke rumah tadi malam," ucap Rayya terkikik.
" Idiiihh, ogah banget pakai barang dari Kak Raffa." Azkia memutar bola matanya.
Ucapan Azkia sontak membuat Rayya terkekeh.
" Ogah tapi kenapa tadi ini dipakai? Susah lagi dilepasnya," sindir Rayya merasa senang. Karena jarang sekali dia menemukan momen seperti ini, bisa membully sepupunya itu.
" Itu tadi iseng saja. Soalnya kelihatannya bagus, kalau dipakai gimana? Eh, malah nggak bisa dilepas." Azkia memaksa melepas cincin itu.
" Jangan dipaksa begitu, Kia. Nanti sakit lho jarinya. Sudah dipakai Kia saja. Bagus kok cincinnya dipakai sama Kia."
" Nggak deh, makasih. Nanti Kak Raffa sedih lho, cincin yang dia pilih buat Baby dikasih ke Kia." Azkia kemudian berhasil mengeluarkan cincin dari jarinya dengan sudah payah.
" Nih, pakai kamu saja, Ray. biar Kak Raffa senang." Azkia terkekeh kemudian bangkit kemudian berjalan ke arah pintu kamar Rayya.
" Kia mau pulang?" tanya Rayya melihat Azkia hendak keluar dari kamarnya.
" Nggak, mau ke dapur. Mau minta cemilan sama Auntie Rara," ujar Azkia melenggang keluar kamar Rayya.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
👸 Naf 👸
Ga bs dilepas krn cincinya mau menetap dijari Kia 😅😁😁
2023-11-16
0
Neulis Saja
wah great gift 👍
2023-09-22
0
Sinta Darmawati
jgn bilang gitu azkia,kdang ogah itu berubah menjadi cinta beneran sama kak raffasya.
2022-03-09
2