Kembalinya Natan

                                                    

"Nariswari!" Juni memanggilku. Dia tiba-tiba masuk menerobos gerbang yang terbuka. Motor thunder hitamnya masih digasnya. "Ayok cepat naik!"

"Ada apa?"

"Cepet! Ini penting!"

Aku pun diajak Juni ke jalan MH Thamrin, lalu dia menghentikan thundernya di bangunan bertingkat yang dicat full putih, dia mengajakku masuk, dan seketika mataku membulat, lalu langsung risih melihat ruangan remang-remang dengan pemandangan orang-orang di sini. Mereka goyang-goyang, berdiri kelimpungan, minum-minum sambil bermesraan.

Kenapa Juni mengajakku ke sini?

"Tidak usah kaget melihat beginian, dulu suamimu besar di sini. Dan, lihat di sana!"

Juni memberi kode ke depan, aku bisa melihat di sudut sofa, melihat seseorang yang benar-benar aku kenal duduk di situ. Dan dia tidak sendirian.  Natan bercengkerema dengan Mimi. Mantan istri pertamanya. Mereka saling bersulang.

Apa yang terjadi? Apa ini mimpi? Apa Natan melupakanku?

Natan berhenti ketika melihatku di antara para tamu. Aku menatapnya sendu. Mimi lalu melihatku. Wajah cantiknya tersenyum sinis. Lalu dia mengecup Natan.

Dan aku berlari pulang.

"Natan selingkuh!"

"Juni, aku ingin sendiri." Aku melambai tangan lalu berlari sendiri.

Kenapa ujian ini berat sekali? Sempat aku berpikir untuk mengakhirinya. Tapi, itu adalah perbuatan seorang loser. Lari dari ujian. Tentu ada sebab, baru rasanya kemarin Natan sadar. Lantas, apa yang membuatnya langsung berubah? Apa dia masih Natan yang dulu? Apa dia sudah bosan?

Berhari-hari Natan tidak pulang. Dan tentu saja bersama Mimi. Dengan seperti ini, alasan apa lagi yang membuatku bertahan?

Aku sudah tidak punya alasan lain!

Semuanya gelap!

Tengah malam. Aku mendengar suara gedoran kencang, bersama suara seseorang di luar. Aku keluar, melihat Pak Surip membukakan pintu. Tampaklah Natan dan Mimi berjalan kelimpungan di rumah ini. Mereka mengabaikanku. Lalu masuk ke kamar.

Apa yang telah terjadi?

Aku begitu bodoh!

Pagi hari, aku menunggu mereka bangun di ruang keluarga, di depan meja makan. Natan pun baru bangun setelah matahari sudah meninggi, lalu dia muntah-muntah, setelah itu barulah mencuci muka di wastafel dan meminum air. Dia syok melihatku menatapnya tajam. Lantas mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi.

"Kamu mengajak Mimi tidur di kamar kita," kataku getir. Itu susah sekali diucapkan. Bibirku bergetar. Juga seluruh badan. Aku memohon untuk dikuatkan. Natan pun kebingungan. Dan aku berpaling dari wajah kuyunya. "Kembalillah ke Mimi secara sah kalo kamu mau, tentu kamu mau, toh, jangan seperti ini! Malulah pada Tuhan! Makanlah dulu, setelah itu, pergilah ke pengadilan agama!" Aku tegas berucap, tanpa melihatnya. Sumpah aku tidak ingin melihatnya!

Natan terdiam. Mimi terbangun, mungkin karena mendengar suaraku yang meninggi. Lalu ia menatapku sebagai seorang tamu. Dia berjalan dengan kelimpungan, "Kalo selama ini kamu merasa seperti permaisuri. Kamu salah! Karena kamu hanya selirnya, dan permaisuri Natan sudah kembali." Mimi tertawa seperti anak-anak. Kuakui, mereka memang cocok satu sama lain. Dan aku seperti menjadi orang ketiga. Aku pun berjalan ke arahnya.

"Setidaknya perbaiki dulu bajumu!" Aku yang kini di sisinya, menarik naik gaun Mimi. Aku hendak ke kamar, untuk segera mengemasi barang-barangku.

Lalu aku terhenti, "Kalo kamu sama Natan, jangan biarkan dia minum alkohol, kalo kamu mau dia hidup."

"Cerewet." Mimi berkomentar. Mata Natan yang sipit lalu membulat. Aku pun masuk ke kamar. Memandangi kamar ini. Kamar yang akan aku tinggalkan, dan tidak akan pernah kembali lagi ke sini!

Kudengar dari sana Mimi menyuapi Natan dengan manja. Apa benar dia Natan yang selama ini kukenal? Apa laki-laki memang seperti itu? Begitu mudah melupakan perempuan kedua saat yang pertama kembali? Dia telah menghapusku tanpa jejak.

Aku tidak tahu apa-apa soal ini. Yang kutahu, Mimi kembali dan Natan menyambutnya.

"Kamu akan ke mana?" Cegat Natan di luar.

"Aku akan pulang."

"Ke Sultra?" Natan tampak begitu khawatir. Aku mengangguk tidak peduli.  "Jauh sekali."

Hari yang dijanjikan Juni ternyata terwujud juga. Ini nyata, bukan imajinasi!

"Kenapa kamu khawatir? Gak usah khawatir! Urus saja urusanmu sendiri!" Aku memandang tajam.

"Kamu tidak tinggal bersama Juni?"

Aku pun mendekati Natan. Lalu meninjunya. Dia meringis. Mimi yang melihat kami dari balik pintu lalu maju melindungi Natan.

"Kamu ngapain, hah?" Mimi mendekatiku geram, Natan pun menariknya.

"Kamu mau kupukul juga?" Aku menatapnya tajam, lalu maju mendekati Mimi. Dan, dia lari bersembunyi di balik punggung Natan.

"Untuk apa aku tinggal bersama Juni. T-o-l-o-l! Dia, kan, bukan suamiku?! Aku heran, suamiku bahkan tinggal bersama perempuan yang tidak jelas statusnya. Dan sekarang aku tidak bisa tinggal bersamanya. Suamiku pembohong! T-o-l-o-l!"

Pengendara motor dan mobil melambatkan lajunya karena tertarik melihat adegan kami. Aku pun menutup mulut. Dan jalanan pun menjadi agak macet.

Kendaraan online yang kupesan pun sampai. Natan masih melongo. Setan apa yang ada dalam kepala Natan? Aku ingin menghajarnya! Aku ingin menghajarnya! Aku ingin menghajarnya!

Tapi, kutahan, lalu segera kubanting pintu mobil membuat semua kaget termasuk sopir muda di sampingku. Aku meminta maaf. Lalu menangis. Mana mungkin aku menangis di depan mereka? Kalau itu yang aku lakukan, tentu aku lemah dan kalah. Mereka pasti akan tertawa.

Mataku perih. Tenggorokanku kering sakit. Aku masih ingin menangis, tapi air mataku sudah kering. Aku menyendiri di kamar kos yang baru, dalam gelap, seperti inilah ternyata rasanya suami berselingkuh, lebih sakit daripada dia mati.

Aku tidak tahu sampai kapan hatiku bisa sembuh. Berharap waktu berlari cepat, tapi semua terasa melambat. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan?

Dia dulu juga pernah melakukan ini. Tiba-tiba menghilang, dan aku sengaja menyibukkan diri, lalu berlari ke Juni. Sekarang, apakah seperti itu juga caraku melupakannya? Untuk kembali menjadi Nariswari si periang?

Aku pun mengakses internet, mensearch cara untuk mengajukan perceraian.

Kronologis permasalahan, surat gugatan cerai, biaya pendaftaran gugatan, mendaftarkan gugatan cerai di pengadilan dan mempersiapkan saksi.

Aku mengangguk seolah-olah kuat. Dan aku lagi-lagi menangis.

***

Aku pun kembali bekerja di perusahaan website, bos gede, yang kupikir pelit, ternyata baik sekali. Selalu menerimaku, dengan lapang, dan dia tahu masalahku. Rasa sesak ini sedikit menghilang. Untungnya teman-teman lama di kantor tidak ada yang membicarakan kondisi rumah tanggaku.

Mereka mencoba bersenda gurau seperti dulu, dan aku mencoba tuk berbaur dan kembali hidup.

Hari ini hujan, aku melihat keluar dari balik jendela kantor. Dulu, dia datang mengepak payung berwarna bening lalu menjemputku. Ah, kenapa susah sekali melupakannya?

Apa dia juga mengingatku?

Kenapa di sini aku menderita karenanya? Sedang dia bersenang-senang dengan perempuan yang amat dicintainya? Enak saja!

Aku harus bangkit!

"Kamu mau ikut aku besok?" tanya Lila melihatku berdiam diri di teras kantor, sedang merenung, di saat yang lainnya sudah pulang. Aku lalu mengangguk. Asal ada keramaian, kesibukan, dan tidak sendirian, aku akan ikut.

Lila mengajakku ke kelas. Bisa dibilang kelas motivasi yang diadakan di Resto Raos Eco jalan Brigjen Katamso. Aku belum bisa move on sepenuhnya. Di sisi lain aku berteriak untuk bangkit. Lalu, aku juga merasa dirundung kemalangan. Materi di kelas ini tentang peran wanita, saat single, menjadi istri, dan ibu. Nah, materi-materi ini membuatku semakin sesak. Saat aku ingin mempraktekkan teori-teori ini, tapi sayang sudah tidak ada harapan lagi!

Setelah acara ini, sesi selanjutnya, cooking class. Kami diminta membuat sushi, Lila menunjukku untuk memberi nama, konsep, dan menjadi perwakilan untuk mempresentasikan masakan kami. Rupanya Lila sengaja menyibukkan agar melupakan kegabutanku.

Bahan sushi ini sederhana, rumput laut, nasi yang teksturnya seperti nasi goreng, nugget, telur goreng tipis, saus, dan mayones. Ini pertamakalinya aku memasak setelah sekian lama. Karena dia melarangku. Hey, bukankah aku bisa melakukan apa yang kusuka?

Jadi, plastik bening yang berbentuk persegi ditaruh rumput laut di atasnya, lalu nasi diratakan secukupnya di atasnya, barulah dikasih telur, dan nugget ayam. Setelah itu digulung dan dikreasikan.

Aku bertanya pada Cheaf Afi, temanku saat kuliah dulu, kami satu kampus. Apa kriteria masakan yang oke? Seperti Sushi.

"Yang good looking, enak, tepat waktu saat dimasak, dan bisa dimakan dalam satu gigitan."

Aku pun menelan ludah, melirik Sushi buatanku.

Aku menamai Sushi yang kami buat dengan nama Sushi Similikiti dan Tumhiho, bentuknya hewan-hewan lucu seperti pinguin untuk Similikiti, dan Tumhiho, yang aku buat berdua dengan partnerku berbentuk Tumpeng. Aku tersenyum untuk pertama kalinya.

Tumhiho. Hanya dirimu ....

Untuk sekarang, siapa yang akan memakan Sushi buatanku?

 

 

Terpopuler

Comments

Fleur Liu

Fleur Liu

whattt

2020-07-05

0

retno wulansari

retno wulansari

hhh

2020-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!