Huh…bodoh…begooo…begooo..ckck… Kenapa gue hanya bisa mengacau? Padahal gue berharap bisa mengambil hatinya, tapi malah kacau begini. Sampai kapan gue di sini? Gue juga ingin pergi dengan dia.. Deval hanya bisa merutuki nasib sial yang menimpanya saat ini.
Dia sangat mengidolakan Via sejak pertama melihat gadis itu ketika memecahkan masalah yang melilit pamannya dengan rentenir. Sang paman yang mengeluh hutangnya tak habis-habis padahal sudah membayar tepat waktu. Tapi sang algojo terus menaikkan suku bunga sehingga hutang yang telah dibayar sudah lebih dari tiga kali lipat yang dipinjam.
Saat melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, rentenir yang dilaporkan seolah memberikan berkas berupa bukti pembayaran yang telah dimanipulasi. Sehingga polisi menganggap sang paman hanya berbohong untuk sekedar melepaskan kewajiban dari membayar hutang dan malah menyalahkan pamannya yang berani mencoba meminjam uang di fasilitas yang tidak memiliki izin yang layak.
Sang paman sempat mengalami frustrasi, dan Via menawarkan jasanya tanpa meminta bayaran sedikit pun. Padahal dia adalah detektif swasta yang notabenenya meraup honor yang besar di setiap tugas yang dikerjakan.
Kala itu Deval dan Devan masih kelas satu SMP, dan kelihatannya usia Detektif Cilik Via itu seusia dengannya. Saat itu, dia masih dikawal oleh detektif-detektif senior, yang mungkin berasal dari agensi yang sama dengannya. Tapi setahu dia, yang beneran mengungkap kasus itu sampai tuntas ialah Detektif Via itu sendiri. Dia yang mengusut bukti, dan mencari segala hal hingga bukti yang terkecil yang tak pernah terpikirkan oleh penyidik dewasa lainnya.
Akhirnya sang paman berhasil bebas dari lingkaran hitam tersebut, dan sang rentenir sukses dimasukkan ke dalam penjara. Itu adalah awal mereka tertarik dengan masalah-masalah penyelidikkan dan kriminal. Merengek pada kedua orang tua mereka dan akhirnya sang ayah menyetujui keinginan si kembar agar bisa belajar dengan penyidik senior yang kebetulan adalah saudara dari sang ayah.
Deval mendapatkan foto Detektif Via dari pamannya, dan diperlakukan dengan baik setiap harinya. Kemana-mana foto itu dibawa sehingga menjadi bahan Bullyan dari kawan-kawannya.
"Hahaha, Lo mimpinya ketinggian… Mana mau Detektif hebat temenan sama makhluk cupu kayak Lo?"
"Kalau Lo mau jadi detektif juga, sekarang tolong selidiki kenapa semut bisa salaman tiap kali ketemu kawannya?"
"Selidiki juga kenapa tokek bunyinya 'tokek'.."
Karena bullyan kawannya itu, Deval mencoba mengubah penampilannya Minyak rambut yang selalu dipakaikan oleh ibunya, dicuci lalu dibiarkan Surai rambutnya lepas jatuh hingga jatuh menutupi keningnya.
Dia tersenyum bangga akan dirinya sendiri, "Waaahhh… Ternyata aku ganteng juga kayak begini Via?" Dia berbicara dengan foto Via yang dimilikinya. Kemudian diganti lagi gaya saat menggunakan wax, semua rambutnya didirikan, hmmmm… "Gimana menurut kamu? Kok menurutku aneh ya?" Masih melihat ke foto Via lalu dirombak lagi..
"Walaaaahhh…anak Mama, cakep banget…" Sang ibu tiba-tiba sudah masuk dalam kamar Deval, diikuti oleh Devan yang juga cekikikan. Di tangan Deval, sang ibu melihat ada foto Via yang dia tahu itu didapat dari saudaranya di Bandung. "Waaaahh… Anak Mama otewe jadi anak bujang nih.. sebentar lagi bakalan bawa cewek ke rumah ya?"
Deval yang merasa malu, menyuruh ibu dan adik kembarnya meninggalkan dia sendiri. Mama keluar dengan senyuman, diikuti cekikikan Devan.
"Ada yang lagi puber…" celetuk Devan.
"Apaaa?" teriak Deval marah.. lalu Devan segera kabur sembunyi di balik sang Ibu..
"Udah…udah.. pandai bilang orang puber segala. Emangnya kamu tahu puber itu apa?" Tanya sang ibu..
Devan hanya menggeleng, "Aku hanya ikutan kata Mama, tadi Mama bilang Deval udah puber, ya aku ikutan juga…" ucapnya dengan polos .
Sang ibu kaget, menepuk mulutnya, "Aduh, mulut Mama ini ya.. kadang Mama suka khilaf asal ngomong di depan kalian…"
"Puber..puber..puber…" Devan masih menggoda Deval, sambil mencibir.
Deval menajamkan pandangannya pada Devan, "Awas Lo ya.. ketangkap gue bacok!"
"Husss..husss.. ngomong apa sih Nak…" sang ibu menenangkan Deval, "Puber itu fitrah kok Val. Itu pasti dilalui oleh semua manusia. Itu adalah peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Jadi sekarang Deval itu sudah dewasa. Sudah mengalami jatuh cinta.." terang sang Ibu.
Deval mengangguk, "Berarti Deval udah bisa nganterin Mama ke pasar dong? Gak kayak Devan masih anak kecil…" ujar Deval merasa menang dari Devan.
"Devan sudah dewasa juga kok.." ucap kembaran nya tak mau kalah.
"Udah..udah.. jangan berantem lagi!" lerai sang Ibu, "Devan! Kamu kerjakan tugas di kamar kamu! Deval, kalau udah selesai gaya-gayaannya, kamu beresin kamar yang sudah kamu acak-acakin ini."
"Kan ada bibi Mah?" tolak Deval.
"Ini hukuman! Jangan membantah! Setelah itu, nanti Om Gunawan akan jemput kalian buat belajar menyidik lagi…"
Devan dan Deval terpaksa mengangguk dan melaksanakan ultimatum dari sang Ibu.
"Aku jadi kena marah gara-gara Devan ni Via…" dia mengadu pada foto Via yang masih dipegangnya.
****
tok
tok
tok
Terdengar ketukan pintu, sang Ibu bergerak dari sofa tempat duduknya berjalan membukakan pintu. Ternyata itu Via, Sabrina dan Devan.
"Bagaimana sekarang kondisi Deval Ma?" tanya Devan. "Papa mana?" sang ayah tidak terlihat di ruangan itu.
"Papa lagi pulang ke rumah, ambil peralatan yang dibutuhkan untuk Mama jaga di sini. Kalau Deval, Yaaa…mungkin karena masih pengaruh penghilang rasa sakit, Deval udah tidur lagi. Dari tadi dia menanyakan kalian terus, kok lama, katanya…"
Via berjalan ke tepi ranjang Deval, "Ya udah Tante, gak apa. Kalau dia sudah tidur, kami pulang dulu ya Tante…"
Tiba-tiba Deval terbangun dan meraih tangan Via secepatnya, "Jangan pergi!"
"Kok tiba-tiba si jutek jadi cengeng gini?" goda Devan.
"Diam Lo!" ucap Deval ketus.
"Lebih baik Lo istirahat yang banyak ya Val.. biar lekas sembuh, dan lekas sekolah…"
"Iya, gue istirahat kok. Tapi bisa ngga Lo di sini sebentar lagi?"
Via menoleh ke arah jam tangan, "sekarang udah cukup malam Val. Gue juga harus mengerjakan tugas untuk besok. Nanti pulang sekolah gue usahain ke sini…"
Alis Deval naik sebelah, "Ternyata Lo sekolah juga?"
"Iya lah sekolah, umur gue masih wajib belajar keles…"
"Gue kira Lo skolah di rumah aja…"
"Orang tua gue gak suka demikian. Mereka ingin gue bisa berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya juga. Tapi ya..kenyataannya..."
"Ooohh.. bagus lah kalau pikiran orang tua Lo kayak gitu… Kalau gitu Lo sekolah dimana?"
Via hanya tersenyum simpul, "Ya sekitar sini aja.. gak jauh-jauh kok…" Padahal kita sering ketemu, batinnya.
"Siapa tau lain kali bisa gue jemput?"
"Ciiiieee. Cieee ..ada yang melayangkan serangan fajar…" goda Devan, lalu mikir lagi, "sekarang malam ya? Ya gitu lah.. dipepet terus sang pujaan hatinya…"
Sontak ucapan Devan membuat Via merasa malu, wajahnya jadi terasa panas. Kurang ajar banget si Devan, bikin gue malu di depan emaknya, batin gadis itu dengan rona buah ceri di pipinya.
"Diam Lo!" ujar Deval kesal melotot pada Devan.
Irin hanya mesem-mesem mendengar percakapan yang absurd menurutnya itu. Melihat wajah Via pertama kali bersemu ini aneh baginya. Padahal ada yang selalu baik di sebelahnya, malah sukanya yang seperti ini, Irin berbicara dalam hatinya.
"Ma, bolehkah meninggalkan aku berdua dengan Via dulu?" pinta Deval yang merasa kesal terus diganggu oleh kembarannya.
"Eeeiiit… Gak boleh ditinggal berdua aja Ma . Nanti yang ketiganya itu setan gimana?" sela Devan.
Sang ibu langsung mencubit pinggang Devan.. "Awww… Sakit Mah …"
"Lo yang setannya!" umpat Deval.
"Sssstttt…." sang Ibu mulai kehilangan kesabaran. "Kamu Devan, gangguin Deval terus. Biar aja dia ngobrol sama cinta pertamanya…" sang ibu nan cantik itu keceplosan. Tersadar lalu menutup mulut melirik ke arah Deval, dan cowok di atas brangkar itu mengernyitkan dahi.
Heran punya saudara dan Ibu yang susah menahan omongan, batinnya.. Oiya, memang sifat Devan turun dari Mama.
"Ya udah, kita keluar dulu. Yang pasti Deval ngga akan bisa macam-macam sama Via kan…? Kalau masih bisa macam-macam, Mama yakin Via dengan gampang lumpuhkan manusia pesakitan ini," ucap sang ibu. Lalu sang Ibu, Devan, dan Irin keluar memberi ruang untuk mereka berdua berbicara.
"Maaf ya, keluarga gue pada bawel semua…"
"Iya, gak apa.. gue senang kok…melihat keakraban keluarga kalian…"
Akhirnya Deval menghembuskan nafas lega, seperti melepaskan hal yang dari tadi membuat perasaanya tegang, takut Via merasa jengah dengan keadaan keluarganya yang ember bocor semua.
"Bagaimana dengan yang Lo bilang tadi? Beneran ditawarin ni belajar sama kakak-kakak yang tadi katanya dari BOS?"
"Iya, nanti.. gue izin dulu sama pimpinan BOS. Sekarang Lo harus semangat untuk sembuh…"
"Via, gue tahu sebenarnya ini bukan saat yang tepat, apalagi kondisi gue yang seperti ini. Tapi jujur, gue sulit untuk terus menyimpannya.."
Via sadar bahwa Deval akan menyatakan perasaannya. Namun dia merasa belum siap untuk itu. Pekerjaan dan sekolahnya saja sudah cukup menyita waktu. Pekerjaan yang digeluti ini cukup berbahaya bagi orang-orang sekitarnya. Menjaga Irin saja sudah cukup merepotkan dia, jika ditambah lagi dengan Deval, malah akan membuat semua semakin kacau, dan beban pikirannya malah semakin bertambah.
"Via… Lo udah punya orang yang disuka? atau mungkin pacar???" Via diam yang cukup lama, karena asik dengan pikirannya, hal itu membuat Deval menjadi tidak sabar, "Via?" bentaknya.
Akhirnya Via kembali ke tubuhnya setelah sesaat terbang entah kemana, "Hmmm… Enggak siiih…"
"Jadi, lo mau nggak jika gue jadi supir atau tukang ojek buat lo?"
Walau cara menyampaikan Deval terasa lucu baginya, tapi dia merasa saat ini belum tepat untuk mereka, "Hmmm… Val.. Val… Gue mau jelasin ya, biar Lo gak makin salah paham. Gue itu belum bisa…"
"Belum bisa apa?" Deval menyela sebelum Via selesai berbicara dengan sedikit bentakan.
"Please, jangan motong sebelum gue selesai…!!"
"Ya udah lah Via, Lo boleh pergi…" wajah dan suaranya seketika berubah menjadi dingin..
"Dengarkan penjelasan gue dulu Val, gue..gak boleh..punya …"
"Gue bilang Lo boleh pulang…" kembali dipotong Deval dan membuang muka.
"Val… Mau denger penjelasan gue gak sih?"
Dalam hati Deval tengah berteriak, dia sadar Via menolaknya. Bagaimana pun bentuk alasannya, bagi dia itu sebuah penolakan. Ditolak oleh gadis yang dipujanya sejak beberapa tahun lalu. Seketika harga diri dan kepercayaan dirinya jatuh. Sebelum ini dia sempat yakin bahwa Via juga memiliki rasa yang sama, melihat bahasa tubuhnya akhir-akhir ini memperlakukan Deval. Tapi mengapa Via menolaknya?
"Val… Dengerin gue…"
"Gue mau istirahat.. Lo boleh pulang. Gue akan berterima kasih jika kita tidak bertemu dulu…" ucapnya dingin tanpa melihat ke arah Via.
"Ya udah lah, terserah Lo .." Via keluar dengan marah, "Cemen!" umpatnya dan membuka pintu dengan kasar lalu menghempaskannya.
"Siapa itu yang membanting pintu?" hardik perawat.
Devan dan ibunya terkejut melihat raut wajah dan tindakan Via barusan. Via menarik Irin dan Irin hanya patuh mengikuti Via yang sama sekali tidak bersuara, meninggalkan tempat itu tanpa pamitan.
Sedangkan wajah Deval tanpa ekspresi, sangat dingin dalam diamnya.
"Eeeh… Vi… Kita pulang aja nih? Ngga pamitan dulu?"
Tiba-tiba Via berhenti, "Oh… Iya… Tapi perasaan gue lagi gak enak. Tolong Lo aja yang bilang pada Tante dan Devan.."
Irin mengangguk dan kembali menemui ibu dan anak itu untuk berpamitan...
...*Bersambung*...
...Jangan lupa meninggalkan tanda jejak yaa.. LIKE, LOVE, GIFT & VOTE 🥰🥰🤩🤩😍😍...
...Terima kasiiiih.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Kiki Sulandari
Deval...jangan egois doong...
Dengarkan dulu penjelasan Via....
2022-06-29
1
ponakan Bang Tigor
wiiii polos banget kau deval
2022-04-23
0
Indah ES
😓😓😓 devalnya baperrrr
2022-03-18
1