Empat

Waktu menunjuk di angka sepuluh lebih dua puluh lima, acara perkenalan mereka berlanjut dengan memasak untuk makan siang. Kim dan Raja terlibat pembicaraan serius tentang pekerjaan. Sedangkan Cahaya, Alya, Andri, dan Adrian berkutat dengan masakan ala mereka. Di tempat yang jauh dari tanah kelahiran, bertemu dengan orang sebangsa bagaikan bertemu dengan saudara sendiri. Begitu pun mereka, langsung akrab walau baru pertama bertemu.

Dengan cekatan, kedua pemuda tampan itu membantu mengupas kentang dan wortel, sementara dua gadis cantik yang kini menjadi primadona, serius membumbui potongan daging ayam yang akan dimasak.

Dua puluh menit kemudian, makanan pun siap. Sayur sop, dan ayam goreng. Menu sederhana yang cukup membuat perut berontak meminta isi. Dalam suasana dingin, makan adalah cara yang efektif mengusir hawa dingin.

"Ayo, makanan sudah siap!" Alya dengan semangat membawa makanan dan ditaruhnya di meja depan TV. Diikuti Cahaya yang membawa piring dan sendok. Sementara Adrian membawa majicom dan menaruhnya di dekat meja.

"Wah, enak nih! Jadi lapar." ucap Raja yang mengalihkan perhatian dari berkas yang tengah dipegangnya.

"Ayo, Pak Raja. Cuci tangan dulu." sahut Alya. Sementara mata Raja, melihat ke arah Cahaya yang tengah mengaduk nasi.

"Panggil Aa saja, Al. Biar lebih akrab."

"Oh, baiklah. Oppa, pali mo-go!" (cepat makan) ajak Alya pada Kim yang sedang membereskan berkas yang tadi sedang ditelitinya dengan Raja.

"Ok." jawab Kim singkat. Lalu dia berdiri dan berjalan ke arah dapur, untuk mencuci tangan diikuti Raja.

Andri dan Adrian yang sudah duduk dengan nyaman, menanti Kim dan Raja yang bergantian mencuci tangan.

Duduk melantai mereka mulai mengambil piring masing-masing.

"Bisa tolong diambilkan buat aku, Aya?" tanya Raja dengan senyum terkulum pada Cahaya yang tengah mengambil nasi.

Pandangan mereka kembali bertemu, dengan senyum dan anggukan Cahaya menerima piring yang disodorkan Raja padanya.

"Segini cukup, Pak?"

"Aa, Aya. Cukup Aa saja."

"Oh, Iya, A."

"Cukup. Tolong dengan sayur dan ayam gorengnya juga sekalian." sambung Raja dengan suaranya yang terdengar lembut. Ada semburat merah menjalari wajah putih cantik Cahaya, sikap agresif Raja membuatnya sedikit salah tingkah.

Sementara Kim yang melihat itu, diliputi perasaan kesal. Andai dia bisa segamblang itu menunjukkan sikap. Tapi walau bagaimana pun, Kim tahu dia harus bisa menjaga sikap karena takut Cahaya menganggapnya nya kurang ajar. Namun, bila justru kehati-hatiannya membuat dia kalah cepat, itu justru membuat Kim dongkol.

"Sini, Oppa. Aku ambilin nasinya." kata Alya, saat melihat Kim malah melihat pada Cahaya, yang tengah melayani Raja seperti seorang istri yang melayani suaminya untuk makan. Sedangkan Andri dan Adrian tidak tertarik melihat 'drama' yang tersuguh di depan mereka, dengan lahap keduanya menyantap makan siang mereka.

"Oh, ya. Terima kasih, Alya." jawab Kim sambil mengulurkan piring pada Alya.

Raja tampaknya tidak main-main menunjukkan ketertarikannya pada Cahaya. Dia dengan sikapnya yang ramah, tapi tetap sopan, terus mencoba dekat dengan Cahaya. Hal itu membuat Cahaya merasakan panas di wajahnya, saat semua yang ada di sana terus menggodanya, kecuali Kim.

Kim merasa butiran nasi yang tengah dikunyahnya sangat sulit untuk ditelan, apalagi saat melihat senyum malu, dan tersipu Cahaya saat Raja dengan gencar menggoda Cahaya.

Andai... ya andai dia bisa seperti Raja.

Makan siang pun selesai. Saat Cahaya tengah mencuci piring, kembali Raja mendekatinya dengan alasan membantu Cahaya mencuci piring. Berdiri bersisian, dengan sesekali terdengar tawa Cahaya karena candaan yang diberikan Raja.

Sungguh hal itu sangat mengganggu Kim yang sudah dibakar api cemburu. Panas. Di tengah dingin salju yang tengah mengguyur Daewoo apart saat ini.

"Aya." Raja yang tengah membilas busa sabun kembali mencoba terlibat pembicaraan dengan Cahaya. Netranya menatap Cahaya yang terlihat begitu cantik dilihat dari samping. Hidung mancungnya jelas terlihat, bibir tipis merah merekahnya menggoda.

"Ya?" jawab Cahaya tanpa melirik sedikit pun pada lelaki gagah yang tengah berdiri di dekatnya. Bukan tak suka, hanya sedang meredam rasa malu karena godaan Raja.

"Punya pacar? Em. .. Maaf jangan marah cuma bertanya saja." melihat Cahaya yang menoleh cepat ke arahnya, membuat Raja merasa tak enak hati telah bertanya seperti itu.

"Maaf kalau merasa aku lancang. Tapi entah kenapa, aku merasa sudah lama mengenal kamu. Tapi kalau kamu ngga mau jawab juga tidak apa-apa." Raja mencoba menjelaskan, saat mata bulat indah Cahaya menatapnya dalam.

Dengan kembali fokus pada piring yang tengah di sabuninya, Cahaya menggelengkan kepala. Tidak ada salahnya 'kan kalau Cahaya mengakui, kalau dia tidak punya pacar? Toh, memang begitu keadaannya.

"Bagaimana?" tanya Raja yang sedari tadi menatap Cahaya, melihat gadis itu menggeleng ingin menegaskan jawaban dari pertanyaannya.

"Tidak, Pa-- eh, A. Aya ngga punya pacar." jawab Cahaya yang nampak masih canggung, memanggil Raja dengan panggilan Aa.

"Alhamdulillah." tanpa sadar Raja mengucapkan kalimat hamdallah dengan sedikit keras.

"Apa, A?"

"Oh--eh, maksud aku, syukurlah."

"Hah?" Cahaya kembali menatap Raja, yang sedang salah tingkah dengan menggaruk keningnya dengan jari yang ada busa sabun.

"Itu ada busa sabun!" Cahaya menunjuk ke arah kening Raja yang jadi tertempel busa.

"Apa?"

"Busa. Ada busa di kening Aa!" lalu Cahaya mencuci tangannya, menarik tangan Raja, hingga badan tegapnya menghadap ke arah Cahaya dan refleks mengusap kening Raja. Sedang Raja mematung mendapat perlakuan Cahaya. Mata keduanya terkunci. Tangan Raja menggenggam jemari Cahaya yang tadi mengusap keningnya. Hingga suara deheman dari Alya menginterufsi keduanya.

"Eheeem! Kapan beresnya cuci piring kalau begini caranya?"

Cahaya langsung menarik tangannya yang dalam genggaman Raja. Wajahnya yang terasa panas karena malu terlihat memerah. Sedang Raja dengan senyum lebar, kembali membilas piring yang telah berjasa membuatnya bisa begitu dekat dengan Cahaya.

Ah, terima kasih.

Kim yang sedari tadi sudah dikuasai api cemburu menundukan kepala dalam. Tangannya terkepal kuat. Apa dia harus menyerah? Bahkan perjuangan belum dimulai sama sekali!

Kim geram. Marah pada dirinya yang tak bisa bergerak cepat. Dia yang lebih dulu bertemu dan mengenal Cahaya, dua minggu menunggu waktu yang tepat menurutnya, untuk mengungkap apa yang dirasa pada sosok gadis cantik pemikat hatinya. Tapi Raja, yang belum genap setengah hari mengenal Cahaya dengan mudah bisa sedekat itu.

"Wah, Pak Raja 'gercep' nih!" suara Andri menimpali candaan Alya. Sementara Adrian yang lebih pendiam hanya tersenyum.

Kim semakin tak nyaman, dia harus menghentikan tindakan Raja sebelum Cahaya benar-benar tertarik pada lelaki yang memiliki paras rupawan tersebut.

"Em, Raja! Bisa kita lanjutkan bahasan kita tadi." ya, hanya cara itu yang bisa menghentikan kedekatan mereka, setidaknya untuk saat ini.

"Ok, tunggu sebentar." sahut Raja setelah menoleh ke arah Kim, yang tengah menatapnya tajam.

"Aa, ke Kim dulu. Jangan kangen ya?!" ucap Raja sambil mengelap tangannya pada lap, yang terkait di dinding dekat Cahaya berdiri.

"Apaan sih? Udah sana!" pura-pura cemberut, Cahaya melirik Raja yang berdiri tepat di sampingnya.

"Baik, Sayang-- Ups!" Raja tergelak, kemudian berlalu dari dekat Cahaya. Sedang Cahaya kaget mendengar panggilan Raja padanya.

"Cieeee... SAYANG. Uh, Aa aku meleleh!" terkikik Alya yang dari tadi ada di sana, mendengar Raja menggoda Cahaya.

Cahaya hanya menggeleng dan meneruskan membilas piring yang tadi tengah dicuci Raja.

"Uh, koq aku yang lemes ya?"

"Ya, Allah, satukan Cahaya sama Raja, Aamiin." Alya semakin bersemangat menggoda sahabatnya.

"Apaan sih, Al?"

"Move on, Ya. Sang Pengganti sudah datang."

"Dia cuma bercanda aja, Al."

"Kalau serius?"

"Ngga yakin aku. Lelaki tampan, gagah, punya karir bagus, ngga mungkinlah ngga punya pacar." elak Cahaya sambil mengeringkan tangannya.

"Kalau jomblo?"

"Ish, kamu ini! Banyak menebak!"

"Aku yakin A Raja jomblo."

"Au ah."

"Yeh, si Eneng." Cahaya meninggalkan Alya dan memilih bergabung dengan para pria, yang tengah berkumpul sambil menonton TV. Untungnya, suara dari TV meredam candaan yang Alya lontarkan padanya tadi.

Melihat Cahaya yang datang bergabung, Raja menatap gadis itu lembut dengan senyuman di bibirnya. Sebelah matanya mengedip semakin menggoda. Dengan tersipu Cahaya membuang pandangannya, saat itu dia dengan jelas melihat tatapan sendu Kim yang menatapnya.

Hati Cahaya berdesir melihat tatapan Kim yang tidak seperti biasanya. Ada apa dengan lelaki itu?

Bolehkah dia berfikir kalau Kim tengah patah hati?

TBC

Terpopuler

Comments

Retina Bocahe Klinthink

Retina Bocahe Klinthink

smpe sini blm bs berat mana? oppa or AA?

2021-02-20

0

Candy Tohru

Candy Tohru

hadeuh ... Raja, Adam, Firman, Saka ... dihijekeun ... tos bubar dunia persilatan 🙈🙈🙈

para buciner

2021-01-20

1

pinnacullata pinna

pinnacullata pinna

baru kenal dah panggil aa, lagian si kim ngerti ga siy apa yg diomongin? .

Btw aku mampir dan memberikan like dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏☺️

2021-01-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!