Enam Belas

Malam merayap pasti, membuai setiap insan memasuki dunia mimpi. Di luar sana salju kembali turun dengan lebat, bisa di pastikan esok pagi hamparan putih kembali memanjakan mata.

Jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari. Di saat teman seapartemennya sudah terlelap, Cahaya justru kembali terjaga. Alasannya masih sama, suara gebrakan di jendela kamar. Walau pun tidak menjadikannya takut, tetap saja indera pendengarannya tidak bisa menjadi tidak peka. Hingga netra memaksa terbuka.

Merapatkan selimut membungkus raga, Cahaya mencoba berdamai dengan keadaan. Memejam mata, walau tetap tak bisa. Hingga akhirnya hanya bisa pasrah, menunggu sampai kantuk itu kembali sudi menyapa.

Ingatannya Cahaya kembali pada percakapannya dengan Alya tadi. Bagaimana Alya menekankan padanya, bahwa dia sedikit pun tidak boleh memiliki rasa suka pada Kim. Alya seakan mengklaim kalau Kim adalah miliknya.

Raja yang memberitahukan, bahwa dia tidak bisa datang ke apartemen, membuat Cahaya semakin merasa sepi.

Ah, Raja. Kenapa juga Cahaya tidak bisa langsung saja mencintai sosok yang hampir sempurna itu?

Kenapa juga dia masih menyimpan Kim dalam ruang yang sengaja dikosongkan di hatinya?

Menunggu kantuk yang masih enggan menyapa, Cahaya mengambil ponselnya. Iseng dia buka aplikasi biru. Beberapa postingan menandainya.

RAJENDRA SUBRATA MENANDAI ANDA.

sebuah photo yang Cahaya tidak ketahui kapan diambil menjadi status Raja, empat jam yang lalu. Photo yang menampilkan Cahaya menatap keluar jendela saat perjalanan ke Seoul tadi pagi.

Apa yang sedang kau pikirkan 'Cahaya' ku?

Caption yang Raja tuliskan bersama photo itu.

Berbagai komentar yang diberikan terkait photo itu, tidak membuat Cahaya tertarik untuk membacanya.

Biarlah dan biarkan. Apa pun yang mereka tanggapi tentang photonya.

Tak ada yang menarik, akhirnya Cahaya mematikan ponselnya dan kembali mencoba untuk tidur.

Dingin malam di tengah guyuran salju, pelan tapi pasti menyeret Cahaya dalam buaian mimpi. Melupakan sejenak gejolak hati.

Pagi menyapa. Rutinitas seperti biasa. Hanya satu yang beda. Ada sosok rupawan yang menjadi pusat dunianya kini. Si Rupawan yang dicoba Cahaya menjadi penghuni istana cinta.

Raja memberikan senyuman saat pintu apartemen Cahaya terbuka, menampakkan pujaan hati yang entah kenapa semakin memesona di setiap jumpa.

"Pagi, Sayang. Pagi, Al!" sapa Raja pada kedua gadis yang ada di depannya.

Yang disapa memberi jawaban yang berbeda. Cahaya yang hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, sedangkan Alya menjawab dengan sapaan yang sama.

Berlima bersama Andri, dan Adrian mereka meninggalkan gedung apartemen, berjalan menuju halte. Sesekali langkah Cahaya tersendat, bahkan terpeleset saat menginjak lapisan salju yang mulai memadat. Beruntunglah Raja dengan sigap menahan agar Cahaya tidak sampai terjatuh, lengan kokohnya benar-benar siap untuk menjadi pegangan Cahaya. Dari Halte mereka terpisah, hanya lambaian tangan sebagai salam perpisahan.

Di pemberhentian bis jemputan perusahaan, Kim tengah menunggu Raja. Ada hal mendesak yang membuatnya harus menunggu Raja di tempat itu. Saat melihat Raja turun dari bis jemputan Kim langsung menghampiri.

"Kim?" Raja terkejut karena Kim menghampirinya di tempat parkir.

"Kamu ditunggu Mr. Choi. Dan harus pergi ke Seoul sekarang juga." Kim langsung mengatakan tujuannya.

"Hah? Sekarang?" Raja membeo perkataan Kim.

"Iya. Now!"

"Oh, baiklah. Kamu ikut?"

"No, ini adalah rapat para manajer pemasaran dari semua perusahaan anak cabang. Termasuk Thailand dan Malaysia. Saya kurang paham agendanya apa saja, yang jelas sepertinya akan lebih dari dua hari." lalu Kim mengkode Raja agar mengikutinya. Tapi langkahnya terhenti saat namanya dipanggil.

"Kim, Oppa!" Kim menoleh dan tampak Alya yang tergesa menghampiri.

"Oh, Alya. Ada apa?" tanya Kim tanpa menyadari binar cinta yang terpancar di mata Alya untuknya.

"Ini, catatan bahan makanan yang habis." Alya mengulurkan kertas yang berisi catatan bahan makanan, yang sudah dia tulis semalam.

"Maaf. Saya lupa belum kirim makanan buat kalian. Apa sudah habis?"

"Iya, habis."

"Baiklah. Nanti sore saya kirim." sebelum Alya menjawab, Kim sudah berbalik meninggalkan Alya diikuti Raja.

Alya gemas sendiri. Merasa diabaikan oleh Kim.

Ih, menyebalkan!

Alya pun berjalan dengan menghentakan kakinya, menghampiri Andri yang menunggunya atas permintaan Alya.

"Sudah?" tanya Andri.

Alya yang merasa kesal pada Kim, melampiaskannya pada Andri. "Kalau belum ngga bakalan ke sini!" ketus Alya yang ditanggapi Andri dengan melongo.

Salah aku apa ya? Lagi PMS kali.

Andri mengendikan bahunya acuh. Lalu mengikuti Alya memasuki bagian produksi.

Istirahat makan siang di Osan Dijitech tempat Cahaya bekerja bersama Adrian, tampak Cahaya dan Adrian sedang bersantai setelah melahap makan siangnya. Duduk di tempat Cahaya bekerja, Adrian sedang mempelajari cara kerja di departemen yang Cahaya pegang.

"Kamu harus hati-hati kerjanya, Ya. Apalagi pas cutting wire yang ini, ngeri kebuka gitu. Emang ngga ada tutupnya kayak mesin yang lain?" tanya Adrian bergidik, membayangkan sambil menunjuk bagian mesin tempat memotong yang terbuka.

Cahaya menggeleng sambil tersenyum.

"Ngga ada. Emang ke buka gitu. Sarung tangan aku pernah nyangkut di sini, mesin lagi jalan, akhirnya kebawa terus pas bagian jari telunjuk kepotong. Untungnya aku refleks narik tangan, jadi alhamdulillah selamat." cerita Cahaya yang membuat Adrian kaget.

"Serius? Tapi kamu ngga apa-apa?"

"Ngga. Nih, baik-baik saja." Cahaya menunjukan tangannya pada Adrian. Adrian mengamati tangan Cahaya, lalu mengangguk.

"Hati-hati, Ya. Harus fokus. Belum lagi listrik. Resiko tempat kerja kamu besar banget!"

"Iya, Yan. Itulah, kenapa pas A Raja kemarin lihat malah ngajakin aku pulang ke Indonesia, nikah aja katanya, hihihii. Ada-ada aja!" Cahaya terkikik mengingat bagaimana possesif nya Raja.

Adrian terkekeh. "Kenapa ngga mau? Mendingan nikah, enak ada yang ngurusin ngga cape nyari uang." Adrian menatap mata Cahaya lekat.

Cahaya memiliki mata yang bagus, selain wajah yang cantik. Pantas saja Pak Raja dan Mr. Kim menyukainya. Tapi, apa Cahaya tahu kalau Mr. Kim juga suka sama dia?

"Ngga semudah itu juga kali, Yan. Aku kan udah teken kontrak satu tahun. Kalau aku pulang apa ngga kena penalti dari perusahaan? Lagian belum tentu keluarga A Raja nerima aku yang hanya seorang anak petani. Anak buruh di sawah orang. Sedangkan A Raja, aku yakin dari keluarga kaya. Aku sadar diri, Yan!" Adrian melihat ada ketidak percayaan diri dalam perkataan Cahaya.

"Siapa tahu juga, keluarga Pak Raja bukan orang yang memandang sesuatu hanya dari harta, Ya? Emm, kamu serius kan sama Dia?"

"Aku masih berusaha untuk belajar mencintai A Raja, Yan."

"WHAT? BELAJAR?" Adrian memekik kencang.

"Ish, Kaget tahu! Biasa aja. Lihat tuh, dilihatin para Ajumma!" Adrian melihat arah yang ditunjuk Cahaya sambil menggaruk tengkuknya, malu dengan sikapnya yang membuat tiga orang wanita Korea paruh baya, yang sedang ngobrol melihat ke arahnya dan Cahaya.

"Maaf. Habisnya kamu sama Pak Raja yang paket komplit gitu bilang BELAJAR MENCINTAI. Apa kabarnya kalau sama aku yang hanya remahan rengginang ini?"

"Emang kamu suka juga sama aku, Yan?"

"Ya suka lah. Siapa juga yang ngga suka sama orang cakep? Cuman aku sadar diri, Ya. Sainganku Pak Raja. Ngga bakalan kuat aku. BERAT!"

"Hahahaha, Ada-ada aja kamu, Yan."

"Serius. Eh, tapi jangan bilang sama Pak Raja ya, kalau aku bilang sama kamu?"

"Hah! Kamu serius? Aku pikir cuman becanda aja. Hehehe."

"Udah ah, jangan bahas aku. Pokoknya jangan bilang sama Pak Raja!"

"Iya bawel!" Adrian mengacungkan jempolnya.

"Sekarang bilang, kenapa kamu bilang belajar mencintai Pak Raja?"

"Ih, Kepooo!"

"Kamu nanggung curhatnya, ya kepoo lah aku!"

"Gitu ya?" Adrian mengangguk. "Aku menyukai seseorang, Yan." Cahaya menempelkan telunjuk ke bibirnya sebelum Adrian memekik lagi.

"Apa? Terus kenapa kamu terima Pak Raja, Cahaya!? Kok aku yang gemes ya?!"

Cahaya terkekeh melihat tingkah Adrian. Sungguh dia sangat terhibur.

"Kan sudah aku bilang, BELAJAR MENCINTAI!"

"Tapikan, kamu bisa aja bilang sama Pak Raja, kalau kamu suka sama yang lain. Pak Raja bisa sakit hati loh kalau tahu!"

"A Raja akan tahu kalau kamu bilang, Adrian."

"Ok, janji ngga akan bilang!" Adrian membuat gerakan mengunci mulut dan melemparkan sesuatu. "Aku sudah kunci dan buang anak kuncinya."

"Bagus. Dan harus!"

"Emang ya, cinta itu ribet!"

"Ngga ribet sih kalau mau jujur. Yang ribet itu kalau disimpen, bikin sesek dan sakit!"

"Gitu ya?!"

"Hmm. Dah, balik ke tempat kamu sana!" Cahaya melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Sepuluh menit lagi masuk."

Adrian mengikuti gerakan Cahaya, melihat jam di tangannya.

"Ngga kerasa ya, padahal masih pengen ngobrol. Kalau di apartemen kamu ada pawangnya, ngga bisa lepas." ledek Adrian, membuat Cahaya melempar kertas yang sudah dikepalnya seperti bola.

"Sembarangan kamu!"

"Hahahaha, aku balik dulu."

"Hust! Jauh-jauh sana!"

Masih dengan tawanya, Adrian meninggalkan tempat kerja Cahaya menuju ke bagian belakang, di mana dia kerja.

Cahaya mendesah lega. Setelah mengungkapkan isi hati pada Adrian, bebannya terasa lebih ringan. Apalagi kalau yang selama ini dia simpan dalam hati terungkap pada orang yang tepat.

Kim.

**TBC

Yang mampir tinggalkan like nya ya**.

Terpopuler

Comments

🧚‍♀️Dian 🧚‍♀️

🧚‍♀️Dian 🧚‍♀️

ceritanya bagus,penataan bahasanya rapi walaupun yg like masih sedikit,tinggal banyakin promosi pasti banyak yg suka....

2022-01-06

0

Retina Bocahe Klinthink

Retina Bocahe Klinthink

kim

2021-02-21

0

TitienKartinika

TitienKartinika

ceritanya seru,tulisannya juga bagus bnyk jeda nya gak panjang kaya jalur kereta api 😁🤭 jdi gampang bacanya kalau kepanjangan nulisnya saya suka sulit berkedip hhhhhe..

2020-12-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!