Di sekolah...
"Bapak kecewa dengan hasil Tugas fisika yang kalian kumpulkan, saat materi diberikan, sudah sering bapak bertanya, 'Apa masih ada yang belum dipahami anak-anak?' lalu kalian dengan serempak berkata, 'Sudah paham Pak..."
plaaak..
Suara keras yang keluar dari Mistar Sakti para pendidik menghasilkan bunyi yang sangat keras sehingga mengagetkan orang-orang seisi kelas.
Mata mereka terfokus pada guru mereka yang marah, "Tapi kenapa? Hanya satu orang yang dapat nilai seratus, dan selebihnya di bawah KKM?" suara Pak Amri sang guru fisika baik hati berubah menjadi garang.
"Kalau kalian tidak paham, silakan bertanya pada Bapak, kalau malu bertanya sama guru, kalian boleh belajar sama teman sejawat!" seluruh siswa kelas sepuluh A hanya diam dengan tenang memperhatikan ucapan guru fisika sekaligus wali kelas mereka itu.
"Lutvia..." suara Pak Amri memanggil Via diminta untuk berdiri di depan kelas.
Lhaaaah? walau sebenarnya panik, dia berusaha untuk tetap tenang mengikuti perintah gurunya. Lalu Pak Amri kembali dengan senyuman wibawanya.
"Kamu belajar dengan baik di rumah?"
Via hanya mengangguk, padahal sebenarnya waktu yang dihabiskan malah kebanyakan di luar rumah untuk memecahkan kasus-kasus di dunia kriminal.
Pak Amri menepuk ujung pundak Via dengan pelan. "Kamu belajar lebih giat lagi ya? Agar nanti bisa menggapai cita-cita yang kamu impikan." Via kembali mengangguk dan tertunduk.
Wajah Pak Amri kembali fokus pada kawan-kawannya yang duduk di bangku masing-masing dengan tenang. "Nah, apabila ada materi yang tidak kalian paham, kalian boleh bertanya pada Lutvia!"
Pak Amri kembali memandang ke arah Via, "Apa kamu bersedia menolong teman-teman kamu saat belajar?"
Waduuh, ini sungguh merepotkan, batinnya. "Ta-tapi sa-saya ti-tidak di ru-rumah sa-saat pu-pulang se-sekolah pak."
Pak Amri terheran menatap Marni dengan sedikit memiringkan kepalanya, "Memang sepulang sekolah kamu kemana?"
"Sa-saya me-meno-nolong i-ibu ju-jualan ku-kue."
Pak Amri kembali dengan senyum bersahajanya, "Wah, kamu sangat hebat. Di usia yang masih sangat muda ini, kamu sudah rajin menolong orang tua." Masih tersenyum dan kembali fokus kepada seluruh siswa di kelas ini.
"Nah, kalian bisa meniru Lutvia. Meski dia selalu menolong orang tuanya, tetapi nilainya tetap bagus dan menjadi yang terbaik di kelas ini. Selain itu, Bapak juga mendapat laporan dari guru-guru lain karena di kelas ini nilai Lutvia lah yang paling menonjol. Jadi kalau kalian ada masalah dalam pelajaran, kalian boleh bertanya pada Lutvia!"
Terlihat wajah kawan-kawannya tampak tak rela jika Marni adalah orang yang akan membantu mereka. "Tapi tadi katanya kan dia sibuk Pak, kalau pulang sekolah jualan. Bisa jadi dia keberatan untuk mengajarkan kami," cetetuk Romi, salah satu siswa dari geng nakal di kelas ini.
Mendengar pernyataan itu, kembali Pak Amri memiringkan kepala menatap Marni, "Apa benar kamu keberatan Lutvia?" tanya Pak Amri untuk memastikan.
"Ka-kalau di se-seko-kolah ti-tidak ma-sa-lah. Ta-tapi ka-kalau se-sepu-pulang se-seko-lah mu-mu-mungkin ta-tak a-ada wa-wa-waktu."
"Pak, kami tak yakin bisa belajar dengan dia. Sedangkan bicara satu kata saja lama, gimana caranya agar bisa menjelaskan dengan baik kepada kami?" protes Dino. Seisi kelas tertawa terbahak dan membenarkan apa yang disampaikan Dino.
"Belum selesai belajar, kami dah mati lemes duluan menunggu dia selesai bicara Pak," timpal yang lain. Suasana kelas yang tadi cukup ramai meningkat menjadi riuh dan heboh karena tawa mereka, yang kembali mulai mengejek Marni.
Pak Amri memukul-mukul meja dengan mistar kayu yang panjang tadi. Berangsur suara mulai berkurang, "Bapak hanya memberi saran. Lutvia pun tak keberatan menolong kalian untuk belajar. Itu Bapak kembalikan lagi pada kalian! Hanya Bapak tak ingin kalian selalu meledek Lutvia karena kondisinya. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing! Jadi janganlah kalian mengulangi hal yang tidak terpuji seperti itu!"
"Baik Pak..." jawab mereka, ada yang benar-benar serius, ada yang sambil sikut-sikutan. Itu tertangkap oleh Marni. Dino pun membelalakkan mata, Marni kembali menunduk.
"Lutvia silahkan duduk kembali, mari kita lanjutkan materi hari ini."
Marni kembali melihat ke arah kawan-kawan yang biasa mengusilinya. Awas aja mereka, gue gak takut sama mereka, hanya saja gue terkungkung karena penyamaran yang merepotkan ini, batinnya.
***
neng nong neng
Bell istirahat telah berbunyi, sebagian besar siswa ingin segera meninggalkan kelas dengan secepatnya untuk mengisi perut yang telah krucukan akibat materi sains yang berat. Ada juga yang menuju perpustakaan hendak membaca, meminjam atau mengenbalikan buku. Ada juga yang hendak main di lapangan yang telah disediakan atau sekedar duduk di bangku-bangku yang tersedia di koridor sekolah.
Dino dan kawan-kawannya mencegat Marni yang hendak keluar dari kelas. Marni hanya menatap dengan sinis, tak bersuara.
"Eh, lu berani nantangin gue ya?" Marni membelalakkan mata semakin menantang. "Ayoo ngomong gagu!"
"Lo ke-kena-napa sih?"
"Gue hanya kaget aja liat lo berani nantangin gue."
Marni terus dengan lantang menantang mata Dino, "Te-terus ke-kena-napa? Lo pi-pikir gu-gue ta-takut?"
"Jangan salah saat gue makin tertarik sama lo!" mengeluarnya senyuman sinis, "Untuk gue jadikan mangsa gue.."
Marni dalam diamnya semakin menantang tatapan Dino, Lo salah menangkap mangsa Bambang, batinnya.
"Eeehhh... eeh... Ada apa ini?" tanya seorang kakak tingkat yang kebetulan lewat. Oh bukannya dia Jimmy yang memandu kami saat MOS dulu? batin Marni. Orang yang selalu mengerjai gue?
"I-ini kak di-dia me-meng-ga-gagang-gu."
Kembali Dino membesarkan matanya ke arah Marni. "Awas lu!" desisnya.
"Eeh lo udah berasa jagoan ya? Gue gak suka ya laki-laki ganggu-ganggu anak perempuan!" bentak Jimmy.
"Maaf Kak, maaf Kak!" Dino dan rombongannya lari menuju kantin.
"Jangan lari-larian di koridor!" teriak Jimmy lagi. "Kamu gak apa?" tanya Jimmy ke Marni..
"Ti-tidak a-apa kak. Te-te-rima ka-kasih su-sudah ba-baban-tu a-aku."
"Iya, itu sudah tanggung jawab kakak kelas juga kan kalau liat junior aneh-aneh kayak gitu," Marni dan Jimmy tertawa. Tak sengaja Jimmy melihat kalung Marni, "Wah, kalung kamu bagus," ucap Jimmy.
Seketika membuat Marni gelagapan, langsung memasukkan kembali ke dalam bajunya. "Ma-ka-kasih."
"Kalau gitu aku ke sana ya." Jimmy menunjuk lapangan basket.
"Ba-baik Kak." Setelah itu Marni menuju Perpustakaan.
***
Marni membaca buku yang menurutnya menarik, dan datang seorang siswa laki-laki membawa buku dan duduk di sebelahnya.
"Eh, elu?" tanya siswa itu. Itu si cowok culun yang sama-sama dihukum dengannya waktu MOS hari terakhir. Marni mengangguk, dan melanjutkan kembali membaca. Siswa culun itu tampak melirik ke arah kaki Marni. "Udah gak salah pasang sepatu lagi kan?"
Marni menggeleng, memberi kode jari di bibir, tidak boleh ribut di ruang ini. Setelah itu, siswa bernama Joko membuka bukunya dan sama-sama terhanyut pada buku yang mereka baca.
...*bersambung*...
...Jangan lupa meninggalkan tanda jejak yaa.. LIKE, LOVE, GIFT & VOTE 🥰🥰🤩🤩😍😍...
...Terima kasiiiih.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Kiki Sulandari
Waah...si Marni mau cari gara gara,nih
Tenang Via,abang Jimmy ganteng akan menyelamatkanmu...🤭🤭🤭
2022-06-25
0
Zoeya Zunaira Seno
suara bellnya lucu skli thor
2022-06-02
1
Menik Purwanti
kumpulann org ganteng
2022-02-23
0