Steve sungguh mencari tentang keluarga Eisten. Dia mendapatkan sedikit informasi walaupun tak ada yang terang-terangan menunjukkan Gwen Eisten. Ia izin masuk ke dalam ruangan CEO untuk memberi tahu apa yang baru saja dia dapatkan.
“Ada apa? Aku tak memanggilmu ke sini,” tanya Danzel menghentikan aktivitasnya menatap layar komputer.
“Apakah Anda sungguh yakin wanita yang ditaksir adalah seorang janda?” Steve balik bertanya seraya duduk di kursi.
“Ck! Kau itu datang ke mari hanya untuk bertanya hal itu? Aku tadi sudah mengatakan semuanya, untuk apa kau tanyakan lagi?” protes Danzel.
“Bukan seperti itu, tapi aku baru saja menemukan informasi tentang keluarga Eisten. Ternyata putra keluarga itu baru saja masuk penjara dua tahun yang lalu.” Steve menunjukkan sebuah artikel tentang penangkapan Sanchez Eisten melalui iPad. “Bisa jadi wanita yang Anda sukai adalah istrinya,” imbuhnya menyampaikan apa yang dia pikirkan.
“Mana buktinya jika mereka suami istri?” Danzel tak akan mudah percaya begitu saja jika tak ada bukti setidaknya foto pernikahan.
“Tidak ada.”
Danzel meremas mouse yang berada di dekatnya, gemas sekali dengan asistennya itu. “Kalau tak ada bukti, jangan melaporkan padaku. Lagi pula, untuk apa kau mencari tahu tentang keluarga Eisten?”
“Karena wanita yang Anda sukai memiliki nama keluarga yang sama dengan Sanchez Eisten.”
“Memangnya kenapa kalau sama? Apakah nama itu hanya boleh dipakai untuk satu keluarga saja?”
“Tidak.”
“Yasudah, belum tentu Gwen Eisten memiliki hubungan kekerabatan dengan Sanchez Eisten.” Danzel yang jarang berbicara dengan nada tinggi mendadak menaikkan volume suaranya. Ia gemas dengan asistennya yang sembarangan menuduh dan berprasangka buruk terhadap Gwen.
“Kau itu membuat moodku yang bagus mendadak hancur saja. Wanita sebaik Gwen mana mungkin memiliki suami seorang penjahat seperti Sanchez,” imbuh Danzel. Dia ingin mencerahkan pikiran Steve yang seenaknya.
“Iya, Tuan. Anda benar.” Steve ingin menyudahi pembicaraan yang sensitif untuk atasannya itu. Dia tak ingin ribut di pagi hari. Lagi pula, jika patah hati untuk yang kedua kalinya juga yang menanggung Tuan Danzel bukan dirinya. Yang penting Steve sudah memperingatkan jika pemikirannya mungkin ada benarnya.
“Oke, lebih baik kau kembali bekerja. Jangan membuang waktumu untuk mencari sesuatu yang tak aku perintahkan lagi,” titah Danzel dengan tegas.
“Baik.” Steve pun keluar ruangan dan melanjutkan kerjanya.
Sedangkan Danzel melanjutkan menatap layar komputernya. Tapi suara pintu yang dibuka dengan sedikit kasar membuatnya berdecak sebal.
“Steve ... apa lagi?! Kau itu mengganggu konsentrasiku saja!” tegur Danzel sedikit menyentak.
“Steve, Steve! Ini mommy,” protes Mommy Megan yang berdiri tegak di tengah ruangan.
Danzel mengalihkan pandangannya dari layar ke wanita cantik bergaya glamour yang sudah melahirkannya. “Mommy, kenapa datang ke sini tak bilang dulu?” tanyanya seraya berpindah duduk di sofa.
“Salah, harusnya mommy yang bertanya padamu. Kenapa kau tak pulang setelah mencampakkan lagi putri teman sekolah mommy?” Wanita berusia lima puluh dua tahun itu ikut duduk di samping putranya.
“Semalam aku terlalu lelah dan malas mendengarkan omelan mommy yang hampir ke lima ratus kali,” balas Danzel dengan santai.
Mommy Megan mencubit kecil lengan Danzel. “Kalau sudah tak tahan dengan omelan mommy, jangan membuat ulah lagi,” pintanya. “Lagi pula, apa alasanmu mencampakkan Alcie?”
Danzel menyengir. “Dia jelek, bukan seleraku,” kelakarnya sedikit mengejek Alcie Glee. Tapi di dalam hatinya dia meminta maaf karena sudah merendahkan orang lain walaupun bukan dengan yang bersangkutan secara langsung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Ney Maniez
👍👍
2023-12-10
0
imblue E
baik banget danzwl. patuh sama mama nya
2022-09-24
0
GOD BLESS
danzel cowok idaman mempunyai sifat dan ahlak yg bagus👍😍😍😍
2022-05-27
3