Sebelas

Raja melepas pelukannya. Memberi jarak tubuh mereka, di pandangnya wajah cantik di depannya. Hatinya benar-benar bahagia sekarang.

Rasa yang pernah hilang kini bisa dirasakannya lagi. Jatuh cinta. Dia tidak menyangka, kepergiannya ke Korea kali ini berbuah manis. Andai saja kemarin Raja menolak tugas yang diberikan, pastinya dia tidak akan pernah bertemu dengan Cahaya.

"Makasih, ya?" Cahaya mengangguk dan tersenyum manis. Senyum itu membuat Raja semakin jatuh cinta pada Cahaya.

"Tidurlah lagi!" Cahaya yang kini nyaman dalam dekapan Sang Kekasih menggeleng.

"Kenapa?"

"Udah hilang ngantuknya."

"Besok kamu bisa mengantuk, Sayang!"

"Masih takut." cicit Cahaya manja. Ya, rasa nyaman yang dirasakannya membuat dia ingin bermanja, padahal dulu saat masih bersama Yusuf Cahaya tidak pernah menunjukkan satu sikap itu. Atau Raja yang dewasa membuat Cahaya bersikap seperti itu.

"Kan sudah tahu apa sebabnya?" Raja membelai rambut hitam Cahaya. Aroma harum menyeruak saat helaian itu diusapnya. Menghirup dalam keharuman rambut Cahaya, Raja seolah tengah menyimpan apa pun dalam memorinya tentang Sang Pujaan.

"Ngga mau!"

"Hmm, ya udah Aa temani sampai ngantuknya datang lagi."

"Aa di sini aja sampai pagi." Raja melihat jam yang menempel di dinding. Setengah tiga pagi. Dan kalau harus jujur Raja mengantuk sekarang. Tapi juga dia tidak ingin kehilangan momen saat bersama gadis yang baru saja menjadi kekasihnya itu.

"Lampu kamarnya nyalain aja, ya? Aa tidur di sini kamu di kamar. Kan masih bisa jagain kamu. Kalau dekat-dekatan gini takut khilap!" ujar Raja yang sengaja membisikan kata terakhir di telinga Cahaya.

Mendengar kalimat yang diucapkan Raja, Cahaya yang dari tadi nyaman dalam dekapan Raja, melepas pelukan dan langsung menjauh. Sementara Raja menyeringai penuh arti.

Melihat itu Cahaya bergidik, yang entah mengapa justru terlihat lucu di mata Raja. Tawa Raja pun pecah.

"Kamu takut? Tadi aja ngga mau jauh-jauh."

"Ih, Aa, ngomongnya seremm!"

"Loh, kenapa?"

"Udah ah, aku mau tidur. Tapi bener ya Aa tidur di sini?"

"Iya, Sayang, sana masuk kamar!"

Setelah yakin Raja tidak akan meninggalkannya, Cahaya masuk ke kamarnya dan menarik kasur lantainya ke dekat pintu, berbaring di sana dengan kepala menghadap keluar, lalu menutup badannya sampai leher dengan selimut. Dilihatnya dulu Raja yang juga sudah berbaring di ruang TV.

"Selamat tidur, Sayang!" kata Raja saat mata mereka bertaut. Cahaya mengangguk lalu kembali merebahkan kepalanya.

Raja yang berbaring miring dengan berbantal tangannya, memandangi Cahaya yang tak lama terlihat gerakan napasnya teratur tanda sudah tertidur. Raja yang memang sudah mengantuk pun langsung menyusul Cahaya ke alam mimpi.

Alarm yang disetel Alya berdering. Dengan mata masih terpejam, tangan Alya meraba-raba mencari ponselnya yang diletakkan dekat bantal yang dipakainya. Setelah mematikan alarm tersebut, Alya mengusap wajahnya. Jam lima pagi. Segera gadis itu beranjak keluar kamar untuk memenuhi panggilan alamnya di pagi hari.

Alya terkejut saat melihat seseorang terbaring di ruang TV, saat baru saja menutup pintu kamarnya. Dengan diliputi rasa heran, perlahan Alya mendekati badan yang posisi nya tidur miring, menghadap ke kamar Cahaya.

Pintu kamar Cahaya terbuka, dengan Cahaya yang tidur tepat di ambang pintu masuk kamarnya, terlihat kepalanya dengan tubuh di selimuti sampai leher. Alya melihat ke arah lelaki yang wajahnya mulai dikenalinya.

"A... A Raja!" Raja langsung terusik saat mendengar namanya disebut. Mata dengan bulu mata lentik itu perlahan terbuka.

Dilihatnya Alya yang menatapnya penuh tanya tengah bersimpuh tak jauh dari tempat dia berbaring.

"Kenapa tidur disini?"

"Al. Ssttt... Jangan berisik. Nanti Cahaya bangun." Raja yang langsung duduk, mengangkat jari telunjuknya agar Alya mengecilkan suara.

Mengangguk tanda mengerti, Alya pun mengecilkan suaranya.

"Kenapa tidur di sini?" Alya mengulang pertanyaannya lagi setengah berbisik.

"Cahaya semalam ketakutan." jawab Raja dengan muka bantal tanpa mengurangi pesonanya sedikit pun. Tetap tampan dengan mulut yang ditutup karena menguap.

"Hah? Ketakutan gimana?" Alya menoleh ke arah Cahaya yang tidak ada tanda akan segera terbangun.

"Iya, ketakutan. Kamu diteleponin ngga bangun-bangun semalam."

"Masa sih? Bentar, A, kebelet nih!" Alya langsung berdiri dan berlari menuju ke kamar mandi untuk menuntaskan hasrat buang air kecilnya.

Raja hanya menggeleng melihat tingkah teman seapartement kekasihnya itu. Lalu dengan beringsut Raja mendekat ke arah Cahaya, yang tertidur di ambang pintu kamarnya.

Tangannya terulur mengusap sayang kepala gadis pujaan. Pelan dipanggilnya nama Sang Pemilik Hati.

"Ya... Sayang, bangun. Sudah jam setengah enam." suara itu lembut terdengar. Pelan Raja menepuk-nepuk pipi Cahaya.

Raja menatap wajah Cahaya, dalam keadaan tidur pun, Cahaya tetap terlihat cantik. Mata bulat itu terpejam rapat. Napas yang teratur menandakan Sang Pemilik Raga, masih terlena di alam bawah sadarnya. Ingin rasanya Raja mengecup pipi mulus itu, tapi Raja tidak ingin mengambil kesempatan dalam ketidak sadaran Cahaya, hanya mengusap dan menepuk pelan saja yang sanggup dia lakukan.

"Aya, Sayang, bangun!" perlahan mata yang terpejam itu bergerak, tak lama terbuka.

"Pagi, Sayang!" sapa Raja saat mata itu terbuka sempurna. Tangannya yang masih di pipi Cahaya langsung terangkat tak ingin membuat Cahaya malu.

Menutup mulutnya dengan sebelah tangan, Cahaya bergerak bangun dan duduk bersandar pada pintu. Pertama kali dalam hidupnya, bangun tidur di depan lelaki apalagi berstatus kekasihnya.

"Jam berapa, A?" Raja tersenyum melihat Cahaya yang tampak masih mengantuk.

"Masih ngantuk?" Cahaya mengangguk.

"Nanti tidur lagi di jalan. Siap-siap, kan hari ini mau ke kantor Imigrasi."

"Iya, A. Eh, Alya?"

"Lagi di kamar mandi. Aa balik ke apartemen ya?!"

"Iya, makasih ya, A. Maaf ngerepotin semalam."

"Tidak. Ya udah, Aa pamit dulu."

"Iya." Raja bangun dari duduknya. Dengan bertumpu pada kedua lututnya, disentuhnya pucuk kepala Cahaya. Mengacak pelan dengan senyuman yang tak lepas dari bibir.

Raja lalu berdiri dan melangkah ke arah pintu, berbarengan dengan Alya yang keluar dari kamar mandi.

"Loh, mau kemana, A?" Alya bertanya sambil mendekat ke kamar Cahaya, dilihatnya Cahaya sedang merapihkan kasur lantai yang tadi ditidurinya.

"Balik dulu, Al. Mau siap siap." sebelum menutup pintu, Raja masih sempat mengedipkan sebelah matanya pada Cahaya, hal itu tak lepas dari pengamatan Alya yang langsung menoleh ke arah Cahaya. Dilihatnya Cahaya tersipu dan melambaikan tangan pada Raja.

Setelah Raja pergi, Alya langsung duduk di depan Cahaya yang tengah menyisir rambut panjang sepinggangnya dengan tangan, lalu menguncirnya asal.

"Ada yang tidak aku ketahui, Ya?" Alya menyipitkan mata menatap Cahaya.

"Ada-lah. Banyak!"

"Kenapa A Raja bisa nginap di apartemen kita?"

"Nah itu. Kalau kamu semalam bisa aku hubungi, A Raja ngga bakalan nginap di sini."

"Ya, kamu kan tahu, aku kalau tidur susah bangun. Sedikit sih susahnya." Cahaya mencebik mendengar kata-kata Alya.

"Sedikit apanya? Diteleponin sampe empat kali ngga bangun-bangun?" Alya cekikikan tanpa dosa.

"Emang ada apaan semalam?"

"Bukan hanya semalam aja, Al. Kemarin malam juga. Cuman semalam rasanya kok menakutkan banget."

"Hah? Menakutkan gimana, Ya?" Alya mendekat ke arah Cahaya, rasa penasaran mulai meliputi hatinya.

"Dua malam ini kayak ada yang mukul-mukul jendela kamar aku---"

"A--APA?!" Alya yang dasarnya penakut, memegang tangan Cahaya dengan wajah tegang. Cahaya menggeleng melihat ketakutan tak berdasar yang dirasa Alya.

"Ish, penakut! Baru dengar gitu aja udah tegang, apalagi aku yang mengalami sendiri."

"Terus-terus?" tak mengindahkan kata-kata Cahaya, Alya menunggu apa yang akan dikatakan Cahaya selanjutnya.

"Dengerin tanpa menyela!" Alya mengangguk antusias.

"Setelah nelponin kamu tapi tak berhasil juga, aku bingung harus minta tolong sama siapa. Sedangkan suara gebrakan di jendela ngga berhenti, ditambah lagi seperti ada yang menggaruk atau mencakar-cakar kaca jendela." raut wajah Alya menunjukkan ekspresi berganti saat mendengar cerita Alya, antara takut, penasaran, panik, terlihat jelas. Ingin sekali Cahaya tertawa melihat tingkah Alya.

"Saat itu yang terlintas di kepala aku tuh, ya... Cuma A Raja. Entah A Raja belum tidur atau apa, pada panggilan kedua A Raja mengangkat telepon aku, terus ya udah dia ke sini, terus nemenin aku sampai yang kamu lihat barusan. Gitu!"

"Bentar-bentar. Terus yang mukul-mukul sama mencakar-cakar jendela itu apa?"

"Kata Aa, itu karena badai salju semalam mungkin hembusan angin yang menabrak jendela jadi kayak yang menggebrak jendela."

"Kalau yang mencakar-cakar jendela?" Alya langsung memotong penjelasan Cahaya.

"Bilangin jangan motong-motong, malah nyela terus!" Alya hanya mengangguk.

"Setelah A Raja periksa dengan membuka jendela, ternyata ada ranting pohon yang nempel ke kaca, jadi pas kena angin kan pasti gerak, nah itu yang jadi kayak mencakar. Udah gitu aja." Alya yang dengan antusias mendengarkan menghembuskan napas lega. Penjabaran Cahaya bisa dipahaminya dengan mudah.

"Ok, lalu, yang aku lihat kamu kayak yang malu tadi pas A Raja ngedipin mata, kenapa?"

"Kamu lihat?"

"Ya, lihatlah. Coba jelasin!" Cahaya menghembuskan napas pelan. Sepertinya memang tak bisa menyembunyikan ada hubungan apa antara dia dengan Raja pada sahabatnya itu.

"Jangan bilang karena kejadian semalam kalian udah jadian sekarang?" tebak Alya dengan tepat. Dan mau tak mau Cahaya menganggukan kepalanya sebagai jawaban pertanyaan Alya. Melihat Cahaya yang mengangguk Alya menjerit heboh. Lalu memeluk Cahaya sebagai ungkapan kalau dia merasa senang dengan hubungan yang baru saja terjalin di antara Cahaya dan Raja.

"Uh, senangnya. Selamat ya, Ya. Semoga jodoh." ungkap Alya tulus.

"Makasih, Al."

"Tapi... kalian ngga ngapa-ngapainkan semalam?" Mata Alya menatap tajam pada Cahaya.

Cahaya menghembuskan napas kesal.

"Ngapa-ngapain maksudnya gimana, Al? Kebanyakan nonton drakor tuh ya gini pikiran kamu. Mesum!"

"Ish, ya, kali aja. Berduaan sama pacar malem-malem. Kan... Pas banget!" Alya terkikik dengan ucapannya sendiri.

Cahaya menggeleng mendengar penjelasan Alya yang dirasa berlebihan.

"Ngga. Ngga ada hal yang terjadi seperti apa yang kepala cantikmu itu bayangkan. Ngga ada!"

"Iya percaya, temanku yang cantik ini ngga akan ngelakuin hal yang aneh-aneh. Dan sekarang tinggal do'a in aku biar bisa jadian sama Kim Oppa juga." anggukan kepala yang tadi semangat dilakukan Cahaya langsung melemah. Nama yang baru saja Alya ucapkan kembali menggetarkan hatinya.

"Ya, udah aku mandi duluan. Kamu jangan ngayal aja. Sekarangkan giliran kamu yang nyiapin sarapan." Alya melepas pelukannya, lalu beranjak meninggalkan Cahaya setelah mengusap sayang pipi teman seperjuangannya itu.

Selepas Alya meninggalkan kamarnya, Cahaya membuka laci lemari plastik susun tiga yang ada di samping pintu kamarnya. Diambilnya buku berukuran A5 dengan warna merah marun yang ada di dalamnya.

Dengan pasti dibukanya lembaran terakhir dari buku itu, di mana tertulis namanya yang disandingkan dengan nama seseorang dalam tulisan berhuruf Hang-geul/tulisan Korea.

Diusapnya nama yang bersanding dengan namanya di sana, seakan si pemilik namalah yang tengah dibelainya. Ada sesak yang dirasa. Tapi keputusan sudah diambil. Dia sudah berkomitmen dengan Raja kini. Dan si pemilik nama, belum tentu memiliki rasa istimewa untuknya.

Saranghe, Oppa. (Aku mencintaimu)

TBC

Tinggalkan jejaknya yaa

Terpopuler

Comments

Retina Bocahe Klinthink

Retina Bocahe Klinthink

hati kecilmu itu ya? dan g akan bisa dibohongi

2021-02-21

0

pinnacullata pinna

pinnacullata pinna

ah... pernah di posisi ini, tp rajanya ga aku terima🤭


btw aku mampir dan baca juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏

2021-01-27

0

W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎

W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎

lanjut lagi

2020-11-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!