Mobil terhenti didepan mansion utama milik keluarga Arsen, Queen yang menyadari adiknya masih terlelap segera menggoyangkan tubuh Gerald palan "rald rald.. cepat bangun sudah sampai"
Gerald membuka matanya perlahan dan segera duduk dengan tegap.
"tidur beberapa menit saja kamu sudah mengeluarkan air liur?"
Gerald terkesiap, dia secara spontan mengusap sudut bibirnya dengan panik.
"hahaha... padahal kak Queen hanya ingin menggodamu saja rald" ujar Gerrell lalu dia keluar terlebih dahulu.
Gerald menoleh kesamping dimana Queen sedang melipat bibirnya kedalam menahan tawa, dia mendengus kesal dan segera membuka saltbelt yang terpasang ditubuhnya.
"aduh, jangan marah dong anak kulkas" ujar Queen menggoda Gerald, sungguh dia suka sekali menggoda adiknya yang datar itu.
"kaaaak.... jangan menggodaku!"
"hahaha.. baiklah baiklah, cepat turun dan tidurlah dikamar" menepuk kepala Gerald dengan lembut.
Gerald segera keluar dan hendak masuk kedalam mansion, dia menoleh kebelakang dimana Queen masih duduk dikursi kemudi
"kakak tidak masuk?"
Queen menggeleng, dia mengeluarkan kepalanya dijendela mobil "tidak, kakak ada urusan, bye adik kecil" melambaikan tangannya dan segera memundurkan mobil, dan setelah mobil sudah dalam posisi yang pas Queen segera pergi meninggalkan mansion.
Gerald menatap kepergian Queen dengan pandangan yang sulit dimengerti, dan setelah mobil Queen tak terlihat Gerald baru masuk kedalam mansion dan segera pergi kekamar untuk tidur.
**
Queen memasuki markas Tiger White, semua anggota menunduk penuh hormat saat Queen melewati mereka, menyapa Queen meski gadis itu hanya menunjukan wajah datar.
"selamat malam nona Queensha"
Queen menoleh kesumber suara, dimana seorang pria berjalan kearahnya "uncle Arlendra" ucapnya, dia memeluk pria paruh baya itu sebentar.
"ada apa nona Queen kemari?" tanya Arlendra sopan.
"aku bosan, jadi aku kemari"
"oh begitu, nona saya ada urusan, saya pergi dulu" melangkah meninggalkan gadis itu.
Queen mencegat tangan Arlendra, dan hal itu sampai membuat Arlendra terjengkang kebelakang, pria paruh baya itu jatuh terduduk.
"aaahhhhk uncle tak apa?" malah gadis itu yang memekik panik, dia menarik tangan Arlendra membantu pria itu berdiri.
"gadis sekecil ini bisa menjatuhkanku hanya satu kali sentakan?" gumam Arlendra terkagum, mengabaikan bokongnya yang terasa linu.
"pasti sakit kan? tadi aku juga jatuh seperti itu dan rasanya sakit sekali"
Arlendra menghela nafasnya panjang, mengusap kepala Queen lembut "uncle tak apa"
Queen bernafas dengan lega "huuuhh syukurlah.. oh ya uncle tadi mau kemana?" tanya gadis cantik itu.
"uncle ada pekerjaan nona"
Arlendra menatap curiga gadis yang sedang berbinar menatap dirinya itu "apa yang kamu pikirkan?" tanyanya curiga.
"hehehe aku ikut ya?" menggoyangkan lengan Arlendra, dia seperti anak kecil yang meminta permen pada unclenya.
Arlendra terdiam, dulu dia sering kali dirampok oleh gadis dihadapannya itu karena tak tega melihat wajah Queen yang memelas "tak boleh" melepaskan tangan Queen lalu berlalu pergi agar tak goyah.
"uncle tunggu! aku sudah lama sekali tak main pistol"
Arlendra memutar kepalanya "anak kecil dilarang memang benda berbahaya seperti itu" ucapnya tegas.
Queen kembali mencekal tangan Arlendra "aku sudah besar, lihat aku sudah setinggi ini masih saja mengataiku anak kecil"
"sebesar apapun kamu, menurut uncle kamu adalah bayi"
Queen menghentakan kakinya kelantai "aaaa uncle, aku nangis nih"
Arlendra terkekeh, dia merasa lucu melihat gadis kecil itu merajuk "baiklah jangan menangis"
"aku belum menangis kok" jawab Queen santai.
"tadi katanya mau nangis?" Arlendra semakin suka melihat Queen merengek.
"uncle..."
"baiklah baiklah, uncle tak akan menggodamu lagi, ayo ikut"
"yeeeaa" pekik senang gadis itu, dia mengikuti langkah kaki Arlendra yang ternyata berjalan kearah dalam markas bukannya keluar.
"loh.. kenapa kita masuk kedalam?" tanya Queen heran.
"katanya mau ikut uncle bekerja, ayo"
Langkah kaki Arlendra berjalan kearah ruang komputer markas Tiger White.
"wait wait" Queen menarik kaos bagian belakang yang dikenakan oleh Arlendra. "ngapain kita kemari?"
"tentu saja bekerja"
"yaaa!! uncle membohongiku ya?!" pekik gadis itu tak terima.
"siapa yang berbohong?" tanya Arlendra, dia menaik turunkan alisnya menatap wajah cantik Queen.
Queen berfikir sejenak, lalu matanya melotot saat menyadari sesuatu "jangan katakan kalau uncle mau bekerja didepan komputer"
"tentu saja!"
"aaaa menyebalkan sekali" berjalan meninggalkan Arlendra yang sedang tertawa.
"mau kemana nona?"
Queen menoleh kebelakang "bukan urusan uncle!" pekiknya bersungut, dia kesal sekali agaknya.
Langkah Queen semakin masuk kedalam mansion, dimana dia sampai diruang latihan, terlihat masih ada anak buah Arsen yang sedang berlatih padahal ini sudah malam.
Dia pada akhirnya hanya memperhatikan di luar ruangan.
greb
Queen terkejut saat ada tangan yang menepuk bahunya, dia menoleh kebelakang sembari mengangkat kepalan tangan "Danzel" ucapnya riang, dia yang tadi hendak melayangkan pukulan dia urungkan.
"kak Queen mau memukulku?" tanya Danzel ketus.
"tentu saja tidak, siapa juga yang mau memukul pemuda tampan sepertimu"
pluk pluk.
Menepuk kepala Danzel pelan.
"issh.. aku bukan anak kecil kak" menampik pelan tangan Queen, lalu melangkah pergi.
"kamu mau kemana?" tanya Queen, dia menggandeng lengan Danzel.
Danzel menatap tangannya, lalu menoleh kearah wajah cantik Queen "kakak selalu saja seenaknya sendiri menyentuh tanganku!" ucapnya bersungut, dia melepaskan tangan Queen dengan cepat.
Dia adalah pria yang sedang beranjak dewasa, menempel dengan gadis secantik Queen membuatnya takut memiliki perasaan lebih pada gadis yang sudah dia anggap seperti kakak sendiri itu.
"ck.. kamu menyebalkan sekali"
Danzel adalah teman kecil Queen dan sikembar, mereka tumbuh besar bersama sehingga Queen sudah menganggap Danzel seperti sikembar walau tak memiliki ikatan darah.
"kau habis ngapain disini?" tanya Queen penasaran.
"biasa"
Queen menoleh kearah Danzel "penjara bawah tanah?"
Danzel mengangguk.
"kau menyiksa musuh lagi?" tanya Queen.
Danzel mengangguk lagi, dia menoleh malas kearah Queen "ya, aku habis melakukan eksperimen"
"apa?"
"menyambung kaki musuh"
Queen mengkerutkan dahinya, dia bingung agaknya.
Danzel yang tahu kalau Queen bingung menjelaskan "tadi aku baru saja menyambung kaki mayat ke kaki musuh uncle Arsen, dia sekarang memiliki kaki empat" ucapnya cuek.
Queen terbelalak "benarkah? kenapa tak mengajakku?" ucapnya merajuk.
"kapan kapan aku akan mengajak kakak, sekarang aku lelah mau pulang, aissh sudah jam segini, semoga mami sudah tidur atau nanti aku akan digantung olehnya"
Queen tertawa "dasar anak mami, bye bye tampan" melambaikan tangan, dia memperhatikan Danzel sampai tak terlihat lagi lalu gadis itu berjalan menuju penjara bawah tanah untuk melihat hasil karya Danzel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Tha Ardiansyah
Serem amat ngebayanginnya, sifat danzen pasti nurun dari Bastian
2022-02-24
1
Nurhalimah Al Dwii Pratama
koplak danzel ganteng kon gx kyk Darren dewasa org luar sendiri
2022-01-10
1
kemi kesi
jangan bilang danzen anaknya bastian
2021-12-18
9