Beristirahat dua puluh empat jam setelah dua puluh satu jam mengudara dirasa cukup memulihkan tenaga.
Kini ia akan menghadiri sebuah acara yang mencetak sejarah untuk dirinya sendiri
" Ini dia kita sambut kehadiran ibu Almira Sharman, kepada yang terhormat, dipersilakan naik ke atas podium untuk sambutannya."
Riuh tepuk yang ia dapatkan, bisik bisik sesama pengusaha yang memuji kehadirannya di atas podium.
Langkah kaki dengan high heels setinggi lima belas centi beriringan dengan deru langkah seorang Almira Sharman.
Senyum terbaik yang ia tunjukan apalagi sorot kamera dan pujian ia dapatkan tidak henti hentinya berdatangan.
Diatas podium, gemerlap seorang Almira sangat memukau, usai menyampaikan pidato singkat ya, ia kembali menerima sebuah penghargaan, dari seorang ketua Ciputri group.
Jika sudah ada penyerahan penghargaan, sudah dipastikan akan ada yang berbeda dari seorang Almira, menjadi seorang yang penting sekelas Ciputri group milik sang kakek.
Ketika selesai, semua para kolega dan pemegang saham berhamburan mengucapkan salam kepada sang bintang malam ini.
Sesosok pria yang ia tunggu sedari tadi dengan mengeraskan rahang wajahnya namun disambut dengan tatapan senyum elegant sang bintang
" Terimakasih atas kebersediaannya untuk datang, senang bertemu denganmu Elang Daniswara."
Merasakan dalam keadaan yang menahan amarah akibat banyaknya tamu kehormatan maupun kolega bisnis penting melihat wanita yang dahulu telah menghancurkan masa depannya.
Persetan dengan wajah licik yang dulu ia kenal sedang menjelma menjadi seorang bidadari baginya tidak ada berubah.
Melihat keduanya bersitegang, semua yang menatap berdesas desus membuat suhu ruang menguap padahal pendingin ruangan begitu kencang.
" Aku harus pergi, selesaikan acara dengan laporan."
Saat melangkah pergi, sang sekretaris Johan memperingatkan " maaf tapi pak dua puluh menit lagi, akan ada makan malam dengan beberapa relasi maupun kolega," Elang tidak bisa berkutik, agenda rutinitas yang entah sudah sejak kapan berdiri yg paling penting jika seorang petinggi maupun tamu kehormatan datang berkunjung.
Lebih tepatnya kepala komisaris yang mengundang wanita itu.
Bukan ia tidak mau tahu, ia mencoba menuliskan ataupun membutakan mengenai perempuan yang sedang menjadi bintang utama tsb.
Ketua komisaris benar benar menyiapkan segala sesuatunya bahkan makan malam bersama kolega dan relasi sudah disiapkan dan yang dipilih adalah restoran dengan main menu masakan Perancis.
Bisa dipastikan, Elang tidak akan berbaur dengan pembicaraan maupun sekedar intermezo yang tercipta sesama relasi karena ia lebih memilih fokus pada makanan yang sedang ia nikmati.
Hanya anggukan dan senyuman tipis lah tanda ia menjawab pertanyaan yang terlontar.
Bukan Almira tidak tahu Elang tidak menyukai kedatangan nya, justru ia sedang menikmati keadaan yang telah tercipta sebuah kecanggungan besar.
" Tuan Elang Daniswara, apa anda membutuhkan sesuatu?" Almira seolah peduli dan semua orang yang sedang berswafoto ria maupun berbicara mengenai apa saja berhenti sesaat ketika melihat interaksi Almira dan Elang tercipta tanpa mau tahu siapa yang menciptakan terlebih dahulu
" Tidak terimakasih."
Dengan senyum tulus yang tercipta, semua memandang Almira dengan sopan dan tentu cara yang cantik, semua memujinya terkecuali Elang.
Mulai detik ini, saat ini kehidupan yang dahulu tenang, kini mulai terusik karena ia telah kembali.
Wanita itu telah kembali.
Masa lalu kelamnya telah kembali.
Entah siapa yang kini meneruskan luka yang sempat tertunda mungkinkah dirinya atau ia sendiri.
Memilih pergi setelah menyelesaikan makan malam penting dan menghindari senyuman indah namun mengerikan dari seseorang.
Dan disudut restoran, sang wanita tersenyum licik atas apa yang dirasakan oleh sang pemilik tubuh.
Jika dahulu, ia yang memberi luka, kini ia yang akan menciptakan luka nerakamu ada padaku.
*************
Bagi Almira, hidup berdampingan dengan senyum dan dihargai adalah suatu keharusan karena hidup sesama yang saling berdampingan di negeri Pertiwi tercinta adalah hal yang utama.
Tapi itu dulu, sebelum dia menyakiti, sebelum dia memberi luka, sebelum ia menyebutnya *******, perebut maupun hinaan dan pengusiran yang ia terima.
Bukan Almira yang polos, bodoh, tidak tahu apapun tentang rasa sakit.
Kini, Almira yang sekarang adalah Almira yang pernah ditorehkan luka, pernah diberi hinaan, yang takkan pernah bisa sembuh meski dirinya mencoba menutup mata dan telinga yang telah memberi luka tanpa darah yang menyisihkan masa kelam.
Ingatannya tentu akan abadi dan kekal mengingat kenangan yang takkan pernah bisa disalahkan.
Ingatan yang tertuju pada sosok penerus Daniswara grup sang pimpinan yang telah diberi mandat oleh temurun nya Daniswara grup.
" Permisi nyonya, diluar sudah ada pimpinan Daniswara grup dan Toshaba group."
Sang sekretaris bernama Aline memberitahu kedatangan tamu penting dan senyum mulai terbit tatkala mendengar berita membahagiakan itu.
Pintu lift terbuka menampilkan sosok anggun dan memukau, menggunakan dress hitam ditutup dengan blazer serupa, tubuh langsing nan menggoda mata para lelaki dan aura kecantikan yang ia torehkan kepada siapapun.
Langkah awal memulai sebuah genderang hanya menggunakan nama sakti sang kakek ia diberi mandat kuasa hanya untuk Almira Sharman.
Langkah heels yang beradu dengan lantai mengiringi kedatangannya ke ruang meeting private room yang disana sudah ditunggu tamu kehormatannya.
Senyum mengembang terbit saat berpapasan dengan seorang karyawan yang direkrut dan turut andil membesarkan perusahaan dan membantunya menjalankan bisnis selama ini, Sasongko Wijoyo.
Sosok Almira memang baru bagi kehidupan perusahaan sang kakek, wajar saja untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki di gedung kebesaran milik sang kakek yang sudah satu Minggu diberikan setelah pelantikan dan pemberian penghargaan sebagai direktur baru.
Banyak yang memujinya namun tidak sedikit yang mengunjunginya.
Tiba di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas seperti ruangan main meeting namun cukup menampung sekitar sepuluh orang, pintu kaca ia buka memperlihatkan sosok seorang pria yang menatap intens dari seorang pemilik Toshaba, tidak adanya tanda kehidupan yang lain dari sosok yang duduk di masing masing sofa single, Almira pergi duduk didekatnya.
Aline meletakkan benda pipih berukuran sepuluh inci yang ia sengaja siapkan milik sang pimpinan dan juga beberapa berkas penting yang ada di meja, setelahnya ijin pamit dengan hormat.
" Cukup cantik dan berwibawa untuk ukuran pemimpin Ciputri group."
Senyum terbit dari bibir sang pelaku pemberi pujian, memang pria manly tersebut sudah dikenal di kalangan pebisnis yang bermain elite dengan wanita kalangan menengah keatas.
" Senang berkenalan dengan anda tuan Adiwilaga."
Balasan yang cantik dan memukau untuk ukuran pria sangar berbentuk manis setidaknya lebih cocok sebutan tersebut selain sebutan pimpinan Toshaba Group.
" Wah… senang bisa dikenal dengan wanita sekelas anda nyonya."
Riuh tawa yang tercipta sangat terkemuka dan tidak dibuat buat artinya semua dalam mode senang.
" Bagaimana dengan tuan Daniswara, tidak mungkinkan anda tidak mengenalnya?"
Tentu mengenalnya bahkan sangat mengenalnya.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
WeenezDe
ooh ada sang mantan juga
2022-02-08
0