Jam setengah delapan pagi. Cahaya, Alya, Andri, Adrian, dan juga Raja sudah berdiri menunggu mobil yang akan membawa mereka ke Imigrasi, seperti instruksi Kim semalam di halte.
Badai salju semalam, menyisakan tumpukan salju di sepanjang jalan yang mereka lalui dari gedung apartemen yang berada lumayan jauh dari halte. Mereka harus berjalan dengan hati-hati, agar tidak sampai tergelincir karena jalan yang licin.
Sebagian salju ada yang sudah mencair dan meninggalkan genangan kecil. Uap mengepul dari mulut mereka saat berbicara atau menghembuskan napas. Pengalaman yang sangat indah, tapi butuh kekuatan untuk menghadapi dinginnya musim salju, setidaknya untuk tiga bulan lagi kedepan.
Tak berapa lama, sebuah mini bus dengan logo perusahaan di depannya mendekati halte. Mini bus tersebut kemudian berhenti dua meter sebelum, tempat pemberhentian bus tersebut. Tak lama pintu depan mini bus tersebut terbuka. Kim turun dan langsung mendekat ke arah halte, di mana Cahaya dan yang lainnya berada.
Pagi itu, Kim menggunakan mantel tebal sepanjang lutut dengan warna biru muda, celana kain warna senada membuat tampilan Kim tampak segar. Kaca mata hitam bertengger di hidung mancung Kim menambah ketampanan lelaki blasteran itu.
Kim yang awalnya begitu semangat berjalan, mendadak lemas saat melihat Cahaya yang duduk bersebelahan dengan Raja. Bahkan dia melihat tangan Raja menepuk-nepuk punggung tangan Cahaya, yang sedang dalam genggamannya.
Pemandangan itu berbanding terbalik dengan suasana alam yang kini sedang dingin menggigit, karena tubuh dan hati Kim sedang terbakar karenanya.
Panas!
Mencoba menekan rasa sakit yang saat ini mendera hatinya, Kim menyapa mereka yang kini tersenyum menyambut kedatangannya.
"Selamat pagi, semuanya. Sudah siap?" sapa Kim tanpa membuka kaca mata hitam yang dipakainya. Sengaja hal itu dilakukan, agar tidak ada yang mengetahui, kalau sebenarnya mata Kim justru terfokus pada Cahaya dan Raja yang saat ini telah berdiri.
"Pagi!"
"Morning, Kim."
"Kalau sudah siap kita berangkat sekarang." enggan berlama-lama Kim memilih membalikkan badan dan memberikan kode pada supir agar mendekat.
Setelah minibus berhenti tepat di depan mereka, satu persatu mulai menaiki mobil. Andri dan Adrian memilih duduk di bagian belakang, lalu disusul Alya, kemudian Cahaya dan Raja. Cahaya memilih duduk bersama Alya, tepatnya di dekat kaca dan mengabaikan Raja yang sedikit merajuk karena dia tidak duduk bersama Raja.
"Tega nih, ngga mau duduk sama Aa." Raja yang duduk di depan tempat duduk Cahaya, masih mencoba membujuk kekasihnya itu.
"Ngga mau. Aa duduk sama Oppa aja!" jawab Cahaya saat melihat Kim yang masih mencari tempat duduk, dan akhirnya Kim memilih duduk di seberang tempat duduk yang kini ditempati Cahaya terpisah celah untuk lewat.
Mobil pun mulai melaju membelah jalanan Daewoo Apart, menuju Seoul yang akan ditempuh selama dua jam perjalanan.
Kim melepas kaca mata yang sedari tadi dipakainya. Mencoba mengabaikan Raja yang terus saja menggoda Cahaya, Kim fokus pada ponselnya. Sesekali dia mendengar tawa Cahaya yang membuatnya makin tidak nyaman.
Alya yang duduk tepat berdekatan dengan Kim, tak dapat menyembunyikan rasa grogi yang dia rasakan. Alya benar-benar senang dengan situasi sekarang ini. Walaupun orang yang menjadi alasan kebahagiaannya sekarang tidak perduli sama sekali, bahkan terkesan abai.
Raja yang terpisah dengan Cahaya, tidak kehabisan akal untuk berkomunikasi dengan gadis itu, saat ini mereka tengah berbalas pesan lewat aplikasi hijau di ponselnya.
Tiga puluh menit kemudian, suasana menjadi hening. Mereka tertidur menyisakan Kim yang masih terjaga. Kim menatap Cahaya yang saat ini terlelap dengan kepala menyender ke kaca. Dalam pangkuan Cahaya ada sebuah buku berwarna merah marun, dengan posisi miring siap meluncur jatuh karena getaran yang diakibatkan pergerakan mobil.
Kim dapat memastikan, kalau buku itu adalah buku Diary. Terselip balpoint di antara halaman buku itu.
Mungkin dia baru menulis sesuatu di sana.
Pluk!
Akhirnya buku itu pun terjatuh, saat Cahaya berganti posisi tidur dengan kepala menyender ke bahu Alya. Alya yang merasakan pergerakan, membuka matanya sesaat lalu memejamkan matanya kembali.
Buku itu terjatuh dan masuk ke kolong bangku di depannya, yang saat ini diduduki Raja. Kim memilih mengabaikan buku itu. Lalu menggeser duduknya mendekat ke arah jendela. Menatap jalanan yang terlihat mulai ramai. Membiarkan pikirannya melayang, mengembara. Kim yakin antara Raja dan Cahaya sudah ada hubungan yang lebih. Dan dia, kalah cepat.
Memasuki kota Seoul yang sibuk dengan berbagai aktifitasnya, Raja mulai membuka matanya. Mengerjapkan mata, Raja memindai sekeliling. Lalu melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Tidurnya yang terganggu semalam, membuat Raja tak bisa melawan kantuk. Melihat ke arah di mana Cahaya masih tertidur di bahu Alya, Raja tersenyum. Lalu ke arah Kim yang belum menyadari kalau Raja sudah bangun. Sementara Andri dan Adrian juga masih tertidur.
Raja pindah ke tempat duduk Kim. Kim yang kaget, langsung menoleh dan mengusap dadanya.
"Melamun, Kim?"
"Oh, sedikit. Nyenyak sekali tidurnya Raja?"
Raja menutup mulutnya yang menguap lebar. Terlihat kalau kantuk itu belum hilang sepenuhnya.
"Semalam Cahaya minta ditemani."
"WHAT!"
"Iya, semalam ada suara dari jendela kamar Cahaya, dia ketakutan dan aku harus menemaninya sampai dia tenang kembali."
Mendengar penjelasan Raja, Kim langsung mengubah posisi duduknya, menghadap Raja.
"Bisa jelaskan detailnya seperti apa?" Raja merasakan ada kekhawatiran dan cemburu dalam suara Kim.
Lalu Raja pun menceritakan semua yang terjadi semalam.
"Nanti saya suruh orang untuk memangkas ranting yang dekat ke jendela kamar Cahaya." ujar Kim. Dia merasa menyesal, tidak memberikan nomor ponselnya pada Cahaya. Bisa jadi kalau Cahaya memiliki nomor ponselnya, dialah yang akan dihubungi Cahaya semalam. Nyata keberuntungan belum berpihak padanya.
"Aku sudah mematahkan ranting yang mengarah ke jendela kamar. Jadi rasanya sudah tidak perlu, Kim."
Kim mengangguk dan meluruskan lagi duduknya. Rasanya Raja sudah membereskan masalah hingga tuntas.
Menyebalkan.
Terdengar supir berbicara pada Kim dalam bahasa Korea. Kim mengangguk.
"Bangunkan semua orang. Kita akan segera sampai." pinta Kim pada Raja. Dan tentu saja itu khusus untuk Cahaya, karena Kim langsung membalikkan badannya ke bangku belakang di mana Andri dan Adrian berada.
Raja kembali ketempat duduknya, dan dengan bertumpu pada lutut, dia membangunkan Cahaya dengan penuh kelembutan. Dan itu kembali membuat Kim meradang sendiri.
"Bangun, Putri Tidur. Sudah sampai." Raja menepuk pelan pipi Cahaya, lalu menepuk lengan Alya, untuk membangunkan teman kekasihnya itu.
Kedua gadis itu pun perlahan membuka mata.
"Ih, Ya. Pegel. Buruan bangun!" Alya yang menyadari Cahaya masih menyandarkan kepala di bahunya menggoyangkan lengan Cahaya.
"Bentaran, Al. Masih belum ngumpul nih nyawanya!"
"Heleh, coba tadi bareng A Raja tidurnya kayak semalam, aku ngga bakalan sakit pundak sekarang. Lagaknya ngga mau duduk bareng sama A Raja."
Raja terkekeh mendengar gerutuan Alya. Sementara Kim menatap tajam pada Raja, yang tidak menyadari hal itu sama sekali.
Apa saja yang dilakukan mereka berdua semalam?
Dan Kim benar-benar tidak ingin membayangkan apa yang terjadi. Dia memilih pindah tempat duduk ke depan dekat supir. Meredam panas yang kian membakar hati.
Mobil pun memasuki area kantor Imigrasi. Setelah parkir. Satu persatu turun dan memasuki kantor dengan panduan Kim.
**TBC
DUKUNG TERUS NOVEL INI YA, YANG BACA TINGGALKAN JEJAKNYA DONG**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
🧚♀️Dian 🧚♀️
ikutan nyesek jadi si kim😢
2022-01-06
0
Retina Bocahe Klinthink
kmu ada dihati aya kim
2021-02-21
0
pinnacullata pinna
ah kim lagian Lambretta bgt makanya kesalip,. raja gercep jgn mau kalah lah
btw aku mampir dan memberikan like dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏
2021-02-08
0