Waktu berjalan dengan pasti, malam berganti pagi. Tak ada cicitan burung atau kokok ayam yang membangunkan para pejuang devisa itu di negeri ginseng ini. Tapi, jeritan dari alarm yang disetel pada ponsel masing-masing, sukses membuat mata yang seakan terpasang lem itu membuka, hawa dingin yang semalaman membuat mereka bercumbu hangat dengan selimut pun terpaksa dilepas. Menyeret kaki dengan sangat malas menuju kamar mandi, dan membersihkan diri untuk bersiap mengumpulkan lembar demi lembar Won.
Setelah mengisi perut dengan sarapan seadanya, Cahaya dan Alya bergerak keluar dari unit apartemen yang ditinggalinya. Bersamaan dengan keluarnya para lelaki dari unit sebelah, yang selama dua minggu ini kosong.
Melihat Cahaya yang pagi ini terlihat begitu segar, dengan memakai jaket tebal perusahaan, menggelitik Raja untuk mendekat dan menggodanya .
Senyum manis langsung diberikan, pada sosok yang dengan cepat merampas semua perhatian Sang Pangeran Tampan.
"Pagi, Lovely. Cantiknya..."
Sebenarnya Raja juga tidak mengerti, kenapa dia bisa bersikap seagresif itu pada Cahaya. Bukan, ini bukan dia yang biasanya. Kemana perginya Rajendra yang dikenal tiga tahun ini dingin dengan mahluk yang bernama perempuan?
Secepat itu kah seorang Cahaya dengan mata bulat yang cantik menguasai hatinya?
"Pagi, Pak Raja." jawab Cahaya yang sengaja membalas godaan Raja, dengan memanggilnya Bapak.
Dan, itu sukses membuat Raja yang mendengar pura-pura kesal. Alya yang berdiri di samping Cahaya, terkikik geli melihat Raja yang kesal digoda Cahaya. Sementara Adrian dan Andri memilih berjalan lebih dulu, mengabaikan opera yang disuguhkan oleh dua orang dewasa yang terlihat sedang dimabuk cinta.
"Kenapa juga harus manggil 'Bapak' sih, Ya? Berasa tua banget deh jadinya." rajuk Raja yang terlihat semakin kekanakan, saat mengerucutkan bibir tebal seksi nya.
"Ish, mirip banget sama Yoga kalau lagi gitu, hihii..." ledek Cahaya sambil melangkah meninggalkan unit apartemen.
Mendengar nama seseorang yang disebut Cahaya, kontan membuat Raja mencekal lengan Cahaya lembut.
"Yoga? Siapa Yoga? Jangan bilang kalau itu kekasih kamu di Indonesia, Ya?!"
"Bukan, A, tenang aja. Dia jomblo sejati setidaknya untuk saat ini, entah kalau Aa jadi pacarnya sebentar lagi." kali ini Alya yang menjawab, lalu memilih bergabung dengan Andri dan Adrian, meninggalkan Cahaya dan Raja berdua di belakang.
"Huh, lega! Tapi, siapa Yoga?" tanya Raja lagi pada Cahaya, dengan tangan yang masih mencekal lengan si gadis impian.
"Kepoo!!" jawab Cahaya dan menggerakan tangannya, melepaskan cekalan Raja di lengannya.
Dan begitu terlepas, Cahaya langsung berlari kecil mengejar Alya yang kini berjalan beriringan dengan Andri dan Adrian. Raja hanya tersenyum dan menggelengkan kepala gemas dengan tingkah gadis yang benar-benar sudah menguasai hatinya itu.
Sesampainya di halte, mereka menunggu bis jemputan yang akan membawa mereka ke perusahaan tempat mencari rezeki. Cahaya yang berbeda tempat kerja dengan Alya, berangkat lebih dulu karena bis jemputannya sudah sampai.
Dengan perasaan tak rela Raja, melambaikan tangan mengantar Cahaya saat gadis itu pamit menaiki bis.
"Kasian ditinggal." ledek Alya yang ditimpali kekehan Adrian dan Andri.
"Jodoh pasti kembali, Al."
"Jiah, ngarep banget!"
"Siapa tahu beruntung, Al."
"Kalau belum, coba lagi ya, A?"
Akhirnya mereka tergelak.
************
Samwha Capacitor CO Ltd.
Tulisan yang terpampang jelas di depan mereka menyambut. Di belakangnya berdiri dengan gagah bangunan yang akan menjadi tempat mencari rezeki dan pengalaman, terutama untuk ketiga orang yang baru saja turun dari bis. Raja yang sudah ke tiga kali nya datang ke tempat tersebut, tampak membenarkan tas yang baru saja disampirkan di pundak.
Tak berapa lama, Kim tampak berjalan kearah mereka dengan senyum.
"Morning, Raja."
"Hi, Kim."
"Sudah siap, Andri? Adrian?" sapa Kim pada Andri dan Adrian, yang langsung dijawab oleh keduanya, mereka pun langsung berjalan masuk ke dalam perusahaan.
Sementara Cahaya yang tengah bertukar informasi dengan operator shif malam, dengan komunikasi seadanya dia memeriksa lembar kerja yang diberikan Yon Su, rekan kerjanya.
Dua jam kemudian, Cahaya melihat Kim datang bersama Raja dan juga Adrian. Mereka datang di temani Mr. Park atasan di anak cabang perusahaan Osan.
Dan sikap iseng Raja, membuat Cahaya tersipu, saat dengan wajah jenaka Raja melemparkan ciuman jarak jauhnya.
Astaga!
Akhirnya mereka mendekat ke arah Cahaya. Mr. Park tersenyum pada Cahaya, disambut hal serupa dengan anggukan oleh Cahaya.
"Pagi, Ya!" sapa Kim saat sudah berada di dekat Cahaya, matanya menyiratkan kerinduan, dan itu terasa jelas oleh Cahaya.
"Pagi, Oppa."
Raja yang saat itu tengah diajak berkeliling oleh Mr. Park, membuat Kim leluasa mendekati Cahaya.
"Kemarin, tidak sampai kedinginan kan?" kembali perhatian Kim membuat Cahaya bimbang.
Kalau saja Alya tidak memiliki rasa pada Kim, mungkin...
"Ya?" tangan Kim melambai di depan wajah Cahaya. Mengerjapkan mata, Cahaya tersadar dari ketidak fokusannya, selalu seperti itu saat Kim ada di depannya, hanya berdua.
"Ngga, Oppa. Kemarin Pak Raja langsung ngajakin aku balik ke apartemen."
Hati Kim kembali dilanda cemburu, saat nama Raja meluncur manis dari bibir Cahaya.
"Kamu suka sama Raja?" terucap juga pertanyaan itu. Walau sebenarnya Kim tidak siap untuk jawaban yang akan dikatakan Cahaya, apalagi saat melihat semburat merah yang menjalari wajah putih di depannya. Cahaya tersipu, dan Kim tidak menyukai itu.
"Saya--"
"Hai, Cinta!" suara Raja menginterupsi keduanya. Perlahan Kim memberi jarak, mundur dari kedua orang yang dia kira saling jatuh cinta. Dan Kim, mulai menghitung mundur, saatnya dia untuk menyerah.
Benarkah? Sebelum berjuang?
"Hai, juga, Aa!"
"Kok, aku ngga tega ya lihat kamu kerja, Ya? Itu pasti berat kan?" ujar Raja sambil menunjuk ke arah tumpukan barang, yang pastinya harus Cahaya angkat setiap sekian menit sekali.
Cahaya mengikuti arah telunjuk Raja, kemudian tertawa pelan.
"Lumayan berat, sih. Tapi ngga papa, hitung-hitung angkat berat."
"Pulang aja deh ke Indonesia, kita nikah biar kamu ngga usah kerja."
Ucapan Raja sontak membuat mata Cahaya membulat dengan wajah tak percaya.
Menikah?
Yusuf yang dua tahun berstatus pacarnya saja belum pernah berkata itu, tapi Raja?
"Kenapa? Ngga percaya? Beneran aku ngajakin kamu nikah. Mau ya? Pulang ke Indonesia dan kita nikah."
"Ini yakin ngga lucu, A!"
"Dan aku sedang tidak bercanda saat ini, Ya!"
"Aku--"
"Raja, kita antar Adrian ke departemen Jolip. Adrian kerja di sana." ajak Kim kemudian disusul Mr. Park dan Adrian, yang hanya bisa tersenyum pada Cahaya.
"Ok, Kim." jawab Raja sebelum kembali berkata pada Cahaya.
"Pikirkan tawaranku, Cantik. Karena aku, sangat serius dengan apa yang ku katakan tadi."
Raja meninggalkan Cahaya yang masih terdiam dalam ketidak percayaannya, tanpa menoleh lagi.
Sadar, Aya... Raja hanya sedang bercanda. Tidak mungkin dia serius dengan ucapannya.
Huft!.
Cahaya kembali berusaha fokus dengan apa yang harus dikerjakan saat ini.
Bel tanda istirahat sudah berbunyi. Raja dan Kim, sudah kembali ke Samwha Capacitor jam sepuluh tadi. Saat ini, Cahaya tengah menunggu Adrian untuk pergi ke kantin. Dilihatnya Adrian tengah berjalan dengan Baek Oppa, yang bekerja satu departemen dengan Adrian.
"Anyong, Aya. Him-dericih? (Hai, Aya. Cape?)" sapa Baek saat dia dan Adrian sudah ada di depan Cahaya.
"Anyong, Oppa. A-nnieyo (Hai, Kaka, tidak)."
"Araso, kajah sik - tang kayo. Ah, cin-cha mani beggupah(baiklah, ayo kita ke kantin, lapar sekali)."
"Araso, Oppa."
Adrian yang tidak memahami apa yang dibicarakan kedua orang yang bersamanya, hanya diam menyimak.
Cahaya berjalan diapit keduanya.
"Gimana, Yan? Gampang kerjanya?" tanya Cahaya membuka obrolan, sementara Baek langsung sibuk dengan temannya yang lain.
"Sudah mulai paham, Ya. Walau masih kaku saat nyambung wheel aja. Takut pas mulai muter, hehe." Cahaya tersenyum sambil mengangguk.
"Sama, aku juga dulu pas pertama datang gitu. Untung aku di Geum-sa. Apalagi kalo di coating ya, kotor!"
Akhirnya perjalanan menuju kantin diwarnai obrolan seputar pekerjaan yang akan mereka jalani selama menjadi pejuang lembaran Won.
***
Semua karyawan berhamburan keluar dari gedung produksi, saat bel tanda berakhirnya jam kerja terdengar. Tampak Alya dan Andri berjalan bersisian menuju ke tempat parkir di mana bis jemputan berada, mereka pun segera menaiki bis yang akan melewati apartemen Daewoo. Setelah menempati tempat duduk, tak lama Raja tampak menaiki bis juga. Mengambil tempat tepat di samping tempat duduk Alya dan Andri.
"Hai!" sapa Raja kemudian.
Terdengar bisik-bisik dari belakang berasal dari beberapa orang gadis Korea, saat melihat tampang rupawan Raja. Sedangkan yang menjadi objek pembicaraan para gadis itu, hanya tersenyum dan mengangguk pada mereka sebagai sopan santun.
"Hai, juga Aa. Uh, yang ganteng jadi perhatian satu bis." kelakar Alya yang disambut kekehan Raja dan Andri.
"Bisa aja kamu, Al." Raja yang sudah terbiasa mendapat perhatian berlebihan dari kaum Hawa, menanggapi dengan santai candaan Alya.
"Gimana tadi, Adrian, Pak?" tanya Andri.
"Adrian kerja di bagian yang sama kayak kamu, di Jolip."
"Ketemu sama Cahaya?" tanya Alya yang kontan membuat Raja membayangkan wajah gadis pujaan.
"Dih, bucin banget. Baru disebut namanya aja langsung terbayang." ejek Alya yang melihat Raja malah tersenyum.
Raja menggelengkan kepala, mengusir bayangan Cahaya dalam benaknya, lalu terkekeh menyadari kekonyolannya sendiri.
"Ketemu, kasian ya, harus ngangkat wheel yang lumayan berat."
"Segitunya. Sama Alya ngga kasihan? Padahal wheel yang Alya angkat lebih berat dari punya Cahaya." protes Alya pura-pura marah. Sedang Andri hanya menanggapi dengan senyuman.
"Ngga gitu lah, Al. Sama kamu juga kasihan. Tapi--"
"Ngga kayak rasa kasihan Aa ke Cahaya 'kan? Ck!" Alya semakin semangat menggoda Raja.
"Kira-kira Cahaya pulang atau lembur ya?" Raja mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Osan Dijitech biasanya lembur A, pulang jam sepuluh. Makanya pas kemarin gajian, Cahaya gajinya dapat gede, ngga kayak aku cuman setengahnya."
"APA? Pulang jam sepuluh?" Raja semakin ingin membujuk Cahaya untuk pulang saja, dan memintanya untuk mau menikah dengannya.
Kayak yang mau aja Cahaya diajak nikah?
Ya, harus mau lah.
***
Sesampainya di apartemen Alya, kaget mendapati pintu yang tidak terkunci dan saat masuk melihat Cahaya sudah ada di sana sedang memasak.
"Loh, udah pulang?"
"Iya, kata Gong jangjang (pimpinan) besok kita mau ke imigrasi jadi biar ngga ngantuk ngga boleh lembur."
"Ke imigrasi? Kamu aja?"
"Ngga lah. Kita semua."
"Kok, Oppa ngga ngasih tau ke aku ya?"
"Masa sih? Belum kali, Al. Nanti malam pasti kesini dia."
" Yakin banget sih, Neng?"
"Yakin lah, kan feeling. Kontak bathin." entah kenapa mendengar itu, ada sakit yang menyusup ke hati Alya. Lebih tepatnya rasa takut yang entah karena apa.
Tapi, bukankah Cahaya sudah jelas-jelas punya ketertarikan pada Raja?
"Gitu, ya? Masak apa?" Alya mencoba mengusir rasa tidak nyaman yang tiba-tiba dirasakan.
"Cumi pedas sama odeng. Di kulkas tinggal ada itu. Para pria ngga bakalan nebeng makan kan ya?" jawab Cahaya dengan fokus tetap pada wajan. "Tapi ini banyak kok, kayaknya cukup kalau pun mereka makan di sini lagi. Nanti ingetin aku buat bilang sama Oppa kalau persediaan makanan sudah abis."
"He'em."
Alya yang sudah melepaskan sepatu dan berjalan kearah kamarnya hanya berdehem menanggapi omongan Cahaya. Entahlah hatinya mendadak sangat tidak nyaman dengan gadis bermata bulat itu.
"Mau makan atau mandi dulu, Al?"
"Kalau mau makan duluan aja, Ya, aku mau istirahat dulu."
Cahaya bukannya tidak merasa kalau Alya tiba-tiba seperti kesal padanya, tapi dia tidak menanggapi, mungkin faktor kelelahan saja fikirnya.
Setelah di rasa matang, kompor pun dimatikan, bertepatan dengan nasi yang juga sudah matang.
Bergegas mengambil handuk, Cahaya langsung melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Suara deringan ponsel nya terdengar, saat Cahaya memasuki kamar dengan tubuh yang berbalut handuk. Menghiraukan suara yang berasal dari ponselnya, Cahaya memilih memakai baju terlebih dahulu.
Setelah beberapa saat terhenti, kembali benda pipih itu kembali berdering.
Lovely Calling.
Bibir Cahaya terangkat sedikit melihat nama yang tertera di layar. Kenapa juga dia tidak mengganti nama itu? Bahkan merasa senang saat nama itu tampil di layar ponselnya.
"Iya, A?"
"Assalamua'laikum, Cinta?" terdengar suara yang dua hari ini mulai akrab di telinga.
"Wa'alaikumsalam."
"Lagi apa, Cinta?"
"Baru beres mandi, A."
"Loh, kok bisa sama ya?"
"Masa sih?"
"Beneran. Emang kalau jodoh selalu ada sinyal."
Pipi Cahaya merona mendengar gombalan Raja.
Jodoh? Benarkah?
"Kebiasaan bercanda terus!"
"Aku serius, Ya. Nanti aku minta alamat rumah kamu ya?"
"Hah? Buat apa?"
"Ya buat ngelamar kamulah sama Bapak, biar walau kamunya di Korea, yang penting udah ada ikatan, biar lebih pasti nunggunya"
"A--"
"Aku serius Aya. Sangat. Sangat serius. Jangan kamu anggap aku lagi gombalin kamu. Itu bukan aku banget. Aku serius dan ngga ingin kehilangan kamu. Nanti malam kita nelpon Ibu aku ya? Kenalan sama Calon Mertua."
Mata Cahaya terasa panas, ada bening yang siap meluncur kalau dia berkedip. Semua kata-kata Raja seakan mimpi saja dipendengarannya.
"Aa-- melamar aku?" terbata Cahaya mengatakan itu. Dia tak ingin dibilang ge-er, tapi sebagian hatinya benar-benar menghangat sekarang.
"Kalau ini bisa dikatakan lamaran. Maka IYA. Aku melamar kamu Cahaya Kamila, untuk menjadi Istriku. Mau kan?"
Dan akhirnya, bening itu meluncur dengan manis di pipi mulus Cahaya tanpa bisa dicegah lagi.
Benarkah ini?
TBC
Tinggalkan jejak dong yang baca, biar semangat buat up lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Retina Bocahe Klinthink
mantepin hati dululah
2021-02-20
0
pinnacullata pinna
duh sebenernya dia bakal jadi sama sapa sih maunya kan sama kim 🙄
btw aku mampir dan memberikan like dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏☺️☺️
2021-01-20
1
ersie
gercep bgd si raja
2020-10-24
0