Sembilan

Ternyata benar apa yang dikatakan Cahaya tadi sore. Jam setengah delapan malam, Kim datang ke apartemen. Tampak gurat lelah di wajah mulus Kim. Setelah mendudukan dirinya melantai, Kim membuka kancing jaket yang dipakainya, melipat, dan menyimpannya di pangkuan. Dengan bersandar pada dinding, Kim memejamkan matanya, melepas penat yang mendera.

Cahaya menyimpan gelas berisi air putih di depan Kim, yang langsung membuka mata dan tersenyum pada Cahaya.

"Terima kasih, Ya. Alya kemana?" tanya Kim yang tanpa ragu, langsung meneguk habis air yang disuguhkan Cahaya.

"Ada di kamar, Oppa. Baru pulang kerja?" tanya Cahaya pada Kim, yang kembali menyadarkan punggungnya.

Kim mengangguk dengan mata menatap Cahaya dalam. Lelahnya terobati melihat gadis yang menarik perhatiannya ada di depan mata.

"Tadi harus mengurus dokumen untuk ke imigrasi besok." jelas Kim tanpa diminta.

Cahaya mengangguk menanggapi perkataan Kim.

Kim merogoh tas yang dibawanya dan mengeluarkan ponselnya dari sana. Mencari nomor yang akan dihubungi.

"Aku di unit Cahaya. Ajak Andri dan Adrian sekalian." hanya itu yang Kim katakan, saat nomor yang Cahaya sangka dihubungi Kim adalah Raja tersambung. Kim kembali menyimpan ponselnya, kali ini entah lupa atau bagaimana, Kim menyimpan ponsel yang masih menyala layarnya itu di depan Cahaya.

Cahaya yang tidak sengaja melihat ke arah ponsel Kim, sedikit kaget melihat tampilan wallpaper ponsel Kim. Entahlah, dia seperti melihat gambar seorang wanita di sana yang mirip seperti... Dirinya?

Kaget dengan apa yang ada dipikirannya, Cahaya menatap Kim yang kini kembali bersandar sambil memejamkan mata.

"Oppa!"

"Ye?"

Kim membuka matanya saat mendengar Cahaya memanggil. Cahaya menunjuk ke arah ponsel Kim, yang langsung diikuti Kim. Tampak keterkejutan saat Kim mendapati ponselnya masih menyala, dengan gambar seorang gadis yang kini ada di hadapannya, menatapnya dengan wajah penuh tanya.

Kim langsung mengambil ponsel itu dan menyimpannya kembali di tas. Wajah Kim terlihat merona, yang Cahaya sendiri tidak dapat mengartikan apa artinya.

"Ehem!" Kim mencoba menetralkan suaranya.

Cahaya menatap Kim penuh tanda tanya.

"Oppa, itu tadi photo--"

Ting tong...

Suara bel terdengar, bersamaan dengan pintu kamar Alya yang terbuka diiringi Sang Pemilik keluar dari sana.

Kim menghembuskan napas lega, karena terbebas dari pertanyaan Cahaya. Cahaya bangun dan melangkah mendekat ke pintu. Sementara Alya duduk di tempat Cahaya tadi duduk.

"Malam, Oppa." sapa Alya yang dijawab anggukan dan senyum tipis di bibir Kim. Alya terpaku melihat senyum Kim, yang memang sudah mencuri hatinya itu.

Raja, Andri, dan Adrian yang ada di depan pintu langsung masuk, setelah dibukakan pintu oleh Cahaya.

"Assalamua'laikum, Calon Istri!" celetuk Raja, yang langsung mendapat tatapan tajam Kim saat mendengarnya.

Apalagi ini?

"Ih, Aa, apaan sih? Masuk Dri, Yan!" jawab Cahaya sambil menyapa kedua orang lelaki yang datang bersama Raja.

"Loh, kenapa? Benerkan?"

"Tau ah!" jawab Cahaya yang tidak dapat menyembunyikan rona di kedua pipinya. Dan itu tak luput dari pengawasan tajam Kim.

Hatinya mencelos. Benarkah harapannya telah sirna?

Mereka lalu duduk di ruang TV unit apartemen Cahaya. Alya yang tampak segar setelah mandi, ditambah sapuan bedak terlihat manis. Cahaya duduk sebelah Alya, diikuti Raja, yang memilih tidak berjauhan dengan Cahaya.

Melihat itu, rasanya Kim ingin meminta Raja untuk pulang saja ke Indonesia. Sungguh, Kim sangat tidak suka dengan keagresifan yang Raja tunjukan.

"A Raja mepet terus nih!" goda Alya yang dijawab dengan kekehan Raja dan semburat merah di wajah Cahaya.

"Biar ngga lepas, Al." sambung Andri ikut menggoda Raja.

"Ehem!"

Mendengar Kim bersuara, semua mengalihkan fokus pada Kim.

"Besok kita pergi ke Imigrasi. Jam tujuh pagi tunggu di halte." ujar Kim tanpa basa-basi.

Entahlah, Kim sangat, sangat tidak nyaman saat ini dengan tingkah Raja.

Menyebalkan.

"Apa aku ikut juga Kim?" tanya Raja.

"Ya, Mr. Choi besok masih ada rapat, jadi belum bisa diskusi dengan kamu Raja."

"Hmm, baiklah. Setidaknya aku bisa bersama Cahaya besok." dan Kim benci mendengar itu.

"Apaan sih, A?"

"Baiklah, hanya itu yang mau saya sampaikan. Sampai ketemu besok."

Kim benar-benar tidak bisa berlama-lama menahan kecemburuan, melihat Raja yang seolah-olah mengklaim kalau Cahaya adalah miliknya.

"Tidak ngobrol dulu, Oppa?" Alya yang kecewa mendengar Kim hanya singgah sebentar, mencoba menahan lelaki itu untuk lebih lama tinggal.

Mencoba tersenyum Kim menggeleng. "Saya cape. Butuh istirahat." Apalagi hatiku. Lanjut Kim dalam hati.

"Ya, istirahatlah Kim. Hari ini kamu sibuk sekali." kata Raja tulus dengan senyum manis yang bisa membuat para wanita terpikat. Tapi sayang, di mata Kim senyum itu terlihat seperti mengejeknya.

Shit!

Kim kembali memakai jaketnya yang sedari tadi ada di pangkuannya, sedang yang lain hanya melihat tanpa berkata.

Sekilas Kim menatap Cahaya, yang ternyata sedang menatapnya juga.

Hati keduanya berdesir. Mengantarkan sinyal cinta yang tidak disadari masing-masing.

Setelah siap, Kim langsung berdiri dan melangkah ke arah pintu, memakai sepatunya dan langsung berlalu setelah melambaikan tangan tanda pamit pada semua orang. Tanpa kata.

Setelah Kim berlalu, Raja kembali terfokus pada Cahaya, mengabaikan tiga orang yang ada di ruangan itu. Yang anehnya, ketiga orang tersebut merasa tidak peduli sama sekali.

Ah, beruntung sekali seorang Raja.

"Gimana, Ya?" tanya Raja yang kini duduk berhadapan di lantai dengan Cahaya. Jarak mereka dekat, bahkan sangat dekat, dengan lutut mereka yang hampir bersentuhan, terhalang celana panjang yang dikenakan keduanya.

"Apanya, A?" kerutan di kening Cahaya tampak, menandakan kalau dia tidak paham dengan yang Raja bicarakan.

"Yang tadi sore ditelepon."

"Yang mana?" tak ingin ge-er Cahaya memilih pura-pura tidak ingat, apa yang jadi bahan pembicaraan mereka ditelepon.

Raja menyentuh kening Cahaya yang berkerut. Mengusapnya, hingga Cahaya menormalkan lagi raut wajahnya.

"Jangan terlalu sering mengerutkan kening. Aku ngga suka."

Sentuhan dan suara lembut Raja menerbitkan lagi rona di wajah cantik Cahaya.

"Pulang ya?! Bareng aku, kita nikah!"

Entah kenapa keadaan mendadak sunyi dalam pendengar Cahaya. Padahal suara TV yang disetel Alya, Andri, dan Adrian lumayan berisik dengan volume yang sedikit kencang.

"Aku serius, Ya. Sangat, sangat serius. Kita telepon Ibuku ya?"

"Jangan!"

"Kenapa? Agar kamu yakin kalau aku tidak sedang menggombal atau iseng saja."

"Aku tahu!"

"Lalu?"

"Kita tidak dalam hubungan apapun saat ini."

"Lalu, apa lagi yang di tunggu? Kamu tinggal jawab IYA, dan kita ke tahap selanjutnya."

"Tunggu dua hari lagi!"

"Ya, Allah, Aya!"

Raja mendengus gemas dan juga kesal sekaligus. Inikah rasanya digantung?

Arrggh!

"Tak bisakah kita ringkas saja waktunya, Ya?"

Cahaya menggeleng dan tersenyum jahil. Senang juga melihat wajah rupawan Raja memelas.

Raja menepuk pahanya sendiri gemas.

"Awas ya, kalau sampai ngga jawab IYA, lihat saja!"

"Dih, beraninya ngancam. "

"Biarin!"

TBC

Terpopuler

Comments

Retina Bocahe Klinthink

Retina Bocahe Klinthink

kim tabahkan hatimu🤕

2021-02-21

0

pinnacullata pinna

pinnacullata pinna

raja maksa akh

btw aku mampir dan memberikan like dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏☺️

2021-01-24

0

Mei Shin Manalu

Mei Shin Manalu

Like di sini juga...

2020-10-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!