Sembilan Belas

"Mau main capit boneka?" tawar Kim saat mereka akan melewati toko, yang menyediakan permainan capit boneka.

Cahaya mengikuti arah pandang Kim, lalu merengut kesal. "Sering main, tapi tidak pernah dapat. Sayang uangnya." namun tak urung kakinya berhenti tepat di depan kotak, yang berisi berbagai boneka ukuran kecil hingga sedang, dengan banyak macam rupa.

Kim terkekeh mendengar penjelasan Cahaya. Melepaskan genggaman tangannya yang sedari tadi saling bertautan, Kim merogoh saku celana kain yang dipakainya, mencari mungkin ada uang koin yang terselip di sana.

"Ada dua koin. Pakai dulu. Saya mau tukar uang lagi buat main." mengulurkan koin yang didapatnya pada Cahaya, Kim bermaksud masuk ke dalam toko tersebut.

"Oppa!" Kim memutar setengah badannya menghadap Cahaya.

"Ya?"

"Kalau tidak dapat gimana?" Kim tersenyum, mengacak rambut Cahaya dengan gemas.

"Kita beli boneka di toko. Hehehe... Ini cuma iseng saja, Aya. Tunggu sebentar." Kim melanjutkan niatnya untuk menukar uang, masuk ke dalam toko.

Ragu, Cahaya memasukkan koin yang diberikan Kim pada kotak yang belum pernah berbaik hati memberinya satu boneka pun itu.

Setelah koin masuk, Cahaya mulai menggerakkan stik dan memilih boneka yang ingin dia dapatkan.

Hap! Kena!

Cahaya mulai tegang. Apalagi saat capit 'Penguasa' itu mulai naik, setelah berhasil menjepit satu boneka burung kakak tua dengan warna yang mencolok.

Klek! Boneka burung itu bergoyang karena hentakan. Perlahan bergerak mendekati tempat pengambilan boneka yang berhasil diangkat.

Cahaya mulai diliputi eforia kegembiraan, bertepuk tangan saat boneka itu semakin dekat dengan tempat pengambilan boneka. Memekik pelan sebagai ungkapan rasa senang.

Pluk!

Yaaahhh!

Boneka burung itu terjatuh tepat sedikit lagi mencapai finish. Cahaya mendesah lelah. Semangatnya langsung hilang.

Gagal lagi. Ini pasti sama pemilik tokonya dikerjain. Masa setiap main ngga pernah dapat?

Di tengah kekecewaan, sepasang lengan melingkarinya dari belakang, menekannya hingga tangan Cahaya bertumpu pada tepi mesin, menoleh cepat ke samping, Cahaya mendapati wajah Kim begitu dekat dengannya. Bahkan hembusan napas Kim, menerpa hangat pipinya yang dingin karena terpaan salju. Kim bersikap abai. Matanya terfokus melihat pada kotak berisi boneka yang ada di depannya. Tangan Kim memasukkan lagi koin, kemudian menangkup tangan Cahaya membimbingnya menggerakkan stik. Cahaya terpaku menatap wajah Kim yang kini begitu dekat. Ada risih yang dia rasakan, namun rasa bahagia lebih mendominasi.

"Mau yang mana bonekanya?" Cahaya mengerjap. Lalu memalingkan wajah dan melihat kembali ke bawah pada kotak yang berisi boneka itu.

"Yang warna kuning mau?" tanpa menunggu persetujuan Cahaya, Kim menekan tombol hingga capit pun meluncur ke bawah, mencoba menaikkan boneka yang Kim maksud.

Kena! Mulai naik. Cahaya menahan napas menunggu boneka itu naik.

Pluk! Cahaya mendengus melihat kegagalan mereka.

"Tha-si heba!"(Coba lagi.) ujar Kim mengabaikan kekecewaan Cahaya, yang kini seakan lupa dengan posisi mereka. Malah dengan riang Cahaya menunjuk boneka pilihannya.

Sejoli itu seakan lupa, kalau di antara mereka ada seorang yang akan terluka atas perayaan cinta yang telah terungkap, dan ada satu hati lagi yang akan kecewa karena sahabat ternyata memiliki rasa yang sama pada orang yang dia cinta. Raja dan Alya.

Keberuntungan belum berpihak pada mereka, sisa dua koin lagi dari hasil Kim menukar tadi. Dan tanpa Kim sadari Cahaya mulai didera kedinginan yang memang kelemahan. Namun kebersamaan dengan Kim membuatnya lupa akan ketahanan fisiknya.

"Mau tukar uang lagi?" tawar Kim. Belum rela hatinya mengakhiri waktu bersama.

"Tidak, sudah cukup. Habiskan saja sisa koin ini."

"Yakin?" Cahaya mengangguk.

Kembali Kim menggerakkan tangannya yang menangkup tangan Cahaya. Cahaya menunjuk pada boneka burung yang tadi dicoba olehnya.

Dapat!

Keduanya menahan napas. Saat capit terus bergerak perlahan, dengan boneka berbentuk burung kakak tua yang terus bergoyang mendekati kotak pengambilan hadiah. Dan...

"Yeaaayyy! Berhasil!" Cahaya memekik girang saat boneka tersebut berhasil mendarat dengan manis. Tanpa disadari, Cahaya berbalik menghadap Kim dan langsung memeluknya.

Kim tertegun mendapat pelukan tak terduga. Perlahan tangannya yang terkulai di kedua sisi badannya membalas pelukan Cahaya. Mengerat pasti, dibarengi usapan lembut pada punggung gadis pujaannya.

Sedetik kemudian, kesadaran Cahaya kembali. Menyadari kini dirinya dalam dekapan Kim, Cahaya mendorong pelan dada Kim menjauh. Semburat merah menjalari wajahnya sampai leher. Malu. Saat menyadari dia lah yang memeluk Kim duluan.

Setelah pelukan terurai. Tanpa kata Cahaya meninggalkan Kim menuju apartemennya, melupakan boneka yang berhasil didapat.

Kim tersenyum simpul, membiarkan Cahaya yang meninggalkannya. Mengambil boneka yang telah berjasa padanya. Lalu bergegas menyusul Cahaya yang kini sudah jauh di depannya.

"Ya, Agashi! Kidari juseo!" (Hei, kamu! Tunggu aku.) Cahaya menoleh. Namun bukannya berhenti, dia malah berlari sambil tertawa.

Kim yang semakin gemas dengan tingkah Cahaya langsung mengejar, dengan langkahnya yang lebar.

Dan, Hap! Cahaya berhasil di tangkap. Tawa keduanya berderai mengisi jalan setapak yang sepi, pada malam yang mulai merangkak makin pekat.

"Ini bonekanya." Kim menyerahkan boneka yang dipegangnya.

"Kumowo, Oppa!" (terima kasih).

"Iya. Ayo pulang sudah jam sepuluh malam."

Kembali mereka berjalan dengan tangan saling bertaut, sesekali saling melempar senyum saat mata bertemu. Apalagi yang lebih indah dari ini? Bersama seseorang yang kita cinta dan mencintai kita. Tanpa sadar kalau yang mereka lakukan, akan menorehkan luka untuk yang lain.

Rasa dingin yang tadi tidak terasa, kini mulai mendera. Selepas Kim mengantarnya pulang, Cahaya merasakan kepalanya pusing. Hidungnya mulai berair, bersin-bersin. Bahkan Alya yang pulang setengah sebelas malam, tidak bertemu dengannya yang langsung tidur karena merasakan kepalanya yang berdenyut hebat.

Cahaya mengerang, merasakan sakit yang begitu mendera kepalanya. Perlahan kelopak matanya terbuka. Desisan terdengar dari bibirnya.

Sakit sekali. Jam berapa ini?

Tangannya mencari ponsel yang biasa dia simpan di sebelah bantal. Tapi tak ditemukan. Dia lupa, kalau ponselnya ada dalam tasnya yang tergantung paku di dinding dekat pintu.

Ah, sakit sekali!

Cahaya merintih merasa sakit yang semakin menghantam kepalanya. Badannya terasa ngilu, panas. Dia menyesali kebodohannya yang mengabaikan kondisinya semalam saat bersama Kim.

Sungguh cinta yang bodoh!

Dan pada saat ini, kenapa justru bayangan Raja yang melintas di pikirannya. Bagaimana lelaki itu menemaninya saat merasa ketakutan dua malam yang lalu. Dan kini dia sendiri dengan badan yang terasa sakit semua. Sungguh tak adil buat Raja yang diinginkan saat dirinya butuh tempat bersandar.

Mata Cahaya memanas, menyesal telah mengkhianati Raja. Ya, apa pun alasannya, apa yang dilakukannya dengan Kim adalah suatu bentuk pengkhianatan. Dia pacar Raja, tapi membiarkan rasa nyaman saat bersama Kim. Bahkan mereka sempat berpelukan. Jahat.

"Maafkan aku, A!" monolognya. Airmata meluruh tanda penyesalan yang di rasa.

"Jam berapa ini? Kenapa pagi lama sekali?" mencoba bangun dari tidurnya, Cahaya duduk dengan bersandar pada dinding.

"Al! Tolong!" Cahaya menepuk dinding yang disandarinya, berharap Alya yang ada di balik dinding itu mendengar.

"Al! Bangun, tolong aku!" suara lirih Cahaya disertai tepukan pada dinding kamar, berhasil mengusik lelap tidur Alya. Mungkin Allah menginginkan Alya segera tahu, apa yang terjadi padanya sahabatnya.

Alya mengerjapkan mata, desakan dari kantung kemih memaksanya membuka mata. Mengusap mata untuk mengurangi kantuk yang masih menggelayut, Alya meraih ponsel untuk melihat penunjuk waktu. Ternyata hampir pagi, kurang setengah jam dari waktu alarm yang biasanya mengusik tidur.

Setelah mengikat asal rambutnya, Alya tergesa membuka pintu kamar untuk menuntaskan hajatnya ke kamar mandi.

Cahaya yang mendengar suara pintu kamar Alya terbuka, menghembuskan napas lega. Setidaknya ada yang akan tahu kalau dia tidak baik-baik saja. Mengumpulkan tenaga untuk memanggil Alya, dengan suaranya yang mendadak parau.

"Al! ALYA!!" terdengar suara pintu lainnya yang terbuka dan tertutup lagi, Cahaya menebak kalau Alya kini tengah berada di kamar mandi.

Menggeser tubuhnya perlahan mendekati pintu, Cahaya mencoba menarik pegangan pintu dan menekannya. Bertepatan dengan Alya yang keluar dari kamar mandi.

Menoleh ke arah kamar Cahaya yang pintunya terbuka sedikit, Alya melihat kamar Cahaya yang masih gelap karena lampu yang selalu dimatikan pemiliknya bila tidur, berbeda dengan Alya yang justru tidak bisa tidur kalau dalam keadaan gelap.

"Al!" terdengar suara Cahaya memanggilnya namun sangat Lirih.

Alya menderap langkah mendekati kamar Cahaya, perasaan mulai tak enak.

"Ya? Kamu baik-baik aja?" pelan didorongnya pintu kamar Cahaya. Dalam temaram kamar yang mendapat penerangan dari lampu ruang TV, Alya melihat Cahaya bersandar pada dinding. Menekan stop kontak hingga kamar Cahaya terang, Alya kaget dengan kondisi Cahaya yang terlihat lemah.

"Kamu kenapa, Ya? Uh, badan kamu panas banget! Ayo, aku bantu kamu baring lagi. Ya, Allah, kenapa bisa sakit sih, Ya?" Alya semakin kaget saat meraih badan Cahaya yang panas, mengangkat dengan kekuatan yang dimilikinya, hingga membantu Cahaya kembali berbaring di kasur lantainya.

"Duh, sejak kapan sakitnya? Pantas saja waktu aku pulang semalam kamu udah tidur. Sebentar aku ambil air hangat buat ngompres. Sshh, panas banget!" racau Alya sambil menyelimuti tubuh Cahaya. Menempelkan punggung tangannya pada kening Cahaya lalu beranjak keluar kamar.

Cahaya memejamkan mata, kepalanya semakin berat. Bahkan badannya menggigil.

Alya kembali masuk dengan membawa baskom kecil berisi air hangat.

"Aku ngga punya sapu tangan atau handuk kecil. Kamu ada?" tanya Alya sambil meletakan baskom yang dibawanya dekat kaki Cahaya.

Menganggukan kepala, Cahaya menunjuk pada lemari laci plastik. Mengerti maksud yang disampaikan Cahaya Alya bergegas mencari benda yang dia maksud.

"Loh, ini kan buku kamu yang waktu itu hilang kan? Ketemu di mana?" tanya Alya saat melihat buku di atas lemari. Lalu membuka laci paling atas dan mengambil sapu tangan kain yang ada di sana. "Sejak kapan kamu pakai sapu tangan ini? Sayang kalau dipake ngompres ini, sapu tangannya lembut banget."

Alya kembali mendekat pada Cahaya, lalu menyelupkan sapu tangan pada air dalam baskom, memerasnya, kemudian menempelkan pada kening Cahaya.

"Ini sapu tangan punya Raja." lirih Cahaya menjawab pertanyaan Alya. Matanya masih saja terpejam. Alya mengangguk. Tangannya membalikan sapu tangan yang menempel pada kening Cahaya.

"Kenapa bisa sakit sih, Ya?" tanya Alya yang tidak bisa menutupi rasa khawatirnya.

"Semalam kelamaan di luar pas hujan salju." jawab Cahaya pelan, namun dapat didengar jelas oleh Alya.

"Emang kamu ngapain aja keluar? Udah tahu ngga kuat dingin, sok-sok an main hujan salju, malam-malam lagi, aneh!" sembur Alya, yang kembali mencelupkan sapu tangan yang mulai kering pada air dalam baskom.

"Aku pergi bareng Oppa, di ajak ke rumah sakit buat jengukin Ayahnya yang sakit, terus pulangnya main capit boneka di khage depan." jelas Cahaya yang tidak melihat perubahan pada Alya yang kini membanting sapu tangan yang tengah diperasnya kasar pada baskom, hingga airnya membasahi karpet dan kasur yang ditiduri Cahaya.

"APA? Kamu pergi sama Oppa terus main hingga akhirnya kamu sakit gini? Itu berarti kamu lama di luar dan melupakan kondisi kamu yang tidak kuat dengan dingin. Begitu menikmatinya kah kamu menghabiskan waktu dengan Oppa?" mendengar suara Alya yang marah karena penjelasan yang diberikannya, Cahaya menyadari kalau dia telah salah mengatakan yang sebenarnya. Membuka matanya yang tadi terpejam, Cahaya bisa melihat wajah Alya yang marah padanya. Belum pernah Cahaya melihat Alya menatapnya dengan kebencian yang tersorot jelas di mata itu.

"Al, jangan salah paham, ak--aku--" tangan Cahaya menggapai lemah pada Alya, yang langsung ditepis kasar.

"Kamu tahukan, Ya, kalau aku suka pada Oppa. Aku tuh cinta sama dia! Tapi kamu seakan mengambil kesempatan mendekatinya bahkan pergi bersamanya. Pada hal kamu tuh punya Raja, tapi--" Alya menghentikan ucapannya, otaknya berpikir tentang sesuatu yang pernah dikatakan Cahaya padanya. "Tunggu. Jangan bilang kalau kamu sebenarnya suka pada Oppa juga, Ya?! Bukankah kamu pernah bilang kalau kamu menyukai seseorang tapi mencoba menerima Raja. Benar itu, Ya? JAWAB!" Cahaya memijat keningnya yang semakin berdenyut saat Alya meluapkan kemarahan padanya. Cahaya tidak menyangka kalau Alya akan semarah itu padanya.

"Dengerin aku, Al--"

"Aku tahu kamu cantik. Siapa pun pasti bisa dengan mudah menyukai kamu. Tapi kamu egois!" Alya mengusap kasar airmata yang luruh di pipinya. "Kamu egois! Ngorbanin aku dan Raja demi kesenangan kamu sendiri. Apa tidak cukup Raja untuk kamu? Kurang apa dia? Atau kamu memang senang bisa menjerat lelaki mana pun, sekali pun itu lelaki yang disukai oleh sahabat kamu? Oh, tidak. Tidak ada sahabat yang menusuk sahabatnya dari belakang. Maaf. Aku tidak ada waktu untuk merawat orang yang sudah bersenang-senang semalaman hingga sakit dengan orang yang aku suka!" Alya bangkit dan berdiri, kakinya sengaja menyenggol baskom yang ada di dekatnya hingga miring dan menumpahkan air di dalam nya.

"AL! ALYA!" Alya meninggalkan Cahaya dengan membanting kasar pintu kamar Cahaya hingga tertutup. Kemarahan dan kecewa meliputi hatinya, dada, dan kepalanya panas dengan berbagai dugaan yang membuatnya terbakar cemburu.

Cahaya mengerang merasakan tubuh dan hatinya yang sakit. Tak sanggup menahan semuanya, Cahaya tak sadarkan diri di dekat pintu saat ingin menyusul Alya keluar. Air baskom yang tumpah membuat lantai yang di lapisi karpet itu jadi licin hingga Cahaya tak bisa mencapai pintu.

Cinta membuat yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh. Dan hubungan persahabatan Cahaya dan Alya menjadi renggang karena cinta.

**TBC

Jangan lupa like, komen dan vote ya. Dukung terus novel ini, terima kasih**.

Terpopuler

Comments

Retina Bocahe Klinthink

Retina Bocahe Klinthink

lah lah langsung konflik...duch rusak semua donk

2021-02-22

0

TitienKartinika

TitienKartinika

segitunya kmu cahaya 🤦‍♀️

2020-12-04

0

Mei Shin Manalu

Mei Shin Manalu

Aku mampir

2020-10-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!