Danzel menatap trenyuh ke arah Gwen yang tengah memeluk dua anak kecil. ‘Andai jodohku seperti dia, pasti akan sangat bahagia,’ gumamnya dalam hati seraya bibirnya mengulas senyum membayangkan dialah yang menjadi pasangan Gwen dan dua anak itu adalah putra dan putrinya.
Danzel menggelengkan kepalanya menghilangkan pikirannya yang sudah mengkhayal jauh. ‘Dia istri orang, jangan mengharapkan yang tak mungkin kau gapai.’ Lagi-lagi pria muda berkharisma itu mengingatkan dirinya di dalam hati.
Sementara itu, Gwen yang sudah puas memeluk putrinya dengan rasa syukur pun berdiri menghadap Danzel. “Tuan, terima kasih sudah membeli dagangan putriku dan mengantarkan Selena kepadaku,” ujarnya dengan sangat tulus.
Danzel berdeham sejenak untuk menghilangkan rasa groginya, apa lagi saat mendengar suara Gwen yang terdengar begitu sopan dan menenangkan di telinganya. “Tidak perlu berterima kasih, justru aku yang seharusnya meminta maaf denganmu karena tadi hampir menabrak putrimu,” balasnya. Matanya enggan berkedip menikmati pahatan cantik wanita di hadapannya.
Gwen melihat ke arah putrinya untuk mengecek kondisi Selena. “Apakah ada yang sakit?” tanyanya seraya melihat tubuh kecil setinggi perutnya. Dan dijawab gelengan oleh Selena. Membuatnya bisa bernapas lega.
“Jangan khawatir, aku sudah membawanya ke rumah sakit dan dokter mangatakan putrimu baik-baik saja.” Danzel berusaha menjelaskan pada Gwen, lebih tepatnya dia ingin mengobrol dengan wanita itu. Mendengar suara Gwen membuatnya merasa tentram.
Gwen mengulas senyum yang sialnya terlihat sangat manis di mata Danzel. “Sekali lagi terima kasih karena sudah bertanggung jawab,” balasnya.
Memang semestinya seperti itu, seorang yang melakukan pelanggaran atau membahayakan nyawa orang lain harus berani menanggung semua risikonya. Termasuk membawa ke rumah sakit seperti yang dilakukan oleh Danzel.
Danzel melemparkan senyum menawannya dan mengulurkan tangan. “Danzel Pattinson,” ucapnya memperkenalkan diri.
Gwen membalas Danzel dengan menyalami tangan yang ditumbuhi bulu-bulu panjang itu. “Gwen Eisten.”
Sejujurnya, Gwen sudah tahu siapa pria yang tengah berdiri di hadapannya. Tentu saja karena Danzel sering muncul di berita khusus bisnis. Namun, demi menghargai Danzel, dia berpura-pura tak kenal.
“Baiklah, Tuan Danzel. Aku permisi.” Gwen berpamitan hendak pulang meninggalkan pria itu. Ia sudah bersiap dengan menggandeng Selena dan menggendong Aldrich.
“Tunggu,” cegah Danzel. Dia belum puas bertemu Gwen.
“Ada apa?” Gwen menghentikan langkahnya yang hampir menjauhi Danzel.
“Em ....” Danzel memutar bola matanya berpikir mencari alasan yang masuk akal. Ia melihat ke arah Selena, ternyata bocah itu sudah membawa tas.
“Jika tidak ada yang ingin disampaikan, aku akan pergi,” pungkas Gwen yang sudah menunggu selama satu menit tapi Danzel tak kunjung mengutarakan tujuan memanggilnya.
“Kau pulang naik apa?” tanya Danzel sekenanya. Hanya itu yang terlintas dalam pikirannya.
“Jalan kaki.”
Danzel menarik dua sudut bibirnya. Ada alasan untuknya agar bisa berlama-lama dengan wanita itu. “Biar aku antar,” tawarnya.
“Tidak perlu, hanya lima kilometer saja dari sini,” tolak Gwen.
“Itu jauh, dan kau juga pastinya lelah jika berjalan dengan menggendong anak,” bujuk Danzel. Dia mendekati anak yang digendong Gwen. Dan mengajak bocah kecil itu berbicara.
“Hei, boy. Siapa namamu?” tanya Danzel dengan nada bicaranya yang sangat bersahabat.
“Adrij,” balas bocah kecil itu yang masih cedal dan belum jelas berbicara.
“Aldrich Eisten.” Gwen memperjelas nama anak tirinya.
“Aldrich, kau mau pulang naik mobil atau jalan kaki?” Jika menawari Gwen tak manjur, maka jalan satu-satunya adalah membujuk anak wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 187 Episodes
Comments
Ney Maniez
baik bgt km Gwen... klo di negara +62 tu ank langsung di goreng. tanpa di rebus
2023-12-08
1
🍉💜
Berguru sama Davish sono bang, biar pinter jadi pebinor🤣🤣
2023-09-20
0
Olive AR
Busettt,, hanyaaa?? 🤦♀️
2023-09-17
0