Brakk! Brakk!
Cahaya menggigil dalam selimut yang membungkus tubuhnya. Takut. Itu yang dirasakannya saat ini. Sudah dua malam berturut-turut suara itu terdengar. Jendela. Ya, jendela kamarnya adalah asal dari suara itu.
Hantu?
Brakk!
Lagi. Dan jendela itu pun bergetar karena gebrakan yang sangat kuat. Dengan gugup dicarinya ponsel yang biasa dia simpan di samping bantal yang ditidurinya.
Dapat!
Tergesa dicarinya kontak Alya. Berharap teman satu apartemennya itu tidak tidur dengan lelap. Dan Cahaya harus mengusap dada, setelah beberapa saat menunggu panggilannya hanya dijawab oleh operator. Cahaya tahu, Alya sedikit susah dibangunkan.
Sreekk.. Sreekk...
Seperti ada yang mencakar jendela sekarang, bahkan ada bayangan dari temaram lampu jalan di jendela itu. Cahaya ingin menjerit. Tapi suaranya seakan tercekat di tenggorokan.
Ya, Allah, tolong.
Di tengah kepanikan dan rasa takut yang sangat kuat. Entah kenapa, nama Raja yang terbersit di kepalanya. Ragu. Tapi tidak ada pilihan lagi.
Lalu Cahaya mencari kontak Raja dan menghubunginya. Suara nada sambung terdengar. Lalu operator yang menjawab.
"Sekali lagi. Kalau tidak diangkat juga, berarti aku harus menghadapi ini sendirian lagi." guman Cahaya menenangkan dirinya.
Raja yang baru saja terlelap, merasakan getaran ponsel di sampingnya. Serasa mimpi, diambilnya benda pipih yang masih menyala layarnya itu. Keningnya berkerut melihat nama yang terpampang di layar. Mengucek mata agar pandangannya jelas, dia kembali melihat ponselnya.
"Aya? Ada apa dia nelepon jam satu malam?"
Agar mendapat jawaban pertanyaannya, Raja berniat menghubungi Cahaya. Tapi, sebelum dia menghubungi, Cahaya kembali meneleponnya. Gegas dia menjawab panggilan.
"Sayang, ada apa?" kalau dalam situasi normal mungkin Cahaya akan meledek Raja. Tapi, saat ini Cahaya yang tengah dilanda kepanikan, memilih abai dengan panggilan yang Raja berikan.
"A, tolong!" mendengar suara Cahaya yang berbisik dan ketakutan, kantuk yang tadi bergelayut di matanya langsung pergi, berganti khawatir dan tanda tanya.
"Kamu kenapa? Ada apa?" Raja bangun dari berbaring dan duduk.
"Tolong, A!"
"Kamu, tenang. Aa kesana sekarang. Jangan ditutup teleponnya!"
Secepat yang Raja bisa, dia keluar dari apartemennya menuju apartemen Cahaya.
"Aa sudah di depan pintu. Sekarang kamu buka pintunya." kata Raja setelah mencapai unit apartemen Cahaya, dengan sambungan telepon yang masih terhubung.
"A!"
"Ya! Buka pintunya! Jangan buat Aa panik!" Raja semakin panik mendengar Cahaya menjerit.
Klik.
Suara pintu yang dibuka, sedikit meredam kepanikan Raja. Tak sabar, didorongnya pintu pelan, tampak Cahaya dengan wajah panik dan tangan yang menggenggam ponsel menempel di telinga.
Raja langsung memutus sambungan dan meraih Cahaya dalam dekapan.
"Ada apa?" tanya Raja sambil memeluk Cahaya, yang juga memeluknya erat.
"Ada suara dari jendela kamar, A!" jawab Cahaya dengan menyembunyikan wajahnya di dada Raja. Mungkin saat Cahaya sadar nanti, dia akan malu mengingatnya. Di mana dia memeluk Raja dengan erat.
"Suara? Suara apa, Ya?" Raja masih belum paham maksud Cahaya, kepalanya terjulur ke arah kamar Cahaya, yang pintunya terbuka dan gelap.
"Iya. Suara seperti yang memukul jendela. Bahkan tadi ada yang seperti mencakar-cakar jendela juga!" masih dengan posisi yang sama, Cahaya menjawab dan menjelaskan keadaan yang, memaksanya menelepon Raja di tengah malam buta.
"Ya, sudah. Kamu lepaskan dulu pelukannya. Aa mau lihat ada apa sebenarnya." kata Raja yang membuat Cahaya sadar, kalau sekarang dia tengah memeluk Raja erat.
"Ma-- Maaf, A. Ngga sadar." rasa malu membuat Cahaya melupakan ketakutannya. Dia langsung melepaskan diri dan menjauh dari Raja, yang tengah tersenyum melihat tingkah Cahaya.
"Ngga pa-pa, nanti bisa dilanjut lagi kalau masih mau peluk." goda Raja sambil melangkah masuk ke kamar Cahaya.
Klik.
Kamar menjadi terang, setelah Raja menekan saklar lampu di samping pintu. Penuh kewaspadaan, Raja mendekati jendela yang tadi menjadi penyebab Cahaya ketakutan.
Sementara, Cahaya hanya memperhatikan dari ambang pintu dengan memeluk dirinya sendiri. Gemetar tubuhnya sudah tidak sekuat tadi. Pelukan dan usapan Raja tadi membuatnya sedikit tenang.
Raja membuka kunci jendela. Tiupan angin dingin langsung menerobos saat jendela digeser terbuka. Serpihan putih salju masuk menyentuh wajah tampannya.
Tidak ada apa-apa. Kalau orang jahat atau iseng rasanya mustahil. Karena posisi apartemen yang ditinggali ada di lantai dua. Hanya saja ada ranting pohon yang mengenai jendela.
Sreekk. Sreekk.
Hembusan angin kencang menggoyangkan ranting pohon yang menyentuh kaca jendela. Raja menghembuskan napasnya lega.
Ini kiranya, yang membuat Cahaya ketakutan.
Ya, tentu saja. Malam hari mendengar suara seperti itu pastinya akan mengira hal yang bukan-bukan. Raja menarik ranting itu dan mematahkan bagian yang menyentuh kaca.
Raja langsung menggeser lagi jendela untuk menutupnya. Mengunci kembali dan menutupnya dengan gorden. Membalikkan badan menatap Cahaya yang melihat ke arahnya dengan penuh tanda tanya.
"A--ada apa, A?" cicit Cahaya pelan. Dia masih ketakutan. Raja tersenyum menghampiri.
"Bukan apa-apa, Ya. Hanya ranting pohon yang menyentuh kaca jendela bergerak ditiup angin." jelas Raja dengan mengamati wajah Cahaya yang masih tampak pucat. Rasa kasihan dan gemas melihat wajah Cahaya, membuat Raja semakin yakin kalau gadis di depannya ini telah mencuri hatinya. Oh, tidak. Tepatnya, memiliki hatinya.
"Aa yakin--"
"Iya."
"Tap--tapi... Tadi ada yang mukul-mukul jendela juga. Bukan malam ini saja, kemarin malam juga." jelas Cahaya dengan mendongak, agar bisa menatap wajah Raja yang tingginya melampaui dirinya.
Menuntun Cahaya duduk di ruang TV, Raja duduk berdampingan dengan Cahaya dengan jarak yang sangat dekat.
"Mungkin karena angin yang sangat kencang, menyebabkan getaran pada kaca jendela. Di luar sepertinya sedang ada badai salju. Rantingnya juga sudah Aa patahkan tadi. Jadi kemarin malam juga ada kejadian seperti ini?" jelas Raja diakhiri pertanyaan yang langsung dibalas anggukan Cahaya.
Raja melihat ke arah kamar Alya yang tertutup rapat. Dia merasa heran kenapa Alya tidak terganggu sama sekali?
"Apa Alya tahu?" Cahaya menggeleng.
"Kemarin malam aku coba bertahan. Tapi malam ini entah kenapa takut sekali. Soalnya ada cakaran di kaca jendela."
"Bukan cakaran, Ya. Ranting pohon."
"Iya, itukan setelah Aa periksa barusan. Tadinya kan tidak tahu."
"Terus, tadi kenapa ingatnya nelepon Aa?"
"Jangan ge-er! Aku udah hubungi Alya berkali-kali. Tapi Alya tuh, kalau udah tidur susah banget dibangunin. Ya, akhirnya inget sama Aa. Maaf ya, udah ganggu tidur Aa." jelas Cahaya dengan raut wajah menyesal. Raja menggeleng, lalu bangun dari duduknya melangkah ke dapur, tak lama membawa segelas air dan diberikan pada Cahaya, duduk berhadapan. Wajah putih Cahaya tampak pucat.
"Minum dulu, wajah kamu pucat banget." Cahaya menerima gelas yang disodorkan Raja dan meminum isinya sampai habis setengah.
"Sekali lagi makasih, A."
"Ini ngga gratis, Sayang."
"Maksudnya?"
"Iya, kamu harus membayar karena sudah memangkas waktu istirahatku yang berharga."
Cahaya mencebikkan bibirnya kesal.
"Dasar! Perhitungan banget. Emang harus bayar berapa?"
Raja terkekeh melihat Cahaya. Tangannya bergerak merapihkan helaian rambut yang menutup kecantikan gadis yang mulai meratui hatinya itu.
"Bayar dengan menerima aku sebagai kekasihmu."
"Dasar pemaksa!"
"Itu tahu. Jadi?"
"Apanya?"
"Jawabannya, Sayang!"
Cahaya menatap wajah rupawan yang ada tepat di depannya kini. Mata itu, hidung itu, dan bibir yang seksi... Ah! Cahaya menggelengkan kepalanya. Raja memang tampan, sangat tampan malah. Tapi desiran di hatinya tidak sekuat saat dia menatap wajah Kim.
Kim?
Belum tentu juga Kim mencintainya. Apalagi Alya juga sudah berkata padanya, kalau Alya menyukai Kim. Lalu akankah dia melewatkan kesempatan, saat ada seseorang yang dengan terang-terangan menyatakan kalau dia menyukai dirinya?
Dan, bukankah tadi saat Cahaya merasa ketakutan, nama Raja-lah yang terlintas di benaknya yang dapat menolongnya?
Ya, tidak ada salahnya dia menerima Raja. Bukankah cinta akan datang seiring waktu berjalan? Dan rasanya tidak akan sulit mencintai seorang Raja.
Setelah beberapa saat merenung, akhirnya kepala Cahaya mengangguk walau samar. Dan Raja yang melihat itu tidak lantas percaya begitu saja.
"Bisa dijawab saja, Ya?" ujar Raja dengan hati yang mulai dipenuhi rasa bahagia.
"Ish, Aa. Masa ngga ngerti sih?"
"Aku mau kamu jawab. Biar telingaku bisa mendengar suara merdumu saat mengatakan IYA!" tangan Raja meraih gelas yang masih dipegang Cahaya, dan menyimpannya di dekat pintu kamar. Lalu tangannya mulai menggenggam jemari lentik Cahaya dan meremasnya lembut.
"Katakan, kalau kamu mau jadi kekasihku."
"Iya." pelan suara itu terdengar.
"Bisa diulang? Katakan dengan lebih kencang, Sayang!"
"IYA, A. AKU MAU!" Raja langsung mendekap tubuh Cahaya erat. Hatinya penuh dengan kebahagiaan. Dibelainya rambut panjang gadis yang kini ada dalam dekapannya lembut.
"Makasih, Sayang. Aku janji akan membahagiakan kamu."
"Terpaksa!" Raja langsung melepaskan pelukannya saat mendengar ucapan Cahaya.
"APA? TERPAKSA?" melihat wajah Raja yang terkejut dengan ucapannya Cahaya terkekeh. Sadar dirinya diledek, Raja kembali memeluk Cahaya gemas.
"Kamu, ini!"
"Habis, Aa maksa banget!"
"Aa hanya tidak mau diduluin orang. Apalagi kamu bakalan tinggal di Korea, Aa pulang. Kan ngga menjamin kalau kamu ngga tertarik sama yang lain."
Kamu benar, A. Karena sekarang pun aku sudah menyukai orang lain. Tapi dia entah merasa atau tidak.
"Tapi, aku tidak bisa menerima lamaran Aa saat ini."
"Ngga pa-pa. Kejarlah impianmu. Aku tunggu sampai kau kembali."
"Makasih, A."
"Tidak. Tidak. Aku yang terima kasih kamu sudah mau memberikan kesempatan padaku. I Love you, Cahaya. Cahayaku."
Cahaya mengangguk dalam dekapan Raja. Harapan baru mulai disemainya. Semoga dan semoga keputusannya tepat.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Retina Bocahe Klinthink
😭😭😭😭😭😭😭ku menangisii mu kimmmm
2021-02-21
0
pinnacullata pinna
ah akhirnya di terima juga Raja yg gercep itu...
btw aku mampir dan memberikan like dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏☺️
2021-01-25
0
Mei Shin Manalu
Next...
2020-10-20
0