Security yang tadi memanggil kawan-kawannya, menunjukkan arah lokasi hal aneh yang dilihatnya baru saja.
"Di situ.. di situ... tadi gue lihat ada spyderman lagi naik sepeda di situ...!!" histerisnya pada anggota yang lain.
"Mana Jang?"
"Mana Brow...?"
"Mana Tong?"
Kawannya menyigi ke segala sisi bangunan, tetapi tidak melihat hal aneh apa pun.
"Tadi di situ....!!!" tunjuknya memastikan.
"CK...CK..CK.. tadi Lo lagi ngelindur ya?" celetuk yang lain.
"Enggak.. gue tadi dalam keadaan sadar...!!"
"Aaah Otong Ujang, Lo gangguin kerjaan kami aja..." dengus anggota security yang lain.
"Iya aaahh... padahal gue lagi nonton drakor on going di dalam..." celetuk yang lain.
"Ayooo balik...balik ..balik ke stand masing-masing...!" ajak yang lain.
"Ini dunia nyata brooo.. mana ada spyderman..." ujar yang lain lagi sambil menepuk-nepuk bahu si Ujang Otong.
Security yang menjadi saksi pemandangan tadi hanya mengucek-ngucek matanya, lalu menggaruk keningnya kebingungan, "Apa gue yang salah lihat tadi yak? Bener juga kata mereka, mana ada spyderman di dunia nyata ini?"
***
Sementara Via dan Stevan tengah asyik melakukan aksi gila mereka, melompat dari gedung ke degung, dan akhirnya Via menyerah.
"Aa..udah A.. pegel banget bokong gue duduk di sini..." Via menepuk-nepuk tangan Stevan yang tengah mengendalikan sepeda agar segera menghentikan aksinya.
Stevan segera menarik rem dan berhenti. "Sakit?" tanyanya dengan melirik ke b*kong Via.
Via mengusap-usap bagian belakangnya itu dan mengangguk. Stevan terkekeh Via mengaku tanpa rasa malu.
"Kenapa ketawa?" tanyanya.
"Enggak, gue hanya heran aja.." masih memperhatikan aktivitas Via tengah menghilangkan rasa sakit di bagian belakang tubuhnya itu.
"Kenapa?"
"Heran aja lihat cewek tanpa malu menepuk-nepuk itu..tu..." menunjukkan aktivitas Via tadi, "di depan gue tanpa rasa malu..." tambahnya.
Via mengernyitkan dahi, "Maksudnya?"
"Biasanya anak-anak cewek bakalan jaim lakuin hal aneh-aneh sperti itu di depan cowok..."
Via sudah merasa cukup baikan, berjalan mendekati Stevan, "Hal aneh apa?"
Stevan hanya merasa gemas dan gregetan pada cewek muda yang masih bau kencur ini. Lalu mengacak-ngacak rambut Via karena saking gemasnya.
"Nggak, menurut gue tadi yang Lo lakuin itu aneh aja di depan pria dewasa kayak gue..."
"Maksudnya kayak gini tu aneh?" sembari mempraktekkan menepuk-nepuk bagian belakanh tubuhnya itu.
Devan menelan salivanya, dan segera membuang muka. Nanti malah dibilang pedofil kalau begini aja udah jadi omes, sementara orangnya sendiri tak sadar apa yang dilakukannya ini bikin orang gregetan, batinnya lagi. "Udah.. aah.. udah bisa dilanjutkan lagi perjalananya belum?"
"Udah..." jawabnya singkat. Tapi memilih duduk di jok utama, "Sekarang kita tukeran... Aa yang duduk di sini..." menepuk-nepuk gagang besi bekas tempat dia duduki tadi..
"Ogah Ah.. gue kan tinggi.. Nanti malah nutupin penglihatan Lo nanti bisa jadi kecelakaan..." lalu dia berpikir kembali. Kemudian berjongkok melakukan sesuatu di bagian belakang sepeda itu, "Nah, Lo kuat nggak berdiri di sini?" mengatur bagian pijakan kaki di bagian roda belakang.
"Kita coba dulu, berapa lama gue bisa berdiri di sini..."
"Oke, kita coba dulu sambil jalan. Gawat juga kita lama-lama kayak gini. Bisa-bisa kita berdua masuk angin gara-gara cariin kaca mata Lo yang entah masih ada apa udah hilang."
Seketika Via ingat, dan memberikan tempat untuk Stevan dan dia langsung berdiri di pijakan belakang.
"Pegangan!" mengambil kedua tangan Via lalu dirangkulkan ke dadanya, sehingga Via mepet menempel di punggungnya.
"Iiiihhh... Lo cari kesempatan dalam kesempitan ya?" lengus Via kesal melepaskan kedua tangan dan turun dari pijakan tadi.
"Enak aja! Ini biar aman. Coba mikir sendiri posisi amannya gimana!?"
Tampak Via berpikir kembali, "B*kong gue dah ngga kuat duduk di sana. Sakit banget tauk...?"
"Lalu?" Stevan menunggu keputusan Via. Tiba-tiba Via dengan sendirinya naik ke pijakan belakang sepeda tadi dan memegang kedua bahu Stevan.
"Nah, gini aja..."
"Yaa.. terserah, pegangan yang kuat ya?" dengan senyum smirk Stevan kembali melajukan sepeda itu.
"Yaaa..." sambil mengencangkan pegangannya pada pundak Stevan.
Lewat aksi pankour ala mereka, akhirnya sampai juga di bagian Roff top Mall yang tadi dia kunjungi. Via turun mencoba membuka pintu tangga darurat dari gedung itu.
"Yak... dikunci..." lalu Via menendang pintu itu dengan kesal.
Stevan turun dari sepeda dan berjalan mendekat ke arah Via, "Kenapa Vi...?"
"Dikunci A.." jawabnya kesal...
"Nggak ada bawa alat-alat?" tanya Stevan.
"Enggak... kan tadi kita main cabut aja..." melihatkan kedua tangannya bebas tidak memegang apa pun termasuk ponsel.
Stevan teringat akan sesuatu, berlari ke arah sepeda, mengayuh sepeda itu ke arah Via. "Naik dulu, kayaknya gue pernah ke sini..." Via patuh dan langsung naik ke pijakan belakang.
"Kemana A?"
"Lihat aja..."
Stevan melajukan sepeda ke arah pinggir bangunan, dan kali ini kembali merayap dengan sepeda menuruni gedung itu. Karena gravitasi, tubuh Via terdorong ke bawah dan kembali menempel ke punggung Stevan.
Karena tubuhnya terdorong, Stevan sempat oleng, "Heeeii .. hati-hati...! Nanti jatuh gimana?" sungut Stevan.
"Ini gara-gara gravitasi tauk... Lo tadi .."
"Aa..." potong Stevan cepat.
"Aa ngga bilang-bilang mau merayap turun siiih.. tiba-tiba aja udah di sini..." rungut Via.
"Iya..iya... ini hanya ide yang muncul refleks aja..." lalu sepeda berbelok ke arah kanan.
Ternyata ada bagian kaca bangunan yang pecah.. "Nah.. kita masuk lewat sini aja.." dengan sedikit atraksi Stevan melompat masuk ke bagian dalam bangunan...
"Ini yang punya bangunan ceroboh sekali..." celetuk Via. "Masa ada kaca pecah nggak diperbaiki. Ini rawan maling..." tambahnya lagi.
"Iya... sekarang kita yang jadi malingnya..." sela Stevan dan terkikik menghentikan sepeda.
Via turun dari sepeda, "Ada apa A? Kok berhenti?"
Tampak Stevan tengah memperhatikan setiap sudut bangunan ini, menghitung sesuatu dan mengacak ponselnya.
"CCTV?" tanya Via, Stevan hanya mengangguk dan terus memainkan ponselnya dengan sebuah program yang sengaja disimpannya di dalam ponselnya. Beberapa detik kemudian lampu CCTV di lantai itu mati. Menandakan CCTV itu berhasil dinon-aktifkan oleh Stevan melalui perangkat kecil di tangannya ini.
Kembali Stevan naik ke sepeda, "Ayo..." dan dengan sigap Via sudah stand di pijakan belakang sepeda. Stevan langsung mengayuh sepeda dan menuruni tangga elevator, "Pegangan..." perintahnya.
Kali ini Via bener-bener baru melihat aksi Stevan di luar materi PR yang biasa dilakukannya. "Aa... gue bener-bener nggak tahu ternyata Aa jago banget kayak gini..."
"Lo pikir gue gabung dengan BOS hanya bermodal kemampuan otak aja?"
"Yaaa.. setahu gue tugas Aa tu cuma ngerjain tugas sekolah gue aja .."
"Di lantai berapa kira-kira?" tanya Stevan.
"Lantai satu..."
Mereka tadi masuk dari lantai empat. Jadi harus menuruni tiga tangga lagi. "Lo pegangan yang erat," konsentrasi turun dengan hati-hati. Mungkin gesekan roda sepeda dengan elvator itu menimbulkan bunyi meski dibuat sehalus mungkin oleh Stevan, tetapi mungkin tetap terdengar oleh petugas malam yang bekerja karena suasa sepi di malam hari.
Tampak lampu senter bergerak ke arah mereka. "Kita sembunyi dulu..." bisik Stevan. Via mengangguk, mereka mencari tempat persembunyian yang diperkirakan aman.
Mungkin security menyadari lampu semua CCTV mati, terdengar security memanggil-manggil nama sesama anggotanya.
"Ko... Ko...."
Terdengar langkah cepat mengarah ke sumber suara.
"Ada apa Pak?"
"Itu kok lampu-lampu di CCTV pada mati?"
Tak terdengar suara sejenak, "Iya ya... Apa CCTV dimatikan Doni? Saya cek ke control room dulu sebentar Pak..."
"Cepat lah, saya curiga ada yang masuk ke sini... tengah malam ini..."
"Baik Pak...segera laksakan..." terdengar suara derap lari yang semakin jauh.
Kembali tampak lampu senter menyigi seisi ruangan itu. Terdengar langkah yang semakin menjauh dan sepi.
"Ayo...!" ajak Via.
Kali ini Stevan memilih lewat di tangga belakang, jadi tidak menimbulkan suara yang mencurigakan. Sekarang mereka sudah di lantai satu. Lalu Via mengendap mencari-cari kaca matanya yang mungkim saja masih ada di sekitar sana.
Cukup lama Via dan Stevan merangkak mencari benda itu, bagai mencari jarum di tumpukan jerami. Benda itu tidak ditemukan.
Via menghembuskan nafas berat karena kecewa, benda yang susah payah dicari hingga ke sini tidak ditemukan. Benda paling berharga yang diberikan kakaknya telah hilang. Tiba-tiba Via sesegukan, merasa tidak ikhlas kehilangan kacamata ajaib itu.
"Vi... jangan nangis.. coba ingat-ingat lagi? Tadi kemana aja?"
"Tadi di rumah sakit sebelah gedung ini juga siih.."
"Ayoo kita ke sana..." Stevan kembali menaiki sepeda dan menjemput Via. Via naik dengan malas berasa akan sia-sia aja ke sana. Seingatnya dia tidak mengeluarkan apa-apa di sana.
Tiba-tiba lampu CCTV di ruangan itu menyala kembali.
"Aduuh...gawat...!!" Dengan kecepatan tinggi Stevan menyetel sepeda itu hingga sampai di pintu belakang. "Biasanya ini tempat keluar masuk petugas," bisik Stevan.
Ketika sampai di depan pintu, hendak membuka handlenya, ternyata dari balik pintu itu sudah dibuka oleh orang dari baliknya. Mereka tertangkap basah...
...*Bersambung*...
...Jangan lupa meninggalkan tanda jejak yaa.. LIKE, LOVE, GIFT & VOTE 🥰🥰🤩🤩😍😍...
...Terima kasiiiih.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Kiki Sulandari
Waduh....bakal ketahuan nih,..
Kemana Steven & Via akàn sembunyi?.
2022-06-30
0
Mutia Kim🍑
Spiderman naik sepeda 😭
2022-02-23
0
FieAme
aa stevan yg pnter
2022-02-18
2